Jadi, Bunda kapan bangun?

101 57 7
                                    

Mungkin hari ini hari tersuntuk bagi Zayyan dan Kim. Dari jarak kurang lebih 6 meter, keduanya bisa melihat seseorang yang akan menghampiri dirinya.

"Bang, apa Adek tidak salah lihat? Itu Om Chiko 'kan?" tanya Kim sembari menyipitkan kedua matanya.

"Iya, itu Om Chiko, tapi Kakak cantiknya kenapa gak ada?"

"Mungkin nunggu di rumah."

Zayyan dan Kim langsung menyalami tangan Chiko. Tugas Chiko sekarang adalah, mengantar jemput keponakan tersayang.

"Apa benar ini dengan Tuan Zayyan dan Nona Kim?" tanya Chiko formal.

Zayyan yang paham permainan om nya langsung menjawab. "Benar, saya Zayyan dan ini Adek saya, namanya Kim. Ada perlu apa ya?"

"Hari ini kalian harus pulang ke rumah saya lagi, karena Ayah kalian sedang sibuk bekerja." Balas Chiko yang kemudian memeluk kedua ponakannya. "Pinter banget Bang, kebanyak main sama Ayah, ya?"

"Iya, kan Abang pengen seperti Ayah." Jawabnya senang.

Hingga pada akhirnya, Chiko membawa mereka ke dalam mobil. Namun, sebelum sampai rumah, Chiko berhenti dulu di depan minimarket untuk membeli snack kesukaan si kembar.

"Om, apa boleh Adek makan ini?" tanya Kim sembari menunjuk ke salah satu snack dari Korea.

"Itu pedes Dek, yang lain saja ya,"

Kim mengangguk paham, lalu fokus mencari makanan lain.

"Om Chiko, apa boleh Abang beli ini?" tanya Zayyan kemudian mengambil barang yang dia maksud.

"Sebentar Om lihat dulu,"

Kurang lebih satu menit Chiko membaca hal penting dalam kemasan tersebut. Karena, ini perintah dari Bimantara kalau anaknya tidak boleh makan sembarangan.

"Gimana?"

"Jangan Bang, ini buat dewasa. Pilih makanan yang biasa Abang sama Adek, makan saja,"

Terlihat Zayyan dan Kim mengangguk paham apa yang dikatakan oleh om nya. Karena minimarket mulai ramai, Chiko pun mengajak ponakannya untuk segera selesai dalam hal memilih makanan.

"Segini juga cukup, kita ke kasir saja yuk,"

"Ayok Om."

Chiko menghindari tempat ramai seperti ini, karena takut ada orang jahat yang mengikutinya dari belakang. Bagaimanapun juga, musuh Chiko dan Bimantara ada di mana-mana.

Selesai bertransaksi, Chiko membawa Zayyan dan Kim untuk masuk ke dalam mobil terlebih dahulu.

***

"Sayang, kamu masih betah untuk tidur seperti ini? Anak-anak nunggu kamu bangun," sejak tadi Bimantara duduk di samping Helena. "Anak-anak selalu bertanya kapan Bunda bangun, mereka rindu kamu. Dan sekarang, anak-anak ada di rumah Chiko. Sayang, ayok lah buka mata kamu."

Siapa sangka, Bimantara yang terkenal tangguh perkasa, semenjak istrinya koma dia terus menangis bahkan tidak mau jauh dari sang istri. Rasanya Bimantara tidak sanggup jika harus seperti ini terus, apalagi jika melihat wajah polos Zayyan dan Kim saat bertanya mengenai Helena.

"Sayang ... kamu cantik banget, wajah kamu terlihat tenang,"

"Jadi, kapan kamu mau bangun?"

"Apa aku harus bawa anak-anak ke sini, buat bicara secara langsung ke kamu? Tapi, kalau anak-anak ada di sini, mereka selalu menangis dan memberontak."

Di kediaman Chiko, Zayyan dan Kim sedang belajar ditemani oleh Serena.

Atensi Serena teralihkan saat melihat Kim berdiri. "Eh, Adek mau kemana sayang?"

"Kakak cantik, tolong ambilkan kertas kosong di atas meja Om Chiko," pinta Kim, menunjuk meja yang dimaksud.

"Oke, Kakak ambilkan untuk Adek, mau berapa lembar sayang?"

Kim terlihat berpikir. "Ambilkan dua lembar saja Kak, Adek mau menggambar."

Tanpa bertanya lagi, Serena mengambil dua lembar kertas hvs lalu diberikannya untuk Kim. Serena senang jika Zayyan dan Kim tidak menangis terus seperti hari kemarin, setidaknya Serena bisa melihat mereka anteng.

"Kalian mau makan sesuatu? Makan buah, atau snack yang tadi dibeli?" Hanya gelengan yang Serena lihat dari keduanya.

Kim terus menggambar hingga satu jam kemudian, dia pun tertidur di atas kerta yang sudah ada sebuah gambar hasil tangannya. Serena melongo saat melihat apa yang Kim gambar, Kim memang berbakat dalam hal menggambar.

"Abang, mau tidur juga?" tanya Serena pada Zayyan yang masih melihat kartun.

"Abang juga ngantuk,"

"Yaudah, kita ke kamar dulu yuk. Biar ini nanti sama Kakak dirapikan."

Serena mengantar si kembar ke kamar yang berada di lantai dua. Setelahnya, lanjut merapikan beberapa kertas dan buku yang berceceran di lantai satu. Tapi, sebelum dirapikan, Serena melihat hasil gambaran Kim terlebih dahulu.

Gambar pertama adalah ... gambar anak kecil yang sedang digendong oleh ayahnya, dan satu lagi anak kecil yang sedang digendong oleh pengawal.

"Sebelum kejadian Bunda ditembak oleh orang jahat. Aku digendong oleh Ayah, dan Abang digendong oleh pengawal."

Lalu, gambar yang kedua adalah ... gambar pria yang sedang terduduk di lantai.

"Apakah Bunda bisa melihat, Ayah sangat sedih saat Bunda keluar dengan mata tertutup."

Dan di belakangnya, ada satu ilustrasi tentang kedua anak kecil yang sedang menanti kedatangan ayahnya pulang kerja.

"Abang sama Adek, selalu menunggu Ayah pulang kerja."

"Bunda kapan sembuh? Adek rindu, Adek selalu menangis karena rindu Bunda."

"Dan sekarang, kita bedua lagi di rumah Om Chiko dan Kakak cantik."

Serena terdiam sepersekian detik setelah melihat gambar dan beberapa dialog yang dibuat oleh anak usia 5 tahun.

"Apakah ini sungguhan?"

Bersambung.

Two Hearts, One Sorrow (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang