Airi mengelap keringat dari keningnya, menatap bed cover yang ia jemur di halaman belakang sambil tersenyum puas. Setiap akhir pekan, Airi tidak membuka tokonya dan ia akan membersihkan lantai dua rumahnya, mengganti sprei dan bed cover, menyedot debu, mengepel lantai, mengelap meja dan kaca rumahnya. Matahari mulai bersinar terik. Airi tersenyum lebar karena sudah menyelesaikan pekerjaannya dan ia bisa beristirahat. Mungkin, ia bisa membaca novel atau jalan-jalan ke pasar tradisional untuk membeli bahan-bahan kuenya yang akan habis.
Airi berbalik masuk ke dalam rumahnya, membersihkan diri dan mengenakan kaus v-neck pas badan dan boyfriend jeans. Ia mengikat rambutnya dengan scrunchie miliknya sendiri, sedikit mengernyit ketika melihat scrunchie kuning cerah berenda milik Lucien di meja riasnya. Benar, ia harus mengembalikan ini. Airi segera mengambil scrunchie itu, keluar dari kamarnya dan turun ke dapur sambil menyandang tas selempangnya. Airi mengambil empat bungkus biskuit cokelat yang selalu ia sisakan untuk dirinya sendiri, berjalan keluar dari rumah setelah mengunci pintu dan memastikan jika matahari bersinar cukup terik dan tidak akan hujan mendadak.
Airi segera melangkah menuju ke rumah nomor tujuh yang kini sudah memiliki palang nama besar bertuliskan Hulk Smashed di depan pintunya. Hulk Smashed masih buka di akhir pekan. Seingat Airi, Hulk Smashed hanya tutup di hari Selasa. Dari luar, Airi bisa melihat ada banyak orang yang sedang berlatih di sana. Dinding bangunan itu sebagian besar menggunakan kaca film yang tebal, tetapi masih bisa dilihat aktivitasnya secara samar-samar oleh orang dari luar. Airi melangkah maju, hendak membuka pintu ketika pintu dari kaca yang memiliki tulisan push di dekat gagangnya dibuka dari dalam.
Lucien berdiri di depan Airi. Wajahnya basah oleh keringat, begitu juga tubuhnya. Kaus tanpa lengan warna abu-abu yang dikenakannya juga nampak lengket karena dibasahi keringat. Airi mengerjap, sedikit terkejut karena wajahnya hampir bertabrakan dengan dada Lucien yang berotot. Ia mendongak, menatap wajah Lucien yang nampak datar.
"Ah, kebetulan kau keluar!" kata Airi cepat, mencoba menyelesaikan urusannya segera. "Aku kemari untuk mengembalikan scrunchiemu!"
Airi menunduk, merogoh tas selempangnya untuk mengambil scrunchie yang dipinjamkan oleh Lucien. Namun, pria itu membuka mulutnya dan bicara dengan suara datar yang kaku.
"Tidak usah dikembalikan."
Airi mendongak lagi, menatap wajah Lucien dengan mata membulat penuh tanya. Lucien membalas tatapan Airi. Mata cokelatnya yang nampak sangat kontras membuat Airi sedikit tertegun karena terpesona. Lucien jelas bukan ras kaukasian yang punya karakteristik mata berwarna cerah. Namun, mata Lucien punya warna yang sangat indah.
"Aku tidak menggunakan scrunchie itu. Untukmu saja," kata Lucien membuat Airi mengerjap, menyadari jika ia menatap mata Lucien terlalu lama.
"Ah, tapi kamu membawanya-"
"Ambil untukmu," kata Lucien dengan kaku.
Airi menatap wajah Lucien yang masih nampak datar. Ia tak mengerti jalan pikirnya. Jika tidak digunakan, kenapa membawanya ke mana-mana? Lucien balas menatap Airi, tetapi ia segera mengalihkan tatapannya.
"Ada lagi keperluanmu?" Nada bicara Lucien seolah mengusir Airi.
Airi menahan diri supaya tidak mengernyit dan memaki Lucien. "Tidak ada," ketus Airi berbalik hendak pergi.
Namun, ia menghentikan langkahnya, merogoh sebungkus biskuit cokelat di tasnta dan kembali kepada Lucien yang masih berdiri di tempatnya, di depan pintu dengan tubuh besar dan tingginya yang seolah menghalangi Airi masuk ke dalam. Airi meraih tangan Lucien yang besar dengan bulu-bulu tipis tumbuh di punggung tangan hingga lengannya. Tangan pria itu sungguhan besar, seperti titan. Juga tangannya terasa dingin. Airi mengerutkan kening sedikit, terkejut karena suhu tubuh Lucien. Bukankah kemarin suhu tubuhnya terasa tinggi saat mereka tanpa sengaja berpelkan? Atau apakah hal itu karena Lucien berdiri di depan pemanggang terlalu lama dan kepanasan? Namun, ia segera menempatkan biskuit cokelat yang ia bawa ke telapak tangan Lucien, memaksanya memegang biskuit cokelat yang ia berikan supaya tidak ia buang lagi seperti pertama mereka bertemu. Ia tidak mau repot-repot memikirkan apapun yang berhubungan dengan Lucien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake and The Grump
General FictionAiri Flair memutuskan untuk pindah ke kompleks perumahan baru yang jauh dari orangtuanya dengan tujuan untuk hidup mandiri. Siapa sangka jika keputusan pindah ke rumah baru malah membuatnya bertemu dengan Lucien McCoy yang galak dan sangar? Di perte...