Keluarga Birawa [Part 40]✔️

8K 886 91
                                    

Byur!

Seember air di siram tepat di atas wajah pria yang terlihat gelisah dalam tidurnya. Dengan cepat pria itu bangkit dari tidurnya dan melihat ke arah sekitar.

Ia mengusap wajahnya kasar kemudian menatap pelaku penyiraman dengan wajah khawatir, ia dengan cepat bergegas turun dari kasur. "Lev udah sadar? Gimana perutnya masih sakit?"

Levitra menatap heran sang Abang yang kini sedang memeriksa bagian perut dan juga dahinya. "Makanya jangan tidur sore-sore abang! Kemaren marahin Lev, sekarang abang sendiri yang begitu," sembur Levitra dengan memberikan sebuah geplakan kecil di bahu Arsya.

Arsya menghentikan aksi memeriksa bagian tubuh adiknya. "Tidur?" beo Arsya. Ia kemudian melirik ke arah jam yang berada di atas nakasnya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam.

Jadi kejadian tadi hanya mimpi? Tetapi kenapa seperti sangat nyata. Namun, setelah dipikir-pikir di dalam mimpi tadi ia terlihat sangatlah keren.

Arsya mengembangkan senyumnya saat menggingat akhir dari mimpinya, ia sudah seperti seorang mafia ataupun sejenisnya. Sedangkan Levitra yang melihat itu lantas bergidik ngeri.

"Bang, jangan kerasukan dulu. Mama sama Papa lagi di luar," bujuk Levitra seraya menggosok-gosokkan punggung Arsya dengan takut-takut. Bisa gawat jika abangnya tiba-tiba ngamuk dan minta di carikan ayam hitam.

Arsya mendelik sinis, adiknya itu memang suka mengacaukan imajinasinya.

"Bdw Lev tadi abang dimimpi keren banget," ucap Arsya dengan berbinar-binar.

Namun, dalam sekejap ia menatap Levitra dengan wajah serius sekaligus takut akan kehilangan. "Tapi abang nggak mau Lev ninggalin abang baik di dalam mimpi ataupun nyata," lirih Arsya pelan.

Entah kenapa ia sangat takut mimpinya menjadi kenyataan.

"Hei, setiap yang hidup pasti akan mati abang," ucap Levitra pelan dengan senyum tipis.

Arsya menggelengkan kepalanya pelan, kilas-kilas kejadian mimpi kembali menghantui pikirannya. "Lev janji, ya, enggak bakal ninggalin abang," ujar Arsya seraya menggangkat jari kelingkingnya.

Levitra terkekeh. "Bang, kematian enggak bisa dijanjikan."

"Pokoknya Lev enggak boleh ke mana-mana sendiri, harus sama abang," ucap Arsya tidak mau dibantah.

Levitra menggangguk kecil. "Abang juga enggak boleh ninggalin Lev," cicit Levitra pelan dengan kepala yang menunduk dalam.

Bohong jika ia tidak takut kehilangan abangnya, di tambah ia juga pernah memimpikan tentang kematian juga. Mendengar mimpi abangnya, ketakutannya semakin mendalam.

"Pokoknya kalau Lev pergi, abang ikut. Abang enggak mau sendirian."

"Lev juga sama."

Kedua adik beradik itu saling berpelukan lama sesekali mengusap air mata mereka yang jatuh. Entah kenapa mereka seperti mendapatkan firasat yang aneh.

Semoga ini semua hanya sebuah mimpi dan perasaan yang tidak ada artinya.

"Abang," panggil Levitra pelan.

"Hm."

"Abang belum mandi, ya? Bau banget."

"Iya. Lupa, ngantuk banget habis balikan sama Yash."

Levitra segera melepaskan pelukannya dari Arsya. "Lev juga punya pacar," ucap Levitra dengan senyum yang merekah.

Dahi Arsya mengkerut. "Siapa?"

Keluarga Birawa [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang