Mengincar

93 55 6
                                    

"Apa-apaan ini, Bang? Kenapa semuanya berceceran di bawah?"

Bukannya menjawab, Bimantara malah menatap tajam pada adiknya. "Mereka masak ikan masih banyak duri kecil, apa mereka mau melukaiku?"

Chiko yang mendengarnya langsung meraup wajahnya kasar. Ketimbang duri ikan marahnya bukan main, toh biasanya juga seperti ini. Namun, Chiko juga paham posisi abangnya sekarang bagaimana.

"Bang, ah ya sudahlah. Sekarang Abang makan, lalu pergi ke kantor. Zayyan dan Kim sudah aku antar ke sekolah barusan."

"Makasih. Tolong nanti kasih sup buat anak-anak, Chiko. Buat makan siang saja, terus bawa mereka ke rumah sakit juga, biarkan mereka bertemu dengan Bundanya," lanjut Bimantara seraya menghabiskan sup yang berada di mangkok.

Di tengah-tengah keheningan, Chiko membuka sebuah ponsel lalu membuka video rekaman semalam. Tentang Zayyan dan Kim yang mengigau memanggil nama Helena.

"Bund ... Nda di mana? Kenapa Nda gak bangun-bangun? Apakah Nda mimpi indah? Abang kangen Bunda."

"Bunda gak rindu Adek? Abang sama Adek nakal ya? Jadi Bunda gak mau bangun, iya kan? Maaf Bunda ..."

"Mereka sudah dua hari seperti ini Bang, kasian lihat anak-anak kayak gini," ucap Chiko.

Wajah Bimantara menegang. Dalam benaknya terus bertanya-tanya, kenapa kondisi menyakitkan seperti ini harus dialami olehnya?

"Mereka terlalu rindu Bundanya, Chik. Girga telah membuat istri aku koma seperti ini, lihatlah balasan yang akan aku berikan pada Girga!" Bimantara bangkit berdiri, kemudian berlari ke atas menuju kamar dan segera menghubungi seluruh anak buahnya.

Sementara Chiko, memberikan tatapan membunuhnya kepada foto tawanan yang beberapa hari ke belakang sudah dia bebaskan. Otak cerdasnya langsung bekerja dengan sangat cepat. Tidak akan ada yang berani membocorkan tentang keluarga Bimantara, terkecuali anak buah dari Girga sendiri.

"Manusia biadab! Kenapa Anda curang seperti ini bodoh! Apakah, kau lupa dengan janji yang sudah dibicarakan itu? Keluarga'mu akan menjadi sasaran juga!" Ujarnya dingin yang membuat pekerja yang lewat bergidik ngeri.

"Apa di antara kalian menjadi bisu semua? Kenapa gak ada satupun yang angkat bicara?"

Bimantara berbicara lewat meeting zoom bersama semua pengawal. Namun, suara dari salah satu pengawal membuat Bimantara curiga.

"Coba katakan yang sebenarnya!"

"T-tuan, maaf. Di antara kami tidak ada yang membocorkan privasi tentang keluarga Tuan, tapi kami duga tawanan yang sempat Tuan loloskan itu memberitahu pada Tuan Girga tentang apa yang akan dilakukan oleh Tuan dan Nyonya di hotel. Mereka memantau dari jauh, dan menembak Nyonya dari gedung sebelah hotel." Jelasnya dengan bibir bergetar.

Bimantara mengepalkan kedua tangannya dengan urat leher yang kian menonjol. "Lalu, kenapa kalian lengah dalam menjaga istri saya? Apakah kalian kurang bayaran?!" tanyanya dengan emosi.

Semua pengawal tidak ada yang berani berbicara bahkan untuk menatap wajah Bimantara.

Bimantara sudah naik pitam, tanpa berlama-lama ia mengambil ponselnya dan menghubungi Chiko yang kebetulan sudah keluar dari rumah Bimantara.

"Chiko, tolong arahkan semua pengawal yang bekerja denganmu. Dan cari tawanan yang sempat saya pasung. Dia telah membuat istri saya koma. Gabung dengan pengawal saya!" Segera Bimantara matikan panggilan tersebut.

Bimantara langsung mematikan meeting zoom nya tanpa meninggalkan sepatah kata. Bahkan untuk menatap saja enggan. Hal ini membuat para pengawal merasa ketakutan, kalau Bimantara sudah semarah ini maka tidak ada kata ampun untuk tawanannya. Mengingkari janji dari Bimantara, sama dengan akhir dari riwayat hidup mereka.

***

Di sebuah bangunan yang terlihat masih kokoh dan terawat, terdengar suara gelak tawa yang begitu nyaring. Namun, suara tertawa itu sangat menyeramkan bagi pendengar yang berada di dalam ruangan.

Terlihat seorang Bimantara yang sudah memakai baju serba hitam, dan terlihat seorang pria dewasa yang sedang diikat.

"Bagaimana jika Anda diperlakukan sama seperti istri saya? Apakah, keluarga Anda akan siap dalam membayar pengobatannya?"

Serttt!!

Suara tebasan dari benda tajam yang sedang dipegang oleh Bimantara terdengar jelas.

"Saya sudah berbaik hati melepaskan Anda dari sangkar neraka itu, tapi kenapa Anda mengingkarinya?"

"Bukankah, Anda memohon kepada saya agar tidak melukai orang tua Anda di rumah? Tapi, bagaimana dengan perasaan saya ketika melihat orang tua saya dibunuh, dan istri saya koma? Semuanya ulah Girga!"

"Kenapa Anda senang sekali bekerja dengan iblis? Tidak adakah pekerjaan yang halal? Saya tidak akan seperti ini jika tidak ada yang memulainya!"

Dan lihatlah di pojok sana sekarang, mereka adalah dua pelaku yang sudah membunuh orang tua Bimantara 10 tahun silam. Apakah mereka bebas? Ouh tentu tidak, mereka anak buah Girga yang akan membusuk di ruangan itu. 

"Chiko," panggil Bimantara pada sang adik.

Tanpa menjawab, Chiko menyerahkan senjata api dan cambukan yang sudah disiapkan di atas meja.

"Lakukan sesuka hati kamu, Bang," ucap Chiko seraya berjalan lebih dekat ke arah Bimantara.

"Bisakah, Anda jujur! Informasi apa saja yang sudah Anda berikan kepada Girga, mengenai keluarga saya?!"

"Tidak akan," kata tawanan Bimantara.

"Apakah Anda suka menerima hukuman dari saya?!" tanya Bimantara seraya berkacak pinggang.

"Siapa di dunia ini manusia yang suka dengan hukuman?"

Bimantara yang merasa tertantang untuk menghabisinya, langsung melipatkan kemejanya ngasal.

Serttt!!

Akhh!!

"KENAPA ANDA MELUKAI ISTRI SAYA?!" Bimantara teriak setelah menggoreskan pedang kebagian paha tawanan.

Ctas!!

Aakh!!

"JAWAB!" teriak Chiko yang merasakan gimana marahnya jika jadi Bimantara.

"B-baiklah, saya a-akan jujur. S-saya memberitahu T-tuan Girga k-kalau Anda memiliki dua anak kecil, tadinya sasaran s-saya dan teman-teman yang lainnya akan menembak anak kecil, t-tapi malah kena istri T-tuan." Jelasnya terbata-bata.

Memang, Sejak lahir Bimantara tidak pernah memberitahu kalau Zayyan dan Kim adalah anaknya. Privasi keluarga mereka begitu kuat, tapi sialnya. Dialah yang membocorkan semua itu.

DORR!!

Bimantara menembak orang itu setelah mendengar penjelasan barusan.

"Jangan biarkan dia pergi! Saya akan memperlakukan dia sebagaimana dia memperlakukan istri saya!"

Bersambung

Two Hearts, One Sorrow (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang