Bagian 2: ARAY

215 20 40
                                    

Kapal kontainer besar dengan lambang ARAY berlayar diatas samudra menghabiskan cukup banyak ruang disana. Kapal besar tersebut dengan mudahnya keluar-masuk dari satu negara ke negara lain untuk mengantarkan ribuan peti kemas seperti kapal besar lainnya.

Tetapi tanpa seorangpun tahu. Selain para pekerja, namun ada penduduk lain yang lebih kecil, yang lebih sering menetap di ruangannya daripada keliling kapal untuk menghitung jumlah barang.

Diruangan tersebut. Setiap anak berlalu-lalang, satu-dua bergabung dalam kelompok, mereka sibuk beraktivitas seperti biasa seolah tempat ini adalah rumah mereka.

Melipat pakaian, menjemur pakaian dekat jendela, mengerjakan pekerjaan rumah lain. Bahkan tidak sedikit yang memilih berleha-leha di karpet dan kursi untuk membaca dan menonton televisi kecil yang hanya ada satu diruangan itu. Semuanya harus berbagi demi hidup rukun.

Waktu menunjukkan pukul 07.15.

Pintu besar itu akhirnya terbuka setelah terakhir kali. Seorang pekerja membawa ballpoint, mengetuk-ngetuk pada papan yang ia bawa.

"Waktunya sarapan. Bergegas!" ucapnya setengah berteriak.

Seluruh anak otomatis bangkit. Membuat barisan menuju pintu tersebut.

Lucanne menatap satu-persatu dari mereka yang bergegas. Ia tak sengaja menangkap anak-anak yang wajahnya pernah di kenalkan oleh Leone. Si rambut coklat dan adiknya.

"Ayoo!" Ia terperangah. Seseorang menarik kerasnya, menyeret untuk berbaris. Dia Leone.

"Kita akan kemana?"

"Kemana lagi. Kau dengar orang itu ngomong apa tadi? Sarapan. Tidak mungkin kami semua akan hidup lama di kapal ini jika tidak makan, kan?" tuturnya dengan mudah menyela antrean. Ia mendorong anak yang lebih kecil untuk menjauh, ia mempersilahkanku untuk ikut berdiri disana.

Rombongan bergerak, keluar dari kamar, melewati lorong panjang yang minim pencahayaan dengan teratur bersama satu-dua pekerja dewasa yang berlalu-lalang, seolah kegiatan ini adalah hal biasa disana.

Mereka tiba diruangan yang lebih besar lagi. Disinilah tempat para pekerja kapal dan anak-anak bertemu.

Puluhan kursi makan panjang menjajar di lantai luas ruangan. Barisan anak tertib mengambil bagian masing-masing dengan antrian panjang. Mengambil nampan, mengambil nasi, makanan dan pergi ke meja kosong. Simpel.

Dia berbisik pada Lucanne di belakang tubuhnya. "Kau tahu, satu-satunya hal bagus dikapal ini adalah saat waktu makan,"  ucap Leone menyeringai kecil. Nampannya sudah terisi penuh makanan, porsinya lebih besar dari kebanyakan anak. Dia pergi menjauh darinya, pergi ke meja yang paling pojok, mengusir beberapa anak lain yang lebih dulu menempatinya, dan anehnya mereka sangat patuh adanya.

Lucanne tak mengikuti aksi Leone yang memilih duduk dengan cara menindas orang. Mungkin itu kursi favorit, karena itu dia melakukannya.

Tetapi Lucanne tidak akan melakukan itu, ia menduduki kursi yang kosong didekat anak-anak tak tidak mengenalnya. Mereka fokus makan, tak akan ada yang peduli satu sama lain.

Matanya tak berhenti menatap satu-persatu anak-anak dimeja itu. Mereka sangat lahap, bahkan porsi makannya sangat jauh dari porsi anak biasa, walau begitu Leone masih lebih banyak dari itu.

Anak berambut keriting disampingnya menyadari kegelisahan Lucanne. Ia menatapnya yang memasukan tumisan kedalam mulut.

"Apa yang kau cari?"

Lucanne menoleh. Tak langsung menjawab. Sebelah alis anak berambut keriting itu terangkat. Tersenyum miring.

"Makanlah sepuasnya, kau tidak akan rugi menghabiskan sepuluh tangkai brokoli disini." Ia tertawa. "Oh ya, dan ingat. Ini tidak gratis,"

The Between Him (2) [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang