Bagian 12: Memar dan lumpur

11 2 0
                                    

Hari ini matahari bersinar, waktu yang baik untuk menjemur sarung tidur. Gadis kecil dengan dress cokelat gelap itu datang dari dalam membawakan jepitan baju. Dia meletakannya dibawah.

“Heh kau! Bawa itu kemari!”

Gadis bertopi rotan itu patuh. Menarik kembali, membawanya pada staff wanita. Dia mengangkat ember kecil berisi setumpuk gepitan baju anti angin.

Wanita itu mengibaskan kain setengah basah. Ia mengambil gepitnya dari Iran, menjepitkan diatas kain pada tali. Seperti itu sampai semua kain dalam baskom habis.

“Heh bocah! Aku juga mau!”

Wanita lainnya datang membawa banyak kain basah dalam baskom besar. Iran berlari kecil membuntuti. Setia mengangkat tangan kecilnya.

Matahari semakin naik. Dan walau wajahnya terlindungi, tetapi topi rotan tidak membuat rambutnya kering justru semakin lepek hingga anak-anak rambut menempel dipelipis, tidak lupa dengan bonus keringat disekitaran telinga dan leher.

“Iran, ada yang mencarimu!”

Gadis kecil itu menoleh. Senyum dia merekah, itu pasti sang kakak. Menatap wanita dihadapannya dan kedalam ruangan gantian.

“Sudah waktunya makan siang?!” wanita dihadapan dia berteriak pada rekannya didalam.

“Ya!”

“Baiklah. Kau jangan dulu pergi sampai ini semua habis!” Senyum Iran memudar. Tertunduk, tapi tangannya masih dalam posisi tegak diudara.

Aiden diam didepan pintu ruang cuci. Menunggu. Beberapa staff keluar, pergi ke kantin khusus pekerja. Aiden celingak-celinguk mencari sang adik dibalik tubuh-tubuh tinggi para wanita wajah berbintik.

“Kamu melihat adikku?” ia berinisiatif bertanya mengejar rombongan wanita.

“Tidak!” jawab salah satu wanita tegas. Dia memutar bola mata jengah.

Judes sekali.

Aiden berlari kembali kedepan pintu terbuka lebar. Dari dalam gelap sekali, tapi ada penerangan dari pintu lain di sebrang dinding.

Aiden melangkah ragu, masuk. Didalam, pencahayaan lebih baik, ruangan lebih cerah dari pada dilihat dari luar. Aiden bergerak pelan masuk. Semua para pekerja sudah pergi.

“Pergilah!!” bentak wanita dari pintu belakang. Aiden menoleh tertarik. Mendekati.

Dari balik dinding persembunyiannya, ia melihat Iran yang bangun dari duduknya diatas tanah gundul. Dressnya kotor. Dia terjatuh.

Iran menyeka pipinya hingga terdapat kotoran tanah disana. Dia membalikkan badan pergi meninggalkan wanita itu dan seorang pria dewasa ditengah jemuran.

Dia yang ditahan kini terang-terangan diusir pergi. Tapi itu baik. Iran tidak mengerti apa yang dilakukan, dua orang dewasa disana, ditempat sepi berdua saja.

Aiden membungkuk. Membuka kedua tangan saat Iran menyadari kehadirannya.

Gadis itu melesat kedalam dekapan dia. Tersenyum kecil—nyaris tidak terlihat.

“Kau sudah lapar?”

Iran mengangguk, satu kali.

“Bagus. Ayo..” masih menggunakan seragam hari ini. Aiden dari kelas langsung melenggang pergi menjemput sang adik. Tidak ingin lalai seperti terakhir kali.

Aiden kembali mengantarkan Iran selepas makan malam. Ia berjongkok disamping sang adik. Mengenakan kembali topi dia di puncak kepala Iran.

The Between Him (2) [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang