Koridor gedung sekolah menegah ramai. Jam ujian berkumandang selama hampir tiga puluh detik. Ssmua remaja segera meninggalkan ruang ujian setelah mematikan perangkat komputer untuk pergi ke kantin sebelum antrean semakin panjang.
Sesuai dengan harapan. Antrean sudah ramai, anak-anak kecil dn remaja bercampur dibarisan. Meja-meja besi panjang sudah terisi oleh kebanyakan anak dengan seragam berwarna serupa. Hanya saja yang membedakan anak-anak kecil dan remaja itu adalah celana dan modelnya.
Model seragam sekolah dasar bercelana pendek dengan jas tanpa lengan, sementara untuk remaja menengah pertama celana panjang dan almamater tanpa lengan berbahan rajut dan terakhir untuk remaja menengah atas celana panjang dan jas almamater lengan panjang.
Setelah sekolah dan makan siang ada yang memilih langsung kembali keasrama untuk berganti pakaian untuk pergi bekerja. Dan ada yang pergi kelapangan dengan seragam untuk memenuhi jadwal praktek hari ketiga ujian. Praktek panahan.
"Kau sudah lama berlatih. Kau pasti mudah menguasainya," ucap anak berambut blonde kepada anak berkulit cokelat, temannya.
Masing-masing anak sudah dibekali anak panah dibelakang punggung mereka. Mereka mengantri untuk menunggu giliran setelah anak-anak kelas tiga dan dua selesai.
Lucanne bergabung ke anteran. Ia meletakan tasnya dipojokan, sudah berganti baju olahraga di ruang ganti. Ia memandang semua teman-teman kelasnya. Tetapi tidak menemukan beberapa orang.
"Dimana Aiden?" ia bertanya pada dua anak bersahabat itu.
"Kami belum melihatnya sejak makan siang tadi. Entahlah," kata si kulit gelap diangguki temannya.
Lucanne membalikkan badan, tidak mengucapkan apapun ataupun sekadar terima kasih. Ia mengambil busur dan anak panah miliknya di loker.
Puluhan menit sudah berlalu. Giliran anak kelas satu sudah tiba. Lucanne akhirnya mendapat giliran, dia bersama empat lawan lain berdiri beberapa meter dari sasaran. Berbeda saat latihan di hari biasa yang berletak di lapangan panas dan gersang. Khusus untuk ujian, praktek panahan di lakukan di gor besar sekolah yang memiliki fasilitas lengkap dan tentu saja dilengkapi pemanas dan pendingin ruangan yang otomatis bekerja dengan cuaca diluar.
Aiden melewatkan gilirannya. Anak itu tidak datang ke tes panahannya. Guru dan anak-anak lain tidak mengambil pusing selama ank itu bolos kelas. Guru dengan mudah mencoretnya dari daftar dan lanjut ke siswa lain setelahnya.
Lucanne berdiri dengan posisi siap dengan anak panah yang mengarah kedepan. Ia menarik busur, mengambil kuda-kuda sebelum pelatih meniup peluit untuk memulai.
Dimana Aiden, memenuhi pikirannya.
PRITTT
Lima anak laki-laki di posisi siap bersamaan menarik tali busur mereka. Lima buah anak panah melesat diudara, dalam dua detik sudah berhasil menancam sempurna di bulatan sasaran.
"Perfect!"
Semua orang yang ada disana memekik termasuk dua pembina yang mengajar dua kelas yang tersisa disana. Anak-anak dibelakang Lucanne melotot, dibelakang punggungnya menatap tidak percaya sasaran.
Itu point terbaik! Lucanne berhasil mencetak skor terbaik selama ujian semester ini.
Pembina kelas satu segera mencatat nilai Lucanne tanpa melamun lebih lama di papan cokelat yang ia genggam. Pembina dan siswa kelas lain kembali menarik fokus, mengambil giliran mereka di lapangan panah sebelah dengan menarik seluruh fokus yang ia memiliki untuk mengalahkan Lucanne.
***
Gelak tawa anak-anak remaja menggema di ruangan ganti gedung kolam renang. Hari sudah menjelang gelap, dan langit sudah berubah jingga keungguan. Semua gedung olahraga sudah sepi, gedung olahraga, gedung GYM, dan gedung kolam renang yang sudah mematikan lampunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Between Him (2) [HIATUS]
Action"Kalian akan segera keluar dari penjara ini. Tenang saja," bisiknya kepada Max. Untuk menjadi seorang anggota Crost Herschel bukan hanya semata-mata karena Lucanne memiliki koneksi dari kakeknya. Ia bahkan melalui perjalanan panjang untuk sampai ke...