Keajaiban

63 43 3
                                    

Hari demi hari berhasil mereka lalui dengan banyaknya masalah. Tidak terasa, sudah satu minggu Helena tertidur tanpa terbangun.

Bimantara tidak menyalahkan para pengawal dan anak-anaknya soal Helena ditembak. Dia sadar, kalau ini memang musibah  yang di luar kendali mereka. Setiap hari Bimantara selalu mengunjungi ruangan Helena dan bercerita meskipun tidak ditanggapi. Pekerjaan di kantor sudah di handle oleh asisten, dia ingin fokus untuk kesembuhan sang istri.

"Ayah, apakah Bunda bermimpi indah sampai gak mau bangun?" tanya Kim, yang kebetulan berada di dalam ruang rawat. Lebih tepatnya dipangkuan Bimantara.

"Jangan-jangan, Bunda marah sama Abang karena Abang nakal,"

Zayyan mengira kalau bundanya marah. Padahal, sejauh ini Bimantara tidak pernah melihat Zayyan bertingkah.

"Bunda kelelahan sayang, dan Bunda gak marah," jawab Bimantara. "Bunda sangat menyayangi kita, buktinya ini, Bunda berkorban untuk melindungi anak-anak Ayah yang begitu lucu dan pintar,"

"Ayah hanya membual saja!" lirih Zayyan dengan mata berkaca-kaca.

"Abang melihat banyak darah yang keluar dari tubuh Bunda, pasti itu sangat sakit."

"Bunda seperti ini karena salah Adek, coba saja kalau Adek gak maksa buat ambil foto di balkon hotel."

"Ayah tidak pernah mengajarkan kalian untuk menyalahkan diri sendiri," ujar Bimantara. "Menyalahkan diri sendiri gak akan membuat Bunda bangun. Sudah ya, Abang sama Adek tidak boleh menangis, Ayah gak suka lihatnya."

"Huaa ... Adek rindu Bunda," bukannya malah tenang, Kim malah menangis.

"Bunda harus bangun, Bunda gak boleh tidur terlalu lama. Adek rindu main sama Bunda."

"Abang mohon, Bunda bangun dong. Abang capek selalu menangis tengah malam karena rindu Bunda, Ayah juga kasian, semenjak Bunda tidur Ayah jadi banyak pikiran."

Bimantara yang berada di tengah-tengah membuang pandangannya, karena tidak kuasa melihat kedua anaknya menangis. Tapi beberapa saat kemudian, setelah Bimantara memberanikan diri untuk menatap wajah pucat Helena, Bimantara melihat Helena yang sedang menitikkan air matanya.

"Sayang ..." panggil Bimantara. "Kamu mendengar apa kata anak-anak kita? Kalau begitu, bangunlah sayang."

Karena tidak ada respon. Bimantara mendudukkan Kim di kursi satunya lagi.

"Ayah kenapa?" tanya Zayyan saat melihat ayahnya panik.

"Bunda kalian. Berdoa buat kesembuhan Bunda."

Bimantara menekan tombol yang berada tepat di atas kepala Helena. Setelahnya kembali menatap ke arah Helena dengan segudang harapan yang ia langit kan.

"Bunda kenapa, Yah?" tanya Kim sembari memeluk sang ayah.

"Bunda menangis, ayok panggil nama Bunda, kasih kekuatan biar Bunda bangun."

"Bunda ini Abang ..."

"Bunda ayok bangun, Adek rindu Bunda."

Keduanya memanggil Helena seperti apa yang diintruksikan oleh Bimantara.

"Bunda bangun, Adek sedih melihat Bunda kayak gini terus. Kita harus tidur bareng lagi bersama Ayah, Abang, Bunda, juga Adek."

"BUNDA BANGUN!" Teriak Zayan karena sudah kesal bundanya tidak kunjung membuka mata.

Jari jemari Helena terangkat.

"Sayang," panggil Bimantara saat melihat kedua kedua mata istrinya akan terbuka. "Buka pelan-pelan, jangan dipaksakan."

Sepersekian detik, matanya pun terbuka sepenuhnya.

"Nyonya Helena, Anda sudah sadar? Syukurlah," tanya dokter yang merawat Helena semasa koma. "Apakah ada yang sakit?"

Helena menggelengkan kepala pelan.

Chiko yang baru saja masuk bersamaan dengan suster, langsung terpukau saat melihat Helena tersenyum tipis.

"Kakak ipar, syukurlah." Lirih Chiko.

Kondisi Helena sedikit membaik. Akan tetapi, belum bisa berbicara banyak.

Bimantara yang peka, langsung membawa Kim dan Zayyan agar lebih dekat dengan Helena.

"Setiap malam, kita selalu berdoa untuk kesembuhan Bunda bersama Kakak cantik. Adek, seneng banget bisa lihat Bunda bangun."

"Maaf kalau Bunda sudah bikin kalian khawatir ya, makasih karena sudah menjadi anak yang baik, buat Ayah dan Bunda," tutur Helena setengah lirih.

"Tidak Bund, Bunda tidak salah sama sekali jadi gak perlu meminta maaf, iya kan, Yah?" tanya Zayyan dan langsung disetujui oleh Bimantara. "Lihat Bund, Ayah selalu merindukan Bunda setiap saat." Lanjutnya diakhiri candaan tipis.

"Jangan menangis lagi ya, karena Bunda sudah sembuh. Nanti kita bermain di taman yang ada sungai mengalirnya, banyak burung yang berterbangan, dan kita menikmati keindahan itu bersama-sama." Tutur Helena dan balas senyuman oleh mereka.

Setelah mengatakan itu, Helena memberikan isyarat agar suami dan anak-anaknya berpelukan. Ini momen yang tidak pernah hilang dalam setiap harinya.

"Kalau begitu, kami izin keluar dulu ya. Agar bisa menikmati kebersamaan juga, permisi."

"Sayang, kamu pengen apa? Biar aku belikan," tanya Bimantara kepada Helena dan mendapatkan gelengan serta senyuman dari Helena.

"Ayah, Adek ingin memeluk Bunda lagi, apa boleh?" tanya Kim meminta izin pada sang ayah.

"Peluklah dengan pelan, jangan terlalu menekan bagian perutnya karena luka Bunda masih basah." Jelas Bimantara membuat Kim juga Zayyan mengangguk paham.


Bersambung

Two Hearts, One Sorrow (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang