19. Bersama Haechan

2K 206 12
                                    

Harus pergi dari rumah meski Mark tak tahu kemana langkahnya akan tertuju. Matahari belum juga sepenuhnya menampakkan cahaya tetapi hari ini sudah Mark warnai dengan jatuhnya air mata.

Mengingat cerita yang Taeyong sampaikan padanya diiringi dengan sesenggukan dan suara tangis memilukan. Meski pada saat itu tak ada air mata yang jatuh membasahi pipi Mark Jung tapi sebagai anak yang terlahir menjadi posisi pertama, ia jelas tak terima mengetahui orang tersayangnya yang begitu ia jaga mendapat perlakuan yang sangat memalukan apalagi dilakukannya di depan banyak orang.

"Kalau aja gue masih punya simpanan uang, udah gue pastiin Bubu nggak akan lagi berhutang," cetus Mark sambil mengusap kasar air matanya. Marah sekali rasanya mengingat bagaimana cerita yang Taeyong sampaikan.

Belum lagi kejadian Sungchan yang merengek meminta untuk dibelikan mainan dengan harga yang tidak terlalu mahal tetapi karena kekurangan uang, keinginan si bungsu tak dapat terpenuhi untuk kesekian kali.

"Tunggu kakak punya uang, nanti kita beli mainan yang Sungchan mau, ya. Bisa sabar sebentar, 'kan?" tanya Mark.

Mensejajarkan dirinya dengan tubuh si bungsu Sungchan. Sebagai seorang kakak, Mark mencoba menenangkan dan memberi pengertian.

Semakin sakit rasanya hati saat otak masih terngiang kejadian beberapa jam lalu itu. Diusia Sungchan yang begitu belia, ia harus menghadapi tantangan hidup seperti ini dimana sekedar meminta barang murah saja susah untuk