Zea 0.7

3.5K 323 3
                                    

Zea mengobrak-abrik isi kamarnya, ia harus menemukan petunjuk lebih, ini gila, ia kira hanya sedikit perbedaan yang ada antara novel dan cerita aslinya, ternyata tidak, ini sudah terlalu banyak!

"Sial, gue terlalu berleha-leha," kesalnya. Bahkan diary milik Zea yang asli yang sempat ia temukan pun tidak memberinya banyak petunjuk.

Hanya ada beberapa hal yang diceritakan di sana, seperti awal mula hidupnya setelah kematian orangtuanya, Zergan yang memberinya tanggungjawab perusahaan, kerenggangannya dengan Zefandra hingga mengenai hubungannya dengan Victor. Namun, di sana tidak diceritakan sedikitpun mengenai ada hubungan apa antara dirinya dan Doseffa.

Zea berjalan mondar-mandir, berusaha mengingat kebiasaan Zea yang asli, jika dipikir-pikir, isi diary ini terlihat seperti dibuat-buat, seolah hanya dijadikan sebagai pengalihan.

"Orang se-cerdik Zeanetha gak mungkin ceroboh dengan nulis rahasia-rahasianya di diary yang gak dikunci dan ditaro sembarangan ..." ujarnya

"... Kalo gue jadi Zea, gue bakal sembunyiin semuanya di tempat yang gak bakal oranglain duga ..." Zea menatap ke arah ruang ganti-nya, di mana di sana tempat perhiasannya di simpan.

"Yah, bukannya aksesoris adalah pilihan terbaik bagi wanita?" Sambungnya. Dengan senyum miring, Zea melangkah masuk ke sana, ia menatap sederet perhiasan milik Zea yang asli, meski jarang dikenakan, ia cukup takjub dengan jumlahnya yang tidak sedikit.

Zea berusaha mengingat, apa perhiasan yang paling favorit bagi Zea yang asli, begitu mengingatnya, ia segera menghampiri satu lemari kaca dan mengeluarkan satu kotak hitam yang paling bawah dan tersembunyi dari yang lainnya. Kotak itu berisikan sebuah jam tangan berwarna hitam dengan desain simpel, bagi yang tidak tahu mungkin menganggapnya hanyalah jam tangan murah dengan harga tidak seberapa, tetapi bagi yang tahu pasti terkejut dengan nominal yang perlu dikeluarkan untuk jam tangan ini.

Zea angkat jam tangan itu tinggi-tinggi, menelisiknya dengan seksama, ia yakin pasti benda ini yang ia cari. pasalnya hampir semua potret milik Zeanetha yang asli selalu mengenakan jam tangan ini, dan siapa yang akan berani menyentuh barang favorit Zeanetha kan?

Ia bergegas keluar dari ruang ganti, kini mencari benda yang pas untuk membuka tutup belakang jam ini, segera begitu ia menemukannya dibukalah tutup belakang jam tengan tersebut.

Kan? Instingnya tidak pernah salah, ada ruang kecil di sana dengan sebuah chip yang terpasang rapi. Melepas chip tersebut dan menuju meja belajar di mana laptopnya berada dan menghubungkannya ke laptop. Seringainya terbit begitu melihat deretan data di sana. Ah, bisakah ia bernapas lega sekarang?

"Kena kau," gumamnya.

***

Daniel menghela napas lelah, ia masih berada di depan gang perumahan sederhana Amelia, tempat motornya berada.
Ia bingung pada dirinya sendiri, mengapa ia mau saja menolong Amelia bahkan terkesan tergesa-gesa, ia juga rela meninggalkan Reyna karenanya, yang jelas-jelas sahabatnya sedari kecil.

Tak ingin memikirkannya lebih banyak, ia segera mengendarai motornya, yang terpenting sekarang adalah pulang terlebih dahulu. Namun, baru saja hendak menyalakan mesin, sebuah pesan masuk ke nomornya. Itu, dari kakaknya--Victor.

Baranjing
(Online)

Pulang

Hanya sebuah pesan singkat yang dikirim Victor membuatnya memutar bola mata malas.
Bara, nama panggilan dari keluarganya kepada Victor, diambil dari nama tengahnya, sama seperti Daniel yang dipanggil Rean.

Y

Usai membalas dengan tidak beradab, Daniel segera melajukan motornya menuju rumahnya.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di kediam keluarga Flotan, begitu selesai memarkirkan motor besarnya di garasi, ia segera memasuki rumah. Aneh, mengapa suasana sedikit sepi, meski biasa seperti ini tetapi selalu ada suara sapaan dari ibunya--Alea begitu ia pulang.

"Ma?!" Panggil Daniel dari ruang tamu. Hening beberapa saat, sebelum sebuah suara menyahuti,"Gada."
Ia menoleh, sejak kapan kakaknya itu duduk di sofa sana?

"Jangan bilang Lo gak sadar gue ada di sini," ujar Victor tepat sasaran.

Daniel mengedikan bahu acuh,"Emang." Timpalnya, kemudian duduk di samping kakak satu-satunya itu. Kakak terbrengseknya.

"Gak ada ke mana?" Jangan salah, meski dikenal dengan sosok yang keras, dingin dan arrogant, Daniel akan menjadi anak kecil bagi ibunya.

"Jogja, nemenin papa urusan bisnis," jelasnya. Daniel berdecak sebal, ayahnya itu senang sekali memonopoli ibunya.

Victor beranjak mengambil jaket yang tadinya disampirkan di kepala sofa, juga kunci mobil di atas meja. Pergerakannya itu tak luput dari penglihatan Daniel.

"Mau ke mana Lo?"

"Apart, lo nginep di rumah Bramasta, mama dah bilang ke Reyna," sontak saja ucapan Victor membuat mata Daniel membola sempurna. Sial, ia ingat tadi ijin pergi pada Reyna dengan alasan disuruh ibunya, sekarang bagaimana?

Tanpa menunggu lagi, ia segera berlari keluar, segera mengendarai motornya diatas kecepatan rata-rata. Ia harus menemui Reyna!

"Tuh anak kenapa?" Gumam Victor heran melihat Daniel yang terburu-buru.

"Lah, gue 'kan nyuruh dia pulang karena ada yang mau diomongin, dahlah besok aja."

"Na!"

Reyna yang masih dalam posisi berbaring seperti terakhir kali Daniel tinggalkan menoleh ke arah pintu kamarnya yang sudah terbuka. Di sana, berdiri Daniel dengan keringat mengalir di pelipisnya, seperti baru selesai olahraga.

"Apa?" Tanyanya singkat.

Melepaskan jaket kulitnya hingga menyisakan kaos hitam polos berlengan pendek, Daniel segera bergabung dengan Reyna ke ranjang, memeluk gadis itu dan menyembunyikan wajahnya.

"Lah, napa Lo?" Tanya Reyna lagi yang kini dibalas gumaman samar dari Daniel.

"Maapin," cicitnya pelan, membuat Reyna mengulum senyum mendengarnya. "Buat apa?"

"Udah bohong," tangan Reyna terulur balas memeluk Daniel. Ini yang ia tidak suka dari lelaki ini, Daniel itu plin-plan, Reyna selalu dibuat bingung sendiri, ia bertingkah seolah memberi lampu hijau kepada Reyna untuk berharap akan hubungan ini, tetapi terkadang memasang sekat khusus di antara mereka.

"Emang tadi Lo ke mana sebenernya?" Reyna sudah tahu ke mana tujuan Daniel tadi hingga berbohong padanya, ia hanya ingin mengetes kejujuran Daniel saja.

Daniel terdiam, apakah ia harus memberitahukannya kepada Reyna? Sepertinya tidak perlu, Amelia terlalu tidak penting untuk Reyna ketahui.

"Nemuin bang Bara," pada akhirnya Daniel memilih berbohong pada sahabatnya itu--orang yang salah untuk ia permainkan.

Reyna hanya ber'oh' ria sebagai tanggapan, tanpa Daniel sadari, raut wajah gadis itu berubah, senyum sinis tercetak di bibir manisnya.

"Your'e lying Again, Rean." batinnya

🐑🐑🐑

Malem, guys!!
Sorry yups ganggu kalian malem-malem
Abisnya susah tidur aku, jadinya update dehh
Jan lupa vote dan komen ya!!
Follow juga akun aku.
See you next chapt!

ZEANETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang