The Dream Date

488 82 6
                                    

Nama Gojo Satoru sudah sangat terkenal semenjak Megumi masih di bangku SMP.

Secara harafiah, semua anggota keluarga Gojo bagaikan selebriti dunia perekonomian. Pertama kali Megumi melihat wajah tampan putra semata wayang keluarga Gojo pada saat kakak perempuannya menjejalkan majalah Akademik dari sekolah swasta ternama di depan matanya.

Hanya sekilas Megumi mengintip sampul majalah tersebut. Tetapi dia tidak terlalu memperdulikannya. Dia tidak tertarik untuk masuk ke sekolah elit dan mahal. Walapun nilainya yang tinggi bahkan bisa memberikannya jalur beasiswa.

Tetapi pada akhirnya Megumi terpaksa memilih SMK Jujutsu Kaisen. Sekolah teknik Swasta yang terkenal akan kurikulum pelajaran mereka yang lebih maju.

Awal mulanya karena kakeknya yang memaksanya mencari sekolah bagus. Meskipun ayahnya sudah memutuskan hubungan dengan keluarganya. Tetapi kakeknya bersikeras berkata, bagaimana pun Megumi masih memiliki darah Zen'in.

Salahkan ayahnya yang tak membela putranya. Megumi lantas tidak memiliki pilhan selain menuruti permintaan egois dari keluarga lama ayahnya.

Dibandingkan dengannya yang kesal karena tak mampu menolak. Tsumiki terlihat bahagia. Kakak perempuannya berkata apabila pemaksaan dari kakek mereka berasal dari kasih sayang pria tua tersebut. Demi memberikan masa depan yang lebih cerah untuk cucunya. Pria tua tersebut sengaja menjadi orang yang jahat dimata Megumi.

Dengan sangat bersemangat Tsumiki kembali menjejalkan majalah-majalah Akademiki untuk dibaca Megumi, dengan harapan adik laki-lakinya bisa lebih tertarik akan sekolah barunya.

Disaat itulah kedua kalinya Megumi melihat foto Satoru. Dia menatapnya cukup lama sampai membuat Tsumiki menyadarinya.

"Kalau kau memilih Jujutsu Kaisen. Kau bisa bertemu selebriti semacam Gojo Satoru," Tsumiki berkata sambil terkekeh geli. Dia tahu pilihan seksualitas Megumi. "Dia tampan kan? Sayang sebentar lagi dia lulus. Dia dua tahun lebih tua darimu," imbuhnya.

"Nah. Kenapa kau berpikir aku akan mencoba mendekati orang sepertinya?" Megumi bertanya dengan remeh. Dirinya pada itu masih belum mengetahui masa depan.

"Dia tipemu kan?"

"Cowok sepertinya pasti normal kan?"

Megumi sungguhan menjawabnya tetapi Tsumiki malah menertawakannya kemudian. Sebelum saudara yang lebih muda memprotes kakaknya. Tsumiki sudah mendahuluinya, "Apa kau melupakan berapa banyak cowok normal yang kau pacari dan kau campakan?" tanyanya seraya manaikan satu alisnya.

"Mereka bilang kau seperti mesin pencipta Gay."

"Jaga mulutmu...." lantas Megumi mendesis kesal. komentar terakhir Tsumiki seolah menusuknya. Tidak ada gunanya pulanya dia menyangkalnya. Di SMP Tsumiki dan dia satu sekolah. Kakaknya tahu betapa buruknya dia berkelahi dengan para preman sekolahan, begitu juga dengan betapa kejamnya dia dalam berpacaran.

"Setelah masuk SMA aku tidak akan melakukannya lagi. Lebih baik mencari aman. Bagaimana kalau nanti kakek tahu?"

Demikian Megumi membuat alasan. Memang dia tidak pernah sepebuhnya berjanji akan menjadi anak baik di sekolahnya yang baru. Namun dia serius mengatakannya. Lebih baik dia tidak membuat keonaran yang bisa membuat kakeknya datang ke sekolah.

Jatuh cinta pada pandangan pertama setelah dia berpapasan dengan Gojo Satoru. Jelas-jelas bukan termasuk dalam rencana hidupnya di masa SMA.





















Berakhir berkencan dengannya juga jelas-jelas bukan salah satu dari rencananya.

Berjalan di sebelah pacar idamannya spontan membuat Megumi merenungkan kembali pilihan hidupnya. Terkadang ada sedikit rasa penyesalan karna telah menembak lelaki yang seharusnya hanya bisa dilihatnya dari kejauhan.

Mereka baru saja keluar dari gedung bioskop dan sekarang berencana pergi McDonald yang terletak di seberang bangunan. Mereka berjalan bersandingan sambil berbincang seperlunya. Ketimbang berkencan. Mereka lebih terlihat seperti dua remaja yang sedang jalan-jalan di malam akhir pekan.

