IRIS | 3

9.1K 777 20
                                    

Udah lama nggak nyapa kalian. Kangen lapak Iris nggak sih 🤭🤣

Sabar ya guys, kita pelan2 sambil ngelarin Mbak Di 😁

Aku juga up cerita ini di Karya Karsa dan belum dikunci juga. Soalnya masih belum mateng mood-nya jadi ngetik2 di draf dulu. Sabar ya 🤗

Jangan lupa vote & komen 😘

***

BAGIAN 3

***

Menuruni anak tangga satu persatu dengan ekspresi datarnya seperti biasa, Iris hanya melirik sekilas pada anggota keluarganya yang tengah sarapan bersama di meja makan tanpa dirinya tentu saja.

Memangnya ada yang mengharapkan kehadirannya di rumah ini?

Oh tentu tidak ada.

Iris Winola Cantika hanyalah anak buangan yang beruntung masih hidup hingga saat ini. Seorang anak yang berjuang mati-matian demi mentalnya yang nyaris sekarat.

"Hai Iris,"

Ah, Iris lupa. Ada satu orang dari keluarganya yang masih memberinya cinta.

Bukan. Bukan Adi tentu saja. Karena pria yang membuatnya ada di dunia ini juga tidak bisa diandalkan. Justru menambah beban pikirannya saja.

"Hai juga Kavi."

Namanya Kavi Rafandra. Usianya baru menginjak 10 tahun. Anak laki-laki berlesung pipi itu memiliki hati yang hangat dan juga menyayanginya. Tidak seperti kedua orang tua bocah laki-laki itu yang dulu kerap berbuat kejam padanya.

Ya, dulu. Sekarang memang masih cukup kejam, tapi setidaknya dia tidak pernah lagi mendapat pukulan. Hanya tamparan ringan dan juga ocehan Ghina yang kerap membuat jengkel. Pun Adi yang tak kalah menyebalkan.

Jika dulu Iris terkena siksaan fisik, maka sekarang gantian siksaan batin. Dan berhubung Iris yang sekarang bukanlah yang dulu lagi,  jadi Iris pun tidak pernah mengambil pusing. Hanya sesekali saja kok.

Ngomong-ngomong, apakah lelaki seperti Adi Wijaya masih pantas ia sebut sebagai seorang ayah? Sepertinya tidak 'kan?

Oh, ya ampun. Iris memang semakin kurang ajar setiap harinya. Tapi bagaimana ya, Iris lebih menyukai dirinya yang kurang ajar seperti ini daripada memperlihatkan kelemahannya seperti tiga belas tahun yang lalu mungkin.

"Ayo makan Iris," ajak Kavi sambil menggerakkan tangannya mengajak Iris untuk bergabung.

Mengerti dengan kebiasaan sang putra, Ghina hanya memberi lirikan datar pada Kavi. Sementara Adi sempat mendongak menatap sang putri yang lagi-lagi berpenampilan mencolok.

Gaun berwarna kuning terang dengan high heels warna senada. Dan tentu saja lipstik merah menyala yang sudah menjadi andalan seorang Iris.

Adi selalu ingin memprotes penampilan putrinya, namun urung melakukannya mengingat bagaimana buruknya hubungan mereka.

"Terima kasih Kavi. Tapi Iris harus berangkat kerja."

Well, Kavi ini cukup aneh. Bocah laki-laki itu memang tidak pernah mau memanggil 'kakak' pada Iris. Alasannya sulit untuk dipahami.

"Terlalu panjang Iris. Panggil nama aja nggak apa-apa 'kan?"

Ya begitulah. Karena terlalu panjang katanya. Padahal tidak sampai seratus huruf pun. Tapi Iris biarkan saja karena Kavi anak baik dan satu-satunya anggota keluarga yang menyayanginya.

IRISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang