40. Dalam Pandangan

120 18 1
                                    

Kalau dilihat-lihat sih ... sebenarnya Reki ehm ....

Reki jelas memiliki tubuh yang tinggi. Sekitar mencapai angka 185 sentimeter. Dan itu artinya memang ada perbedaan sepanjang tiga puluh sentimeter dengan Velly. Hal yang jelas membuat leher Velly sakit ketika harus bicara dengannya. Dan saking tingginya, Velly bisa saja menyematkan gelar tiang listrik untuk cowok itu. Tapi, sayangnya Reki tidak kurus. Ehm ... memang sih tidak masuk dalam kategori gemuk atau pun sedang. Kalau di mata Velly, Reki itu nyaris kurus. Sebenarnya ya tidak beda-beda jauhlah dengan proporsi tubuhnya.

Rambut cowok itu hitam lebat. Potongannya sederhana dengan belahan samping kiri. Dan cowok itu sepertinya tidak menggunakan minyak rambut. Karena beberapa kali duduk di belakang Reki, aroma yang sering dihirup oleh Velly jelas adalah aroma sampo. Mungkin karena cowok itu sudah cukup percaya diri dengan hitam, lebat, dan mengilapnya rambutnya itu.

Sejauh yang Velly perhatikan, Reki itu anaknya supel dan lincah. Tak akan jarang mata melihat bagaimana Reki yang berlarian di koridor dan lalu melompat. Hanya demi menunjukkan pada dunia kalau jari tangannya bisa menyentuh langit-langit. Reki ... jelas sekali berbeda sifatnya dengan sahabatnya, Tama, yang cenderung cool. Reki seratus persen adalah bentuk nyata dari petakilan.

Dan salah satu cabang dari bakat petakilan yang Reki miliki jelas menjurus pada cerewetnya cowok itu. Velly sih tidak heran melihat ketika saat masih kelas satu, Reki sudah bergabung dalam tim debat sekolah. Bersilat lidah, itu salah satu keahlian Reki. Yang terakhir sih waktu kelas dua. Reki memenangkan lomba debat individu. Padahal saat itu posisi Reki sebagai pihak kontra. Pihak yang sering mendapatkan serangan, tapi nyatanya Reki justru berhasil.

Lalu yang terakhir adalah paras cowok itu.

Reki memang bukan primadona sekolah. Tidak memiliki antrean fan, tapi bukan berarti ia tidak layak untuk dijadikan gandengan menuju ke pesta terdekat. Di mata Velly, yah ... lumayanlah. Reki bisa kok mepet-mepet masuk ke golongan cowok yang cakep.

"Eh?"

Velly mengerjapkan matanya. Dengan ekspresi bodoh ia menunjuk hidungnya sendiri.

"Tadi aku mikir apa? Reki cakep?"

Lantas, setelah ia menanyakan itu pada dirinya sendiri, mendadak saja ucapan Reki terngiang lagi di benaknya. Ucapan yang tempo hari membuat ia bengong dan langsung lari terbirit-birit masuk ke kelas lagi. Meninggalkan Reki yang melongo seorang diri di depan toilet.

"Apa aku emang cakep dan berperasaan?"

Velly langsung memejamkan matanya. Tak hanya itu, ia pun lantas menepuk-nepuk kedua pipinya beulang kali.

"Sadar, Vel, sadar. Jangan biarkan kegilaan Reki nular ke kamu."

Sekuat tenaga Velly berusaha mengenyahkan bayangan siang itu. Lagipula ... untuk apa ia benar-benar memikirkannya coba?

Tapi, sepertinya Velly harus mengubur niatan hatinya itu. Karena bagaimanapun juga, rasanya akan sulit melupakannya kalau Reki justru kembali menanyakan itu via pesan Whatsapp!

Ya Tuhan.

[ P. Reki F. ]

[ Vel .... ]

[ Udah berapa hari lewat, pertanyaan aku belum dijawab juga. ]

Bibir Velly mengerut. Tampak kesal. Heran. Tapi, Velly melihat bahwa Reki makin lama makin suka mengusili dirinya. Bahkan hanya lantaran perkara salah kirim pesan seperti itu bisa jadi topik nyaris seminggu.

Ibu jari Velly lantas bergerak dengan cepat. Mengirimkan balasan pesan tersebut.

[ P. Reki F. ]

Mr. & Mrs. Semak-SemakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang