"Tidak! Sudah berapa kali sih aku bilang, tidak akan menerima perjodohan gila itu. Aku ingin menikahi perempuan yang aku cintai dan mencintaiku. Aku yakin perempuan itu tidak akan menerima perjodohan gila seperti ini," bantah Danandyaksa.
Pria paruh baya itu memijat pangkal hidungnya. Dia tidak tahu harus bagaimana mengatur anaknya tersebut. Kepalanya selalu terasa berdenyut saat mendengar bantahan yang keluar dari bibir Danandyaksa. Yang dia inginkan adalah laki-laki itu menurut dan melakukan apa pun yang sudah dipersiapkan.
"Papa sudah mempertimbangkan semuanya dengan matang, Aksa! Dia perempuan baik-baik dan terlahir dari keluarga terpandang. Apa yang kurang dari Rania, Aksa? Apa yang kamu cari? Perempuan seperti apa yang kamu dambakan?"
Danandyaksa mendengus kesal dengan menjawab, "Pa, aku tidak cinta dengan Rania! Aku juga tidak ingin menikah dengan dia. Perempuan yang tidak bisa diajak senang-senang. Aku yakin dia hanya berada di dalam rumah saja. Bagaimana aku bisa menerima perempuan seperti itu? Apa yang papa pikirkan sebelum menjodohkan aku?"
"Dia perempuan yang menaati syariat agama, Aksa! Perempuan yang menjaga auratnya. Dia juga menjaga pandangannya dari laki-laki yang bukan mahramnya. Berbalut hijab sempurna. Perempuan bagaimana yang kamu cari, Aksa? Rania adalah perempuan yang tepat untukmu. Dia akan membawamu ke jalan yang benar," ucap Yusuf.
"Aku membutuhkan perempuan yang bisa aku ajak bersenang-senang, Pa. Lagi pula untuk apa aku menikahinya, sedangkan aku sudah memiliki kekasih. Perempuan yang aku inginkan dan aku dambakan. Tidak seperti perempuan yang papa maksud! Perempuan ketinggalan jaman," bantah Danandyaksa.
"Astaga, Aksa! Papa tidak pernah setuju kamu dengan Rachel. Sampai kapan pun papa dan mama tidak akan pernah menyetujui kalian menikah. Rachel bukan perempuan baik seperti yang papa inginkan. Papa tidak mau kamu mendapatkan perempuan seperti Rachel. Jika kamu masih kekeh mempertahankan Rachel dapat kamu pastikan, Aksa, namamu tidak ada di daftar keluarga Yusuf."
Danandyaksa berdecak kesal. Yusuf selalu saja bermain ancaman agar anaknya tersebut menurut pada ucapannya. Dia tidak suka bila mendapatkan bantahan. Terlebih Danandyaksa memilih perempuan yang tidak pernah diridhoi oleh Yusuf.
"Rachel adalah perempuan idaman aku. Perempuan seperti dia yang aku inginkan dan aku jadikan sebagai istriku. Dia mengerti apa pun yang aku inginkan dan juga hal yang aku senangi. Kami melakukan banyak hal menyenangkan bersama-sama. Hubungan yang selama ini aku idamkan," jelas Danandyaksa.
Yusuf menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Sekali tidak, tetap tidak! Papa tidak akan membiarkan kamu jatuh ke dalam perempuan yang hanya tahu duniawi saja, Aksa. Tahu apa Rachel tentang akhirat? Dia sama sekali tidak memikirkan bahwa kehidupan di dunia hanya sementara. Yang kalian lakukan hanyalah maksiat, Aksa."
"Papa, Aksa hanya bersenang-senang. Menghabiskan sedikit waktu untuk menghibur diri. Dimana letak salahnya, Pa? Aksa rasa tidak ada salahnya. Kenapa papa tidak mengizinkan Aksa bersenang-senang?"
Tatapan Danandyaksa lurus ke arah Yusuf. Dia masih tidak terima dengan penolakan Rachel oleh papanya tersebut. Bagi dirinya Rachel adalah angin segar atas segala rasa penat yang dia alami selama ini. Banyak hal baru yang dia lakukan bersama Rachel. Bersama perempuan itu warna-warni hidupnya mulai tergores sedikit demi sedikit.
Danandyaksa merasa siap menjalankan kehidupannya setelah bersama Rachel. Perempuan dengan sejuta warna indah. Tak mungkin rela Danandyaksa kehilangan perempuan itu hanya demi perempuan lain yang sudah jelas tidak dia kenali.
"Yang kamu lakukan itu salah, Aksa! Bersenang-senang bukan berarti kamu harus pergi ke kelab dan mabuk-mabukan seperti yang kamu lakukan. Papa yakin bersama Rania kamu akan merasakan apa itu arti bahagia dan bersenang-senang yang sesungguhnya. Dia akan memberi banyak hal menyenangkan yang belum pernah kamu lakukan, Aksa."
"Papa tidak ingin dibantah oleh argumen apa pun, Aksa. Dan untuk perjodohan kamu harus menerimanya. Atau... kamu tidak akan lagi terdaftar di keluarga Yusuf. Papa tidak pernah bermain-main dengan ucapan papa sendiri," lanjut Yusuf.
Kali ini semua akan menjadi kenyataan. Yusuf tak ingin Danandyaksa memilih tapi menerima pilihan yang sudah dipilih. Ucapan Yusuf tak lagi bisa dibantah. Dan menerima perjodohan tersebut adalah jalan keluar dari permasalahan ini. Danandyaksa tidak bisa berkutik.
"Pa, aku tidak cinta dengan Rania. Aku tidak tahu bagaimana sifat dia. Bagaimana jika kami berdua tidak merasa cocok? Bisa jadi nanti malah mencari jalan keluar perceraian."
Gelengan kepala Yusuf adalah pertanda sebuah jawaban dan juga ucapannya tidak bisa dibantah. Danandyaksa menghela napas panjang. Dia sudah menduga jika berakhir seperti sekarang. Hubungannya dengan Rachel tidak akan pernah mendapatkan restu dari sang papa.
"Percaya dengan papa, Aksa. Rania adalah perempuan terbaik yang sudah papa siapkan untuk kamu. Mamamu pun setuju dengan pilihan papa. Lusa kita akan berkunjung ke rumah Rania. Perkenalkan dirimu secara baik-baik di hadapan keluarga besar Haura. Jangan pernah ada niatan untuk kabur atau kamu akan mendapatkan konsekuensi yang setimpal," ancam Yusuf.
"Pa...,"
"Papa tidak menerima bantahan bentuk apa pun, Aksa. Persiapkan dirimu. Jangan pernah melakukan hal yang tidak-tidak, Aksa."
Yusuf menepuk bahu Danandyaksa. Bibirnya menyunggingkan senyuman tipis. Seolah menjadi pertanda akan kemenangan telaknya dari Danandyaksa.
"Papa percaya dengan kamu, Nak. Jangan mengecewakan papa," ucap Yusuf dengan berlalu meninggalkan ruangan tersebut.
Raut wajah Danandyaksa tak begitu terkontrol. Dia begitu marah dan ingin melawan apa pun yang diucapkan Yusuf. Tetapi dalam hatinya yang dalam tidak tega melakukan hal itu. Masih memikirkan selama ini yang merawat dan membesarkan dirinya adalah Yusuf.
"Argh! Apa yang harus aku lakukan? Apa yang akan aku katakan pada Rachel. Dia pasti marah kalau sampai tahu aku akan menikah. Tapi, aku tidak bisa melawan papa. Aku juga tidak mau kehilangan semuanya," gerutu Danandyaksa.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ponselnya berdering nyaring. Tertera nama Rachel di sana. Danandyaksa kebingungan sendiri harus bagaimana. Jika tak diangkat maka akan menimbulkan masalah baru. Namun, jika dia angkat bingung harus apa. Terlebih mereka memiliki janji malam ini.
"Halo?"
Danandyaksa terpaksa menerima telepon dari kekasihnya tersebut. Tidak mau menimbulkan masalah baru. Dia ingin semua selesai secara baik-baik. Setelah ini tidak ada lagi beban pikiran yang cukup melelahkan.
"Sayang, kamu dimana? Kok lama sih angkat telponnya. Kamu lagi sibuk ya?"
"Aku kerja. Kamu tahu sendiri kan aku banyak pekerjaan akhir-akhir ini. Maaf ya. Ada apa?" tanya Danandyaksa lembut.
"Sayang, nanti jadi kan? Aku nggak mau loh kamu ingkar janji. Pokoknya nanti harus jadi."
Terdengar rengekan dari seberang sana. Hal ini jelas semakin membuat kepala Danandyaksa terasa ingin meletus. Dia tak tahu lagi harus berbuat apa.
"Aku ada acara keluarga hari ini, Sayang. Maaf ya. Kita tunda jadi besok. Bagaimana?"
"Oh ya? Oke baiklah. Besok harus jadi ya, Sayang."
Danandyaksa mengigit bibir bawahnya. Ketar-ketir jika sampai Rachel marah padanya.
"Kamu marah, Sayang?"
"Enggak. Aku hari ini akan keluar sama Sonya," jawab Rachel yang membuat lengkungan bibir Danandyaksa.
"Hati-hati ya, Sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Yang (Tak) Diharapkan
RomansaRania, gadis 25 tahun, terpaksa menerima perjodohan yang dilakukan oleh sang ayah. Dia tak bisa berbuat banyak selain menurut apa pun yang dilakukan ayah dan ibu tirinya. Berada di rumah itu tak membuatnya bahagia, mungkin jika dirinya keluar dari r...