Tetapi Megumi tidak pernah mempermasalahkannya. Hanya dengan Satoru bersedia menerima ajakannya menonton film saja sudah membuatnya senang. Entah sudah seberapa dalam dia jatuh dalam cintanya sendiri.

"Ada saos." Di saat Megumi melamun. Tubuhnya menjengat kaget lantaran Satoru yang tiba-tiba mengulurkan tangannya. Sebelum Megumi menjaga jaraknya. Satoru sudah duluan menjangkau sudut bibirnya dan mengusapnya dengan ibu jari.

"Karna mulutmu kecil jadi tidak bisa makan burger dengan rapi huh," Satoru terkekeh geli sambil berkomentar. Dia lalu menjilat saos di jempolnya tanpa menyadari betapa merahnya wajah Megumi karena perbuatan kecilnya.

"Te-terima kasih......" bisik Megumi seraya menunduk kan kepalanya penuh malu. Berlahan dia meremas kertas pembungkus burger yang sudah habis. Tangannya bergetar hebat. Entah sudah berapa lama berlalu semenjak dia segugup ini di acara kencan.

"Ayo. Aku akan mengantarkanmu sampai ke stasiun terdekat," kemudian Satoru beranjak. Megumi mengikutinya dan kembali keduanya berjalan beriringan keluar dari restoran cepat saji.

Hari sudah semakin malam. Tanpa disadari jam sudah menunjukan angka 9. Megumi sedikit menghela nafas kecewa ketika dia memerika jam tangannya.

Berharap agar taman yang mereka lewati tidak mimiliki ujung membuatnya merasa agois. Apa salahnya kalau dia ingin bersama dengan kakak kelasnya sedikit lebih lama? Tetapi dia tidak sanggup meminta Satoru untuk menetap bersamanya.

Keinginan terpendamnya tersebut lantas membuatnya tanpa sadar berjalan dengan lebih lambat. Megumi hanya berjalan dengan tatapan kosong. Penuh akan kenangan yang mereka buat hari ini. Dia ingin mencerna memorinya dan meresapinya dalam-dalam.

Karena tertinggal. Megumi hanya bisa menatap punggung Satoru dari jarak mereka saat ini.

Mungkin saat ini jarak tersebut masih berada dalam jangkauannya. Megumi tak ingin berpikir negatif. Namun faktanya jarak tersebut pasti suatu saat nanti akan berada jauh di luar jangkauannya. Pada saat itu datang. Belum tentu dia bisa bertemu dan berbicara dengan Satoru seperti sekarang ini.

"Hei Megumi!" suara lantang Satoru tiba-tiba bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan. Satoru yang mulanya berada jauh di depannya, sekarang mendatanginya dengan langkah lebar.

"Kenapa dari tadi kau melamun? Apa kau mual karna makan terlalu banyak?" Satoru bahkan sampai menanyainya dengan nada cemas.

Saking senangnya Megumi tidak bisa menyembunyikan senyumannya. "Aku baik-baik saja," jawabnya lalu tersenyum lebih lembut. "Maaf senpai. Kurasa aku bisa jalan sendiri dari sini," pintanya.

Satoru langsung menaikan satu alisnya. Dia membuka mulutnya lebar hendak mengatakan sesuatu tetapi akhirnya menyerah dengan menghela nafas panjang. "Kemarilah," tetapi dia tiba-tiba menarik pergelangan tangan Megumi dan mengajaknya ke pinggir jalan.

Megumi kebingungan. Dia sedikit takut saat Satoru tiba-tiba berhenti dan mencengram dua pundaknya dan menunduk untuk menyamakan jarak mata mereka. Melihat betapa kesalnya Satoru. Spontan Megumi memejamkan matanya. Takut apabila tanpa sengaja dia membuat Satoru marah.

"Hei kau masih di tengah berkencan denganku. Jadi tetap fokuslah padaku....."

Tetapi diluar dugaannya, yang keluar dari bibir Satoru adalah bujukan hangat. Satoru lalu memeluk Megumi sambil berlahan mendekatkan wajahnya. Jarak diantara bibir mereka semakin mendekat dan Megumi tidak berkutik untuk menghindarinya.

Namun pada detik-detik terakhir sebelum Satoru sungguhan menciumnya. Megumi yang mati-matian ingin mencegahnya, secara spontan membungkam mulut Satoru dengan tangannya.

Keduanya dibuat terkejut akan reflex tersebut, terutama Satoru yang selama ini percaya Megumi tergila-gila padanya. Mendapatkan penolakan seperti itu pasti membuat pemuda narsis sepertinya syok berat.

"Ma-maaf senpai. Di sini banyak orang....."



TBC

One Week LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang