Cupcake and The Grump - 9

1.3K 142 1
                                    

Udara pagi di Beston terasa lebih dingin dari pada kemarin. Airi sedikit menggigil dalam tidurnya, bergerak mencari kehangatan dan merasakan sepasang tangan mendekap tubuhnya erat. Masih merasa kedinginan, Airi melingkarkan tangannya pada tubuh seseorang di sebelahnya. Ia masih belum ingin bangun.

Airi kembali terbangun, mungkin sekitar tiga puluh menit setelahnya karena cahaya matahari yang menyelinap masuk lewat tirai-tirai jendela. Ia mengerang pelan, mengeratkan pelukannya pada gulung- bukan guling, tubuh seseorang. Airi masih setengah tertidur, tetapi kehangatan tubuh orang yang ia dekap membuatnya merasa malas bangun. Tubuhnya terasa besar, kencang dan berotot. Airi sedikit tidak menyukai perasaan mendekap tubuhnya karena otot-ototnya terlalu keras dan tak enak dipeluk.

"Cupcake?"

Airi mengerutkan keningnya kala ia mendengar suara parau Lucien. Sepertinya, ia masih bermimpi.

"Cupcake, tidak mau bangun?"

Airi membuka matanya paksa. Otaknya seketika teringat jika semalam ia dan Lucien ... Airi menatap Lucien dengan mata terbuka dan tertutup berkali-kali, berusaha bangun karena ia masih mengantuk. Ia mendongak, menangkap visual Lucien yang nampak seksi dan tampan. Tangannya masih melingkar di tubuh Lucien. Begitu juga dengan tangan Lucien yang masih mendekap Airi erat.

"Selamat pagi, Cupcake," bisiknya lembut sambil mengecup kening Airi. "Masih lelah? Ada yang sakit?"

Airi mengerjap beberapa kali, tertegun memandangi Lucien di depannya. Tangannya yang biasa terasa dingin kini terasa begitu hangat. Tubuhnya juga membantu Airi merasa lebih hangat. Dan, mereka masih telanjang, hanya ditutupi selimut hotel yang tak terlalu tebal. Lagi, ingatan tentang Lucien yang menghajarnya semalam kembali terputar di benak Airi.

Mereka tidak langsung selesai begitu saja di kolam pemandian air panas. Lucien membawanya pergi untuk makan malam dan beristirahat sebentar. Airi sudah bersiap tidur saat Lucien merayap naik ke atas tubuhnya, mencium bibirnya lembut dan melucuti satu per satu pakaiannya. Ia ingat mereka baru tidur ketika lewat tengah malam. Lucien menguras habis seluruh tenaganya.

"Aku masih hidup," gumam Airi pelan membuat Lucien mengangkat sudut bibirnya dan menatapnya jenaka.

"Aku tidak mungkin membunuhmu, Cupcake," balas Lucien sambil mengecup kening Airi lagi. "Aku ingin kamu tetap tidur, tetapi kamu juga harus sarapan."

"Benar," bisik Airi pelan. "Aku lapar."

Lucien tertawa, beranjak bangun lebih dulu untuk mengenakan pakaiannya. Sementara, Airi menatapnya yang mengambil pakaian mereka di lantai dengan lekat, mengamati setiap gerakan Lucien dan juga tubuhnya. Airi merona. Semalaman, ia hampir tidak berhenti melenguhkan nama Lucien. Pria itu juga melakukan hal yang sama, berkali-kali membuat Airi hampir kehilangan akal. Namun, Airi merasa lebih baik hari ini.

Airi beranjak bangun untuk duduk di atas ranjang, tetapi ia terkesiap sendiri karena terkejut akan rasa nyeri dari selangkangannya. Ia hampir tidak bisa duduk tanpa mengabaikan rasa perih dan linu di area itu. Lucien memutar kepalanya kepada Airi dengan cepat begitu mendengar suara Airi yang terkesiap. Ia baru mengenakan celananya dan tanpa melanjutkan kegiatannya, ia bergerak mendekat kepada Airi untuk memeriksanya.

"Sakit?" tanya Lucien lembut, tetapi dengan nada khawatir. Airi menggeleng kecil, tetapi Lucien mengerutkan keningnya. "Kamu tidak bisa duduk."

"Aku bisa," kata Airi cepat. "Ayo sarapan, aku lapar." Lucien masih menatapnya dengan kening berkerut. "Aku baik-baik saja. Biarkan aku menggosok gigi sebentar sebelum sarapan."

Airi menurunkan kakinya dari ranjang, mencoba berdiri tetapi ia terkejut sendiri ketika kakinya menolak untuk menopang tubuhnya. Bokongnya mendarat di kasur yang empuk, membuat rasa tak nyaman di area selangkangannya menjadi terasa lebih jelas dan tajam. Airi menutup mulut untuk menahan erangannya, tetapi ia malah membuat suara aneh yang tertahan di tenggorokannya. Lucien meraih pakaian Airi, berlutut di hadapan Airi yang masih tak terbalut sehelai pakaian pun dan menatapnya khawatir.

Cupcake and The GrumpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang