"Airi!"
Airi sedikit berjengit ketika mendengar pekikan Caroline. Sambil menyandang dua tas, satu tas kecil dan satu tas besar yang berisi barang bawaannya, Airi melangkah menuju Caroline. Di belakang Caroline, ada dua mobil warna merah dan hitam. Mobil yang merah tidak memiliki kap, sehingga ketika berkendara, penumpangnya bisa merasakan sinar matahari dan angin langsung. Sementara, mobil yang hitam berukuran agak besar dan tinggi, dengan ban besar yang Airi tahu pasti sangat mahal. Lucien muncul dari balik mobil hitam, mendekat pada Airi untuk membantunya membawa tas.
"Caroline hampir menyeretmu karena berpikir kamu tidak pergi," kata Lucien membuat Airi tertawa.
"Untung saja aku tidak terlambat," balasnya.
Lucien hanya tersenyum tipis, meraih tas besar yang berisi barang bawaan Airi dan meletakkannya ke dalam mobilnya. Sementara, Airi menghentikan langkahnya di depan Caroline, melirik mobil merah yang sudah diisi oleh Joseph sebagai sopir, Tony dan Erika di bangku penumpang belakang dan bangku penumpang depan yang masih kosong. Airi bisa menebak jika Caroline akan duduk disebelah Joseph.
"Mana barang bawaan kalian?" tanya Airi dengan wajah bingung ketika melihat mobil yang Joseph kendarai (yang memang merupkan mobilnya) nampak lengang, tanpa barang bawaan.
"Di mobil Lucien," jawab Caroline sambil tersenyum lebar tanpa dosa.
Airi melirik mobil Lucien sejenak, mendapati jika bagian belakang mobilnya diisi lima tas berisi barang bawaan mereka semua. Caroline tersenyum, menyentuh bahu Airi dengan tatapan berbinar-binar. "Kau akan satu mobil dengan Lucien."
Airi mengerjap, sedikit terkejut. Ia tidak masalah jika harus satu mobil dengan Lucien. Lagi pula, ia sudah cukup dekat dengan pria itu. Masalahnya adalah, Airi merasakan akhir-akhir ini Airi merasa bertingkah sedikit aneh jika berhadapan langsung dengan Lucien. Dan ia sedang berusaha menghalau perasaan aneh itu supaya mereka tidak menjadi canggung. Airi menyadarinya sejak mereka pulang jogging beberapa malam lau dan saat Lucien datang ke rumahnya untuk makan malam bersama.
Ia masih ingat hari itu Lucien mengenakan kaus hitam polos dengan celana pendek selutut. Rambutnya masih sedikit basah dan dibiarkan terurai. Aroma sabun dan shampo Lucien hari itu benar-benar wangi sampai Airi merasa sesak napas. Dadanya terus berdesir, bereaksi sendiri dengan setiap sikap Lucien tanpa diminta dan Airi menemukan dirinya bersikap bodoh. Untungnya, Lucien tidak menyadarinya.
Airi menatap Caroline yang masih tersenyum lebar, mencoba membuka mulut untuk mengajaknya bertukar mobil, tetapi Caroline sudah memotong. "Cobalah lebih akur lagi dengan Lucien. Kalian akan tidur sekamar di penginapan nanti."
"Apa?" Airi membulatkan matanya, sementara Caroline sudah beranjak naik ke mobil merah sambil mengedipkan mata.
"Jangan bertengkar ya!" ujarnya sebelum meminta Joseph untuk melajukan mobilnya duluan.
Airi membuka dan menutup mulutnya, ingin berteriak memaki Caroline, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Sementara Lucien yang baru selesai menutup pintu belakang mobilnya melirik Airi sejenak. "Ayo, masuk. Perjalanannya memakan waktu dua jam."
Lucien, seperti biasanya kelihatan tampan. Ia mengenakan kaus lengan panjang yang agak longgar berwarna cokelat tua dengan gambar abstrak di dadanya, juga celana jeans panjang dan sepatu warna krem yang nampak nyaman. Rambutnya diikat satu seperti biasa. Airi hampir tidak bisa membalas ucapan Lucien karena matanya terlalu sibuk mengagumi ketampanan Lucien.
"O-oh? Iya!" balas Airi sedikit terbata dan naik ke mobil.
Ia duduk di sebelah Lucien yang mengemudi. Ketika Airi masuk ke dalam mobil Lucien, ia bisa mencium parfum mobil yang aromanya seperti parfum laki-laki. Tidak taja, dan hanya tercium samar-samar. Interior mobil Lucien kelihatan mewah. Jok kursinya berasal dari bahan kulit warna hitam, dengan karpet mobil berwarna senada. Lalu di bagian kaca, Airi melihat foto orangtua Lucien lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake and The Grump
General FictionAiri Flair memutuskan untuk pindah ke kompleks perumahan baru yang jauh dari orangtuanya dengan tujuan untuk hidup mandiri. Siapa sangka jika keputusan pindah ke rumah baru malah membuatnya bertemu dengan Lucien McCoy yang galak dan sangar? Di perte...