18. Rindu

1.9K 210 10
                                    

Malam ini, hujan kembali menyapa.

Bersama dengan bertamunya suasana dingin yang membuat hati menjadi rindu akan pelukan hangat orang yang dicinta.

Sepi dan sunyi.

Aku sendiri dalam ruangan sempit dengan pintu yang terbuat dari besi.

Tubuh kurus yang semakin hari semakin tak terurus, tidak aku pedulikan.

Air mata yang setiap hari, setiap malam bahkan setiap detik turun membasahi wajah ini seolah sudah menjadi teman akrab setiap hari.

Mulut yang tak pernah berhenti memanjatkan doa disertai dengan untaian kata-kata kerinduan tidak pernah berhenti keluar.

Andai, diberi satu kesempatan dari Tuhan. Aku hanya ingin bertemu denganmu.

Memeluk erat, mencium dengan begitu lama, menyampaikan rinduku yang rasanya sudah tak sanggup untuk ku pendam sendirian.

Tangan kanan Jaehyun kembali mencoret-coret dalam sebuah buku tulis yang ia jadikan sebagai buku hariannya. Menuangkan semua keluh kesah, bercerita tentang apa saja serta kerinduannya kepada keluarga terutama anak dan istrinya.

"Tuhan tidak akan membebani kamu lebih dari batas kemampuannya," ucap Jaehyun bersamaan dengan setetes air mata kembali mengalir membasahi pipi. Menahan mati-matian agar tangisnya tak menimbulkan suara tetapi nyatanya ia tak bisa.

Satu isakan berhasil lolos dari bibir Jaehyun, dadanya sakit dan nyeri ketika perasaan rindu ini kembali datang menghampiri untuk kesekian kali.

Berusaha kuat seolah semuanya akan baik dan kembali seperti semula tetapi kenyataan seolah kembali berkata bahwa tidak semudah itu untuk melakukannya.

"Ya Tuhan, hiks."

Ketika kebanyakan orang diluar sana berkata dan memberi anggapan bahwa menangis tidak akan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Tapi, bagi Jaehyun saat ini menangis menjadi satu-satunya cara meluapkan rasa rindu dalam hatinya.

Memeluk erat buku itu, buku yang didalamnya banyak sekali tertulis kisah nyata yang Jaehyun alami.

"Seyakin apa engkau memberikan cobaan ini kepada makhluk ciptaanmu yang lemah? Pundakku tak sekuat perkiraanmu, ya Tuhan," lirih Jaehyun diiringi dengan isak tangis serta sesenggukan yang terdengar sangat memilukan.

"Kebahagiaan macam apa yang sudah engkau siapkan di depan sana sampai engkau memberikan proses serumit ini sampai melibatkan anak-anak ku," rintih Jaehyun. Kembali mengeluarkan isi beban hati yang selama ini terpendam.

"Hiks, hiks..."

Suara gemuruh langit yang sedang bersahutan, kilatan cahaya yang sesekali mengagetkan serta derasnya air hujan menjadi perwakilan dari tangis Jaehyun yang pecah malam ini.

"Maaf, maaf Daddy udah gagal menjadi seorang ayah buat kalian, nak. Daddy nggak bisa melindungi kalian dari banyaknya bahaya di luar sana yang pasti mengancam kalian."

"Ma-maaf, hiks. Da-daddy bawa kalian untuk hidup susah, makan apa adanya." Mulut Jaehyun masih berucap permintaan maaf yang tanpa henti. Ia sangat merasa gagal.

"Kamu harus kembali berjuang, menguatkan diri sendirian tanpa adanya aku disamping kamu. Itu pasti berat, aku tahu itu. Dan, aku minta maaf, Taeyong. Hiks."

Astaga, rasanya sungguh luar biasa. Sakit, sesak, semua perasaan sedih, kecewa dan bersalah yang teramat sangat seolah tengah bercampur aduk menjadi satu.

(✔) Pertama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang