IRIS | 1

12.1K 903 35
                                    

Cerita ini sudah tersedia lengkap di Karya Karsa (Buka via google lebih mudah. Tinggal cari Karya Karsa saja. Tanpa perlu download aplikasi).

Part ini kita flashback bentar ya..

Jangan lupa vote & komen 😘

***

BAGIAN 1

***

Iris 14 tahun..

Plak.
Plak.
Plak.

"Ma, ampun, Ma. Maafin Iris." gadis 14 tahun itu gemetar ketakutan sambil terseok-seok di atas tanah untuk menghindari pukulan gagang sapu yang dilayangkan sang ibu.

"Ma?" Ghina tersenyum mencemooh. "Sejak kapan saya menjadi Ibu kamu, hah?! Sampai kapanpun saya nggak akan pernah sudi menjadi ibu dari orang yang telah membuat anak saya mati!"

"Bukan salah Iris, Ma. Semua adalah takdir yang telah digariskan semesta."

"Tahu apa kamu?! Mau sok pintar dengan menasehati saya?!"

Plak.

"Auww, Ma, ampun Ma. Jangan pukuli Iris lagi."

"Berhenti panggil saya dengan sebutan Mama! Apa kamu tuli hah?!"

Plak.
Plak.

"Ma--Tante, jangan pukul Iris lagi. Iris janji nggak bakal minta buat masuk SMA di luaran sana. Iris mau home schooling aja seperti biasa." gadis 14 tahun itu berusaha kuat menahan isakan serta sakit pada sekujur tubuh. Sudut bibirnya bahkan sudah berdarah sejak tadi akibat tamparan berulang kali yang dirinya terima.

"Kamu harusnya beruntung, karena saya membiarkan kamu tinggal di rumah ini setelah membuat saya kehilangan anak. Yang bahkan sampai sekarang belum bisa saya dapatkan lagi. Semua itu karena kedatangan kamu di hidup saya!" teriak Ghina sambil menekan gagang sapu pada dahi Iris.

"Jangan sekali-kali kamu berani keluar dari rumah ini! Kamu adalah aib yang harus disembunyikan! Kamu tidak berhak mengatur apapun!"

"Bukan keinginan Iris untuk lahir ke dunia ini. Iris--"

Plak.
Plak.
Plak.

"Tan.. Tante tolong berhenti." lirih gadis malang itu sambil memegangi kakinya yang sudah memar. Lalu saat bola mata bergulir dan menemukan keberadaan sang ayah, pria yang seharusnya bertanggung jawab atas hidupnya itu justru melengos dan berlalu pergi.

Iris kecil hanya bisa tersenyum nelangsa dan menunduk demi menahan bulir air mata.

Dia tidak pernah minta untuk dilahirkan ke dunia. Kedua orangtuanya lah yang menginginkannya hingga membuatnya ada disini. Tetapi kenapa dia justru disia-siakan sang ayah? Apa salahnya? Jika masalah keguguran ibu tirinya, dia pun tak pernah mengharapkan hal itu. Dan mengenai ibu tirinya yang juga belum kunjung hamil setelah empat tahun berlalu, itu juga bukan kuasanya. Tapi kenapa dia yang disalahkan atas segalanya?

Merasakan rintik hujan membasahi wajahnya yang memperjelas noda lebam disana, Iris mendongakan kepala sambil memejamkan mata. Gadis malang itu berusaha tersenyum dan menikmati rintik hujan yang kian deras. Ibu tirinya sudah kembali masuk ke dalam rumah. Meninggalkannya seorang diri di halaman depan.

Iris menyukai hujan. Sangat. Karena bunyi berisik dari tetesannya selalu berhasil menyamarkan tangisnya. Dia tidak memiliki siapapun di dunia ini selain dirinya sendiri. Dia selalu berusaha menjadi kuat supaya ibunya bahagia di atas sana. Meski pada kenyataannya tak ada satu orangpun yang menginginkan keberadaannya selepas ibunya pergi untuk selama-lamanya.

IRISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang