IRIS | 8

7.5K 700 34
                                    

Btw, seperti biasa. Nanti aku post disini sampe Epilog aja dan itu total sekitar 46 Bab 😭 Banyak banget ya, padahal tadinya aku kira mau pendekan loh 😌

Jadi nanti berasa ada 2 season buat cerita ini karena Extra Part kemungkinan juga banyak, bahkan bisa lebih dari ceritaku yang lain 🤭🤣

Duh, pokoknya kalian nikmati cerita ini aja deh. Biar aku yang berpusing2 ria ya. Aku bisa up cepet biasanya kalo udah kelar ngetik keseluruhan cerita. Jadi buat sekarang sabar dulu aja ya kalau agak lama 🤭

Btw, di Karya Karsa udah aku up part 33 - 36 nya ya..

***

BAGIAN 8

***

BRAK!!

Iris memejamkan mata dengan tangan terkepal kuat karena untuk kesekian kalinya, pintu kamar kembali dibuka secara kasar oleh Adi yang kini menatapnya dengan wajah dipenuhi luapan emosi. Perhatian pria setengah abad itu beralih pada baki berisi nasi yang masih utuh tanpa berkurang sedikitpun. Lalu ia larikan lagi sorot tajam pada sang putri yang tampak begitu santai duduk di atas karpet sambil pura-pura memperhatikan kuku jemari yang sebenarnya tidak ada apapun yang menarik disana.

"Kamu mau mati, Iris?!" Adi berseru keras yang Iris tanggapi dengan anggukan pelan.

"Hm,"

"IRIS!! JANGAN KURANG AJAR KAMU!"

Sengaja mengernyitkan dahi, Iris mengangkat kepala untuk menatap wajah Adi yang andai saja bisa dilihat dengan mata telanjang, maka ada kobaran api mengepul disana.

Ayahnya marah. Iris tahu. Tapi siapa yang peduli? Sama seperti Adi yang tidak pernah sekalipun menaruh peduli padanya.

"Loh, kan aku cuma jawab aja tadi. Letak salahnya dimana?"

Adi menggeram kesal dengan tingkah putrinya yang kian menjadi saja setiap harinya. Padahal dia sudah berusaha untuk mencarikan pasangan hidup terbaik dari segi materi yang di masa depan tidak akan menyusahkan kehidupan sang putri, tapi Iris yang suka bertingkah kurang ajar tidak pernah sekalipun menghargai usahanya.

"Tolong kali ini Papa minta kamu nurut," tampaknya untuk meluluhkan hati Iris yang keras, Adi harus bisa menahan diri untuk tidak berkata kasar yang justru bisa membuat putrinya kian bertingkah seenaknya saja. "Apa salahnya nikah sama Bimo? Dia sudah rela nunggu kamu selama tujuh tahun. Anak-anaknya juga sudah besar dan semua ikut ibunya, kamu nggak perlu repot ngurusin mereka. Dan yang pasti hidup kamu sepenuhnya terjamin. Jangan sia-siakan calon suami potensial yang sudah Papa carikan buat kamu."

Adi mengernyit saat mendengar suara tawa Iris yang tampak meledek.

"Anda pikir saya penggila harta, Pak Adi?"

Iris beranjak berdiri dengan tatapan mencemooh.

"Maaf, tapi saya tidak membutuhkan uang dari lelaki lain. Saya bukan Anda yang terlalu mencintai uang hingga rela menggadaikan apapun."

"IRIS! JANGAN KURANG AJAR KAMU!"

Adi kembali lepas kendali. Rasanya sangat sulit menggunakan kata lembut jika sudah menyangkut tentang Iris. Putrinya yang pembangkang dan susah diatur.

IRISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang