Victim.

7 1 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.....

Bagaimana caranya memutuskan salah dan benar?

Kau korban atau pelakunya, semua itu tidak penting dimasa kini. Selalu ada pro dan kontra, selalu ada tim yes dan tim no, dan akan selalu ada yang menjadi penghujat di tengah pembela.

Lalu mau bilang apa? Inilah kenyataan.

Aku, wanita yang setelah di duakan kemudian dicampakkan, lalu harus dituduh pula sebagai si "jalang" yang menyebabkan semua ini terjadi. Dan pria itu, si brengsek yang melatar belakangi semua hal ini terjadi, hidup dengan bahagia disisi pujaan hatinya, seorang wanita muda dan cantik yang menjadi alasan mengapa aku disisihkan.

Namun siapa yang ingin membelaku?

Keluargannya yang dulu semasa kami berpacaran mendukungku mati-matian dan bermulut manis, kini dengan terang-terangan membanggakan si 'selingkuhan' yang kini telah resmi menjadi seorang istri.

Bahkan teman-temanku yang menghiburku saat menangis, diam-diam dibelakangku berbisik satu sama lain: "Wajar saja! Cewek itu jauh lebih cantik! Lihat saja baju yang dia pakai hari ini! Norak! "
Ya, begitulah. Bermuka dua. Dimasa kini, hampir mustahil untuk menemukan manusia yang tidak memiliki lidah bercabang.

Terserahlah, wanita yang terluka ini bisa mengatasi semuanya sendirian.

Dengan cepat aku berbaur dengan dunia lajang yang bahagia. Jatuh cinta dan berpisah. Kepelukan satu dan kedekapan yang lainnya. Memerankan banyak lakon dengan menyesuaikan topeng yang sesuai. Hingga akhirnya aku sembuh. Menjadi gadis bahagia. Yang mandiri, dan cantik.

Namun apakah aku sudah sembuh?

Aku bisa mengatakan aku tidak lagi marah. Lagi pula siapa yang bisa mengganggu gugat jodoh seseorang. Terlepas dari bagaimana mereka saling bertemu, toh merekalah nama yang ditakdirkan satu sama lain. Dan aku tetaplah figuran dalam cerita orang lain. Namun apakah aku benar-benar tidak membenci mereka diam-diam?

Coba ingat kembali peristiwa patah hati itu. Si pria yang mati-matian membela si wanita yang memasang wajah naif tidak mengerti apapun. Seolah dia hanyalah gadis lugu yang tiba-tiba berada diantara hubungan orang lain.

Kamu harus tahu kalimat lugunya saat ku tanyai: "Aku ngak tahu kalau kaka pacarnya! ", " Jadi kakak pacarnya? ", atau kalimatnya yang penuh dengan drama " Aku ngak ada niat kok sama dia kak! Aku ngerti perasaan kakak! ".

Dan kini mereka menikah juga. Si munafik itu memainkan peran anak lugu pulang mengaji.

Lalu apa katanya kemudian, saat akhirnya dengan terang-terangan mereka mengakui hubungannya kebuplik: " Masih kalah jauhlah yang dulu! " Serunya dengan leher terangkat sambil berkendara dengan mobil baru pria itu.

Betapa lucunya mahkluk bernama manusia.

Kini, sudah dua tahun berjalan. Masa lalu itu kuhapus pelan-pelan. Membiarkan diri didewasakan oleh penghianatan dan kekecewaan.
Beberapa temanku masih sering bertanya, apakah aku sudah benar-benar sembuh? Jawabanku adalah iya. Aku tidak lagi merasa sakit. Dan kejadian itu sudah bisa kutertawakan, jika tidak sengaja teringat.

Salah satu temanku gatal bertanya, "Kamu trauma gak sih, Ris?"

Aku tersenyum bijak, "Itu pelajaran buat gue, Na. "

"Lo pura-pura kuat aja, kan? Delapan tahun dengan akhir seburuk itu, kalo bukan gila berarti ellu supper hero bisa sembuh total hanya dalam waktu dua tahun." Erna menggeleng kuat-kuat. Menyangsikan pernyataanku yang seperti legenda kuno baginya.

"Ini kenyataannya, Na. Gue lebih ke ikhlas dan ngerti aja sih. Takdir itu milik Tuhan." Kataku ringan sembari menyesap jus alpukat yang sejak tadi ku diamkan.

"Ellu maafin mereka?" Erna memasang wajah tidak percaya terang-terangan.

"Lebih tepatnya, gue gak berhak marah. Justru cewek itu lebih berhak sekarang. Dia istrinya. "

"Kita semua tau, dia selingkuhan! " Serunya emosional.

"Dan gue masa lalu yang gak berhak marah, kan?! " Aku tertawa.

Temanku hanya geleng-geleng kepala. Tidak puas dengan jawabanku. Aku tertawa keras lebih keras.

......

Pukul 02.00. Dini hari. Aku terbangun gelisah. Mimpi buruk.

Aku melihatnya lagi. Bermesraan dengan si jalang itu. Tertawa dan bahagia. Menatapku kasihan.

Aku memeluk diri sendiri. Menyembunyikan wajah di balik selimut. Menenangkan diri sendiri.

"Gak apa-apa. Mereka tahu mereka salah. Mereka tahu mereka nyakitin kamu. Tapi mereka tahu, mereka berhak bahagia. Gak apa-apa... " Suaraku lirih sambil menepuk pundakku lembut.

Mungkin memang benar, aku trauma.

Mungkin harus ku akui saja, di balik lukaku yang kering, ada rongga luas yang tidak mampu sembuh seperti semula lagi.

Aku hanya mengiklaskannya saja, namun jauh di lubuk hatiku, ia menyimpan peristiwanya lekat-lekat. Menghapal setiap ngilu dan lebam yang diterimanya dari peristiwa naas itu.

Mungkin benar, aku belum memaafkan mereka. Sebab diam-diam ku harapakan mala petaka menimpa nasibnya.

.....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Setia itu, Mitos!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang