Doa dulu ygy.
•
•
•Salma termenung di kelasnya sendirian. Menunggu kedatangan Bara yang tak kunjung menjemputnya. Pagi tadi Salma berangkat bersama Bara. Dan kata cowok itu, pulang sekolah nanti juga sama Bara. Makanya Salma masih menunggu sendirian di kelas.
Tiba-tiba suara langkah kaki sandal jepit mendekati kelas Salma, "Neng Ama masih mau disini? Kelasnya mau saya tutup neng, " ujar pak Bon.
Salma menarik nafasnya panjang. Mata nya sudah perih menahan air mata. "Saya keluar aja pak. "
"Neng Ama ngapain masih disini? " tanya pak Bon sembari menunggu Salma memberesi mejanya.
"Nungguin Bara. "
"Mas Bara? " ulang pak Bon. "Bukannya mas Bara udah keluar dari tadi ya neng? "
Salma menghentikan pergerakannya. "Keluar sama siapa? "
"Sama si teteh yang tinggi putih itu mbak. Yang kemarin ikut pengibaran kota sama neng, " jelas pak Bon.
Bagai di sambar petir, tubuh Salma limbung. Ia menekan kuat lengannya di atas meja sebagai tumpuan.
"Maaf ya neng. Saya nggak—"
Belum usai pak Bon bicara, Salma berlari keluar meninggalkan tas dan beberapa buku di atas meja nya. Ia berlari sekuat tenaga menuju keluar gerbang lalu belok kanan di gang kecil sebelah sekolah. Rambutnya yang sengaja di urai berantakan karena bertabrakan dengan angin. Anak-anak rambut di dahinya juga basah karena keringat.
Tujuan Salma masuk ke gang ini hanya untuk mengintip langsung ke warung kopi yang biasa di buat nongki sama Bara dan teman-temannya. Ia ingin menghapus prasangka buruk dalam hatinya kalau Bara mengajak Sofi main bersama teman-temannya. Dan benar juga. Dari kejauhan, Salma melihat Bara dan Sofi duduk bersandingan sambil tertawa lepas bersama teman-teman Bara.
Salma mengeram sembari meremas rok nya. Hati nya sudah remuk dengan semua kenyataan kalau selama ini Bara tak pernah mengakui nya sebagai pacar. Bahkan hanya untuk mengenalkan Salma sebagai gebetan pun Bara tak mau. Tapi sekarang Bara justru membawa gadis lain untuk main bersama temannya.
"Apa gue seburuk itu sih, Bar? " gumam Salma. Bulir-bulir bening air mata terus mengalir membasahi pipinya.
Tanpa Salma sadari, sepasang mata dari dalam warung kopi terus melihat ke arah nya. Cowok itu hanya menunjukkan wajah datar nya sambil bertanya-tanya dalam hati, "Siapa cewek yang menangis di balik pohon beringin itu? "
>.<
Bu Dyah naik darah melihat nilai anak-anak didik nya. Tidak ada yang di atas KKM kecuali satu anak. Siapa lagi kalau bukan Husein. Si ambis itu selalu dapat nilai sempurna di setiap mata pelajaran.
"Kalian ini niat sekolah nggak sih?! Kok bisa nilai matematika nggak ada yang bagus! " teriak bu Dyah di depan kelas.
"Ya niat bu sebenarnya. Tapi ibu nya aja mungkin yang nggak niat ngajar kami, " celetuk Kireina yang duduk di bangku nomor dua dari belakang, tepatnya di depan Tama.
"Mulut lo, Na, " balas Husein di susul dengan tawa nya.
"Sudah-sudah! Buat persyaratan remidi, kalian harus menyalin soal sama jawaban nya sepuluh kali! "
"What?! " refleks Yaya sambil menutupi mulutnya dengan telapak tangan kanan.
"Banyak banget toh bu, " keluh Bara.
"Gini ya nak. Belajar itu butuh proses, kesabaran dan waktu. Kalau di suruh salin aja kalian mengeluh, saya sebagai guru harus gimana? Saya ini juga pengen kalian bisa loh, " balas Bu Dyah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Salma
أدب المراهقينSetahun yang lalu, hidup Salma masih baik-baik saja sebelum kedatangan nya di SMA Penabur. Kepindahannya dari Prancis bukan tanpa sebab. Disini lah Salma di pertemukan dengan dengan sosok preman sekolah yang terkenal karena kedua orang tuanya kaya r...