Bagian 6: Dongeng malam hari

27 7 10
                                    

⚠️WARNING⚠️
TYPO BERTEBARAN, HARAP KOMEN SAAT MENEMUKAN TYPO

Happy reading

***

Seperti biasa, sesuai jadwal yang perlakuan. Sekarang sudah saatnya anak-anak muda berlatih bela diri di lapangan tanah di lapangan belakang. Puluhan anak duduk berbaris dengan setengah telanjang sementara teman mereka di tengah lapangan sedang berlatih tinju dengan guru.

Belasan anak berhasil dia kalahkan. Dibanting, di tinju—diperut, wajah dan bahkan kakinya ditendang, hingga muncul cedera di seluruh tubuh.

Anak itu meringis saat punggungnya terbanting ketanah dengan ngilu menyebabkan rasa sakit di sekujur tubuh.

Anak-anak dibarisan depan bergidik ngeri, separuh tidak peduli menunggu giliran.

“Selanjutnya!” teriak guru.

Anak yang terjatuh tadi ditarik dua anak remaja setengah telanjang ke pinggir lapangan. Mereka di biarkan begitu saja sampai merasa luka mereka lebih baik sendiri.

Tidak ada yang peduli disini. Semuanya hanya mengandalkan diri mereka sendiri. Sakit atau luka? Silahkan tangani sendiri diruangan kesehatan. Itupun merawat lukanya sendiri, mau separah apapun. Bahkan termasuk jika ia sedang sekarat karena kehabisan darah. Dia akan mati jika dia tidak bisa mengobati dirinya sendiri.

Aiden maju. Anak laki-laki berambut cokelat muda itu mengambil kuda-kuda dihadapan guru. Berteriak saat ia mengayunkan tendangan dengan tenaga yang dia mampu.

Bruk!

Guru menepis tendangan itu, justru ia memberi tendangan lain dengan teknik balas menyerang. Tendangan itu berhasil dia tepis dan justru membuat Aiden terjatuh ke tanah.

“SHAP, PAYAH!!” teriak guru memaki.

Dua remaja lain mengangkat Aiden, menariknya ketepi. Memberi ruang untuk guru melawan murid selanjutnya.

Aiden terduduk ditanah. Ia menyentuh pundaknya yang terasa nyeri. Bahkan bukan hanya pundak, seluruh tulangnya terasa sakit. Tendangan guru memang tidak seberapa, tetapi kecepatan tinggi yang diciptakan guru membuat tubuhnya menghantam tanah dengan sangat keras. Itu berhasil membuat semua tulangnya terasa remuk.

“HIAAA!” murid lainnya yang mendapat giliran bersorak. Ia bertanding lebih baik dari Aiden. Anak itu bertahan cukup lama di hadapan guru.

Dia menarik seluruh perhatian kepenjuru. Bahkan ia membuat pandangan bertemu dengan Lucanne—si anak berambut hitam tebal itu yang juga sedang menatap kearahnya.

Maniak anak itu yang tajam selalu membuat orang merasa dia adalah anak yang kasar dan angkuh. Padahal matanya memang seperti itu.

Ia mengalihkan perhatian kearah lain. Bola matanya melebar, melihat seorang anak perempuan di koridor yang tak jauh dari sana. Anak itu membungkuk di lantai, berjalan mundur sambil menarik kain basah dilantai—mengepel dengan seember air cairan pembersih disampingnya.

The Between Him (2) [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang