Airi beberapa kali menghela napas seraya mempersiapkan Flair's cookies untuk dibuka. Minggu pagi kemarin, ia bangun dengan kepala pening dan sedikit serangan jantung begitu memorinya memutar tentang yang ia lakukan semalam. Sialan. Ia mencium Lucien di pipi saat sedang mabuk. Airi menghela napas lagi dan memukul kepalanya kesal. Dasar Airi Flair bodoh! Apa yang ia lakukan?
Sudah seharian kemarin kepala Airi terasa nyeri karena pusing memikirkan bagaimana cara meminta maaf kepada Lucien dan bagaimana caranya membuat pria itu melupakan tingkah mabuknya. Apakah Airi harus menyogoknya? Selain itu, Airi terus mengutuk dirinya yang bertingkah memalukan. Hal itu sangat mengganggunya.
"Birdie!"
"Airi-chan!"
Airi berjengit terkejut ketika mendengar suara Tony dan Erika yang bersamaan masuk ke dalam Flair's Cookies. Airi segera memasang senyumnya dan menatap keduanya dengan sedikit gugup. "Oh, apa hari ini cheat day?" tanya Airi.
Erika menyeringai lebar. "Aku mau cheesecake dan macaroni!" kata Erika.
"Seperti biasa, aku akan memilih biskuit cokelat!" Tony tersenyum.
Airi mengangguk, segera menyiapkan karton dan paper bag untuk membungkus pesanan keduanya.
"Oh, ngomong-ngomong kau pergi dengan Lucien ke pesta rakyat?" tanya Tony dengan wajah penasaran.
Airi menelan ludah, melirik Tony dengan perasaan was-was. "Ya, kami pergi bersama karena Carol dan Joseph menghindariku."
"Ah, kalian kencan?" tanya Erika sumringah.
Airi hampir memerah dan menggeleng cepat. "Kenapa aku mengencaninya? Ia tidak menyukaiku," jawab Airi cepat dengan nada sedikit defensif.
Tony tertawa. "Itu kan menurutmu!"
"Benar, Lucien tidak membencimu kok!" tambah Erika. "Jika membencimu, ia tidak akan mau menemanimu ke pesta rakyat!"
Airi hanya meringis, memasang wajah masam dan tidak membalas. Tony dan Erika saling melirik, lalu menatap Airi yang masih membungkus kue mereka.
"Setelah sempat bicara dengan Lucien dengan mengesampingkan rasa bencimu, menurutmu, bagaimana dia?" tanya Erika menatap Airi dengan tatapan ingin tahu.
Airi menatap wajah Erika dengan tatapan sedikit terkejut dan goyah, beralih pada Tony yang ikut memasang wajah ingin tahu. Ia menelan ludah dan mendengkus. "Memangnya itu penting?"
"Oh, ayolah!" rengek Tony.
Airi menggigit bagian dalam pipinya, mengulum bibirnya sambil memikirkan bagaimana pandangannya kepada Lucien dengan mengesampingkan semua rasa tak sukanya. Pertama-tama, Lucien tampan. Hal itu tidak dapat dibantah atau diganggu gugat. De facto! Airi tidak akan bisa membantahnya mau sebenci apapun dirinya. Lalu yang kedua, Lucien punya tubuh yang besar dan bagus. Airi pikir, ia cukup berguna saat menemaninya. Ia melindungi Airi dan bahkan mau repot-repot menggendong Airi di punggungnya dari balai kota ke rumah. Uh, Airi pikir ia akan memerah lagi. Airi menarik napas, sambil memikirkan poin ketiga. Apa ya poin ketiganya? Yah, Lucien cukup baik dan pengertian. Sikapnya selama mereka berkeliling di balai kota menunjukkan semuanya. Airi jadi bertanya-tanya pada dirinya sendiri sekarang, apakah ia membenci Lucien atau hanya tidak menyukainya karena kesan pertamanya. Namun, Airi ingin tetap teguh pada pendiriannya. Ia tidak membenci Lucien sekarang, tetapi ia akan tetap tidak menyukainya!
"Ia ... tidak seburuk yang kukira," gumam Airi lirih membuat Erika dan Tony saling melirik lagi dan menyeringai lebar. "Apa? Mengapa memasang wajah aneh begitu?"
"Tidak ada," kata Erika setengah bersenandung. "Kami senang melihat kalian mulai akur."
"Yah, aku sedikit kesal juga melihatmu menghindarinya karena kau sangat membencinya." Tony tersenyum aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake and The Grump
General FictionAiri Flair memutuskan untuk pindah ke kompleks perumahan baru yang jauh dari orangtuanya dengan tujuan untuk hidup mandiri. Siapa sangka jika keputusan pindah ke rumah baru malah membuatnya bertemu dengan Lucien McCoy yang galak dan sangar? Di perte...