Keesokan harinya, Helena sudah dipindahkan ke ruang rawat VVIP.
Gelak tawa ceria memenuhi ruangan. Helena, dengan segenap tenaganya berusaha ikut bermain bersama si kembar. Sementara Bimantara, dia duduk di samping kasur pesakitan, pria dewasa itu ikut tersenyum karena bisa merasakan kebahagiaan keluarganya.
"Bunda, hari ini Adek makannya banyak,"
"Abang juga, tadi makan salmon di rumah Kakak cantik sama Om Chiko,"
Helena tersenyum senang. "Benarkah? Kalian memang anak pintar, Ayah dan Bunda bangga."
Uhuk! Uhuk!
Helena terbatuk hingga memegang dadanya karena merasakan sakit yang begitu intens.
Bimantara mengusap rambut Helena. "Istirahat dulu ya sayang, anak-anak biar main sama Serena dulu. Kamu jangan terlalu capek."
Helena tidak menjawab, dia kembali tiduran dibantu oleh Bimantara.
"Sayang, Zayyan dan Kim anugrah yang hadir dalam pernikahan kita,"
Bimantara menatap Helena dengan penuh cinta. "Iya, mereka anugrah. Dan mereka terlahir dari ibu yang begitu cerdas, aku sangat menyayangi kalian,"
Entah kenapa, wajah Helena kian terlihat pucat. Bahkan, keringat dingin sudah membasahi dahinya.
"Sayang ... katakan ini bukan akhir dari semuanya, jangan ucapkan selamat tinggal jika aku pergi, tapi ucapkan sampai jumpa. Karena, kita akan bertemu lagi, kamu harus yakin." Helena berkata lancar seakan semua oksigen masuk tanpa hambatan. Padahal, sebelumnya dia merasakan sesak hingga harus dibantu oleh selang oksigen.
Dengan sisa tenaganya, Helena menggenggam erat tangan suaminya. Kemudian memejamkan mata seraya berkata lalu tersenyum.
أَشْهَدُ أَنْ لا إلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللَّهِ
Asyhadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullaah.
Titt ....
Bunyi suara mesin monitor terdengar begitu nyaring. Siang ini, lebih tepatnya pukul 13 : 20 Helena telah berpulang ke Rahmatullah.
"Tolong dicatat tanggal dan jam kematiannya." Pinta salah satu dokter pada asistennya.
"Sayaang! Ini gak mungkin." Teriak Bimantara seraya mengguncang tubuh Helena.
Semua yang ada di dalam ruangan menangis histeris terkecuali si kembar. Bocah 5 tahun yang sedang duduk di sofa tidak paham betul apa yang sebenarnya terjadi.
Bimantara yang mengamuk di depan jenazah sang istri, langsung dibawa ke dalam pelukan Chiko.
"Chiko, istri aku ... d-dia meninggalkan aku dan anak-anak nya."
"Iya Bang, Chiko paham. Tapi, ini sudah takdir Tuhan. Jangan seperti ini, Abang harus ingat kalau di sini masih ada Zayyan dan Kim."
Bimantara mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Helena yang sudah pucat dan kaku.
"SAYANG BANGUN." Bimantara memeluk erat Helena, tapi sama sekali tidak direspon. Sedangkan kedua anaknya, menatap ke arah ayah dan sekitarnya dengan tatapan linglung.
Bimantara membawa Kim dan Zayyan ke dekat Helena. Dia menyuruh anaknya untuk memeluk jenazah Helena untuk terakhir kalinya. Anak seusia 5 tahun, tidak paham apa yang sudah terjadi, Zayyan dan Kim tidak menangis.
"Apakah ini yang kamu bilang, kamu bilang mau main ke taman indah yang ada sungai dan banyak burungnya? Kenapa kamu pergi sendiri? Di sini masih ada aku dan anak-anak." Bimantara tidak kuasa menahan kesedihannya, dia menundukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Hearts, One Sorrow (END✓)
Historia CortaTidak akan membiarkan mereka merasakan kesedihan ini, tapi jangan biarkan kesedihan ini menguasai diriku juga.