IRIS | 6

8.1K 758 33
                                    

Cerita ini ternyata panjang guys 🤭🤣

Yuk ramein..

***

BAGIAN 6

***

Rintik hujan di pagi hari terdengar begitu syahdu. Menggantikan suara cicit burung yang biasa bertengger di pohon besar samping rumah. Matahari tampaknya masih enggan memperlihatkan diri kendati waktu telah menunjukkan pukul delapan pagi hingga akhirnya hujan pun mengambil alih tugas.

Dari balkon kamar yang tak terlalu besar, Iris duduk bersandar pada tembok dekat pintu. Wanita itu menatap kosong ke arah jalanan yang masih cukup ramai orang-orang berlalu lalang meski harus menggunakan payung lantaran hujan pagi ini turun cukup deras.

Tak peduli pada wajah yang terkena cipratan nakal rintik hujan yang seolah ingin menghibur hatinya yang sedang sekarat, Iris tampak begitu menikmati kesendiriannya. Sejak dulu pun begitu, wanita itu memang cenderung suka berdiam diri di kamar maupun balkon. Keluar hanya untuk seperlunya saja. Baru setelah lulus kuliah, Iris lebih sering berada di luar untuk mengurus salon miliknya. Itu pun tak sebebas yang orang-orang pikirkan. Sebab ada Adi yang selalu mengawasi setiap gerak-geriknya melalui orang suruhan.

Oh, tentu saja kehadiran Iris di rumah ini terasa begitu berarti semenjak kedatangan Bimo beberapa tahun silam. Pria yang nyaris seumuran ayahnya bahkan baru bercerai sekitar tiga bulanan kala itu. Lalu tahu-tahu saja mengutarakan keinginan untuk meminang Iris yang saat itu masih berusia 20 tahun. Pria itu tak masalah menunggu katanya meski secara gamblang Iris sudah jelas memberikan penolakan.

Adi dan Ghina yang tampaknya silau akan harta duda anak dua itu pun tidak mempedulikan penolakan yang Iris utarakan. Lalu kini setelah tujuh tahun berlalu, Bimo datang menagih janji. Ah, sebenarnya sudah sejak dua tahun silam duda sialan itu mendesak untuk mempercepat pernikahan, namun Iris yang masih tak sudi akhirnya membuat Bimo bertingkah sok manis dengan tetap setia menunggu hingga ia siap katanya.

Tapi apa yang dirinya dapati sekarang? Kenyataan bahwa Bimo akan menikahinya dua minggu lagi jelas tidak sesuai mulut manis duda sialan itu kala merayu.

"Mbak Iris, sarapannya di makan dulu, Mbak."

Iris mengabaikan seruan salah seorang pembantu di rumah ibu tirinya yang datang ke kamar untuk mengantar sarapan setelah semalam direpotkan untuk membereskan kekacauan yang dirinya buat.

"Bibi taruh di meja ya, Mbak? Jangan lupa di makan."

Setelah itu pintu kamar kembali terkunci dari luar.

Sebenarnya pembantu rumah pun merasa tak tega mengurung putri majikan mereka. Namun jika tak menurut bisa berdampak buruk pada nasib mereka ke depannya. Iris yang memahami hal itu tidak menaruh marah sama sekali.

Adi sepertinya benar-benar serius ingin mengurungnya di kamar sampai hari pernikahan sialan itu tiba. Iris yang masih belum memiliki ide untuk kabur terpaksa menerima hukuman pria yang enggan dirinya sebut sebagai ayah itu.

Jadilah, wanita itu duduk di balkon sembari menikmati hembusan angin bersama tetesan hujan yang turut ke bawa membasahi kulit wajahnya.

Dulu. Dulu sekali Iris sangat menyukai hujan. Karena bunyi derasnya selalu berhasil menyamarkan suara tangisnya yang kerap kena pukul oleh Ghina. Namun kini justru ada setitik benci setiap melihat hujan turun seperti saat ini. Sebab kini pandangannya telah berubah. Melihat tetesan air dari langit hanya membuat dirinya teringat pada Iris remaja yang lemah meski sekarang pun belum benar-benar kuat sepenuhnya.

IRISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang