Airi Flair adalah mimpi indah Lucien yang menjadi nyata.
Di hari pertama Lucien melihatnya menginjakkan kaki di Jalan Pines 10, Lucien tahu jika ia akan menghabiskan waktunya untuk memujanya. Dan selama ini, Lucien selalu memuja Airi dalam diam. Airi adalah hal terbaik yang tak akan bis Lucien gapai. Setiap hari, ia hanya bisa melihatnya tanpa bisa memilikinya.
Benar, Lucien diam-diam selalu mengamati Airi, mengamati semua hal yang ia lakukan tanpa sepengetahuannya dan selalu siap sedia menjadi pelindungnya. Caroline sampai muak dengan sikap Lucien yang pengecut, sama sekali tak berani mendekati Airi. Namun, Lucien bukannya tak berani tanpa alasan. Caroline sendiri yang memberitahunya jika Airi tidak menyukai Lucien. Bagaimana ia punya keberanian mendekati Airi jika perempuan itu tidak menyukainya?
Lucien masih ingat hari-hari di mana kening Airi berkerut ketika melihat wajahnya. Ia akan bicara kaku dan membungkuk sopan padanya seolah ia orang asing. Begitu ia memiliki kesempatan untuk mendekatinya, Lucien tidak pernah membuang waktunya. Ia melakukan semua yang ia bisa, membuat Airi tersenyum bahagia dan membuat tawanya yang merdu berdenting di telinga Lucien. Airi Flair adalah semua hal yang dapat membuat Lucien bahagia.
Cupcake buatan Airi adalah satu hal lain yang membuat Lucien bahagia. Ia akan meminta Caroline membelikan cupcake yang Airi buat untuknya, tersenyum membayangkan betapa besar usaha Airi untuk membuatnya. Tony dan Erika juga sampai muak dengan tingkah Lucien yang satu ini. Walau berkali-kali menyarankan supaya Lucien membelinya sendiri dan mencoba bicara dengan Airi, Lucien tidak pernah melakukannya sampai Caroline tidak mau lagi pergi membelikan cupcake untuknya.
Hal yang bagus, tapi juga buruk. Lucien senang bisa melihat Airi yang sedang bekerja, tetapi tersiksa karena naluri ingin memeluk tubuh Airi erat dan menciumi wajahnya gemas. Airi kelihatan sangat manis saat ia sedang bekerja. Sebenarnya, Airi kelihatan manis dalam segala hal yang ia lakukan. Ketika ia makan, atau saat ia mabuk dan tersenyum lucu. Juga saat ia mengecup pipi Lucien dengan senyum manis di wajahnya, yang membuat Lucien tidak bisa tidur semalaman dan semakin mencintai Airi seperti pungguk merindukan bulan.
Ia tersenyum, memandangi wajah Airi yang terlelap di ranjangnya. Airi tidak mengenakan apa-apa di balik selimut, bergelung nyaman dalam pelukan Lucien dan bernapas lembut seperti bayi. Lucien mengecup keningnya hati-hati supaya tak membangunkan Airi. Baru pukul empat pagi ketika Lucien tanpa sengaja bangun dan melihat wajah Airi yang nampak begitu damai. Ia seharusnya kembali tidur, tetapi memiliki Airi dalam pelukannya membuat Lucien ingin menghabiskan waktunya untuk menatap wajah Airi alih-alih tidur.
Airi bergerak pelan dalam tidurnya, membuka matanya dan menatap Lucien dengan mata setengah tertutup.
"Kamu tidak tidur?" tanyanya parau.
Lucien tersenyum, mengecup wajah Airi dua kali dan mengeratkan pelukannya. Lucien memuja semua hal yang Airi miliki, termasuk suara paraunya saat ia baru bangun tidur. Lucien menyukainya. Ia ingin mendengarnya setiap pagi dan bangun dengan melihat wajah Airi sepanjang hidupnya.
"Aku akan tidur lagi," kata Lucien lembut. "Kamu juga tidurlah."
Airi menguap kecil, membalas pelukan Lucien hangat. Lengannya yang kecil dan kulitnya yang lembut terasa hangat di tubuh Lucien. Perempuan itu menatap Lucien dengan tatapan mengantuk, memejamkan matanya sembari bicara, "bagaimana kamu bisa bersahabat dengan Caroline?"
"Aku tidak tahu. Mungkin karena kami bertetangga? Atau karena sama-sama berasal dari Puerto Rico? Caroline agak menyebalkan, tetapi hal itu tidak cukup untuk membuatku menendangnya."
Airi terkeke pelan. "Kamu tidak boleh menendang Caroline. Aku menyukainya."
"Tidak akan, Cupcake. Semua yang kamu sukai, aku akan menyukainya juga," gumam Lucien seraya mengelus rambut Airi. "Walau aku selalu jengkel pada Caroline sepanjang waktu dengan semua tingkah anehnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake and The Grump
General FictionAiri Flair memutuskan untuk pindah ke kompleks perumahan baru yang jauh dari orangtuanya dengan tujuan untuk hidup mandiri. Siapa sangka jika keputusan pindah ke rumah baru malah membuatnya bertemu dengan Lucien McCoy yang galak dan sangar? Di perte...