17. Tentang Perasaan

136 15 0
                                    

[ P. Reki F. ]

[ Oi, Boncel. ]

[ Jalan-jalan jangan lupa beliin aku apa gitu kek. ]

Ketika taksi membawa dirinya dan Eshika meluncur menuju ke satu mall, Velly mendapati ponselnya bergetar di dalam saku. Dan setelah ia membaca pesan penyebab getar itu, seketika saja ia melongo.

Heh?

Nggak salah ngetik chat atau emang sengaja ini anak?

Tak memerhatikan bagaimana Eshika yang tampak sedikit penasaran dengan ekspresi wajah Velly yang berubah, cewek itu pun langsung membalas.

[ P. Reki F. ]

[ Udahlah Cebol, sekarang Boncel? ]

[ Terus masuk akal kamu minta dibeliin apa gitu abis ngomongin aku dengan panggilan Boncel? ]

Velly sudah ingin buru-buru memasukkan kembali ponselnya ke saku seragamnya, tapi Reki memang sangat gesit ketika membalas pesan darinya.

[ P. Reki F. ]

[ Yeee .... Gitu aja kok sewot. ]

[ Aku aja berapa hari jadi ojek pribadi kamu nggak ada tuh yang sewotin kamu. ]

[ Padahal kan aslinya kamu ngeselin, Vel. ]

[ Mana kalau diajak makan nggak ada pake acara basa-basi nolak gitu. ]

[ Langsung aja diterima. ]

[ Hahahahaha. ]

Maka setelah membaca pesan itu, sudah dipastikan bahwa Velly malah justru langsung menonaktifkan ponselnya. Tidak berniat untuk membalasnya. Lebih dari itu, ia pun lantas memasukkannya ke dalam tasnya. Di kantong terpojok yang berada di dalam sana.

"Eh? Kamu kenapa, Vel?"

Di sebelahnya, Eshika bertanya. Tampak bingung dengan ekspresi wajah Velly yang seketika berubah. Tadi gadis itu terlihat begitu semringah, eh ... hanya dalam hitungan menit yang cepat mendadak saja terlihat sebal. Seperti tengah kesal pada seseorang.

Velly menoleh. "Itu. Siapa lagi yang bisa buat orang emosi mendadak kalau bukan Reki namanya."

"Ya?" Eshika mengerjap-ngerjap. "Emosi mendadak? Reki?"

Kepala Velly mengangguk-angguk beberapa kali. "Ya kali, Esh. Kita ini masih otw ke mall coba. Dia udah yang minta dibeliin apaan gitu sama aku. Kayak yang aku itu siapanya dia aja."

Penjelasan Velly membuat Eshika mengerjap-ngerjapkan matanya lagi.

"Dan kalaupun itu bisa ditoleransi," lanjut Velly kemudian. "Maka berarti panggilan dia ke aku yang nggak bisa ditoleransi."

"Panggilan?" ulang Eshika dengan nada bertanya. "Apa?"

Velly seketika langsung mengubah posisi duduknya. Sedikit condong ke Eshika. Wajahnya langsung berubah serius dengan mata yang menyipit. Seakan meyakinkan bahwa yang ia katakan nanti bukanlah hal main-main.

"Kamu tau?"

Eshika menggeleng.

"Makanya itu aku kasih tau."

Eshika melongo.

"Jadi," lanjut Velly. "Reki itu hobi banget manggil aku dengan sebutan aneh-aneh. Kapan hari dia manggil aku Cebol. Terus Maimunah. Eh, barusan ini dia manggil aku Boncel."

Tangan Eshika langsung naik. Menutup mulutnya. Berusaha untuk mencegah kekehannya agar tidak keluar. Hal yang tentu saja membuat Velly melotot tak percaya.

Mr. & Mrs. Semak-SemakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang