05.

247 21 0
                                    

Doa dulu ygy.



Salma berjalan perlahan sambil menuntut motor nya masuk ke dalam halaman besar rumah nya. Hati nya dag-dig-dug-ser, takut kalau orang-orang rumah masih bangun dan akan memarahi nya habis-habisan.

"Huffttt, " desah nya sambil mengelus dada ketika berhasil memarkirkan motor.

Kedua tangan Salma penuh bercak darah bekas luka Bara. Sehabis menyelematkan cowok nya dari gang berdarah itu, Salma segera membawa Bara ke basemant bawah tanah di rumah Bara yang menjadi tempat cowok itu kala bersembunyi dari kejaran musuh.

Ragu-ragu Salma mengeluarkan ponsel dari saku celana nya. Antara ingin menghubungi Bara dan membiarkan cowok itu beristirahat sampai bisa menghubungi nya sendiri.

"SALMA! " pekik bang Salman dari ambang pintu. Alis tebal nya bertaut dengan dahi mengerut. "SINI LO! "

Salma berdecak sebal. Dalam hati nya, Ia mengumpat merutuki nasib nya. Salma berlari cepat menghampiri abang nya.

"Lo habis darimana aja jam segini baru pulang? " tanya bang Salman serius.

"Gue habis jemput-"

Bang Salman berdecak sebal. "Ayah sama Bunda dah nungguin lo di dalam. Kalo ngomong yang hati-hati. Jangan sampai bikin mereka tambah kepikiran. Entar gue bantuin ngomong nya. " Belum selesai juga Salma bicara, sudah di serobot sama Bang Salman.

"Yayayaya, " jawab Salma malas.

"Itu juga tangan lo kenapa? Bersihin dulu sana! " titah bang Salman.

Dengan langkah gontai, Salma membasuh kedua tangan nya di wastafel dekat kolam ikan kecil yang ada di taman rumah nya.

"Udah belom, Sal? " tanya bang Salman yang terus mengawasi pergerakan adik nya.

"Iya ini mau selesai bang. Jangan lo tinggal! Gue takut! " Salma bergidik ngeri membayangkan wajah kuntilanak yang Ia lihat di televisi.

"Efek kebanyakan nonton hantu ya lo, " tebak bang Salman.

"Ah bacot lu! " Salma memukul lengan bang Salman lalu mendorong tubuh nya supaya menyingkir dari ambang pintu.

Baru juga masuk dua langkah, Salma di sambut dengan tatapan ganas kedua orang tua nya. "Darimana aja kamu? " tanya Ayah nya dingin.

"Salma habis---habis dari rumah Najwa, yah. Dia sakit, " bohong nya.

"Najwa sakit apa? " tanya Bunda khawatir.

"Demam, bun. " Sejujurnya dalam hati Salma terdapat penyesalan karena telah membohongi kedua orang tua nya. Tapi mau bagaimana lagi? D aripada di marahi.

"Lain kali kalau mau main ke rumah temen itu ngomong dulu ya, Sal. Kalo nggak bisa ngomong ke bunda, ngomong ke abang mu. Ayah itu sebenarnya nggak papa kalau kamu main. Asal kan ngomong dan main nya nggak ke tempat cowok. Kamu mau nginep dua hari di tempat nya Najwa, ayah nggak papa kok. Pokoknya ngomong, " jelas ayah nya dengan sabar.

"Udah sekarang kamu masuk ke kamar, ganti baju, habis itu tidur. Kalau lapar nanti ke dapur aja, bunda udah masakin kamu sop sama telur goreng plus sambal bawang nya, " ucap bunda. "Salim dulu sama bunda, " lanjut bunda sembari menjulurkan tangan kanannya.

Salma mengecup punggung tangan kanan bunda dan ayah secara bergiliran lalu berjalan pelan ke kamar nya yang ada di lantai dua. Di ikuti bang Salman yang juga kamar nya di lantai dua, tepat nya hanya bejarak satu ruangan dengan kamar Salma.

"Sal! " panggil bang Salman sebelum membuka pintu kamar nya.

"Apa? " jawab Salma malas.

"Lo masih utang cerita sama gue, " balas bang Salman dengan tatapan datar.

Happy SalmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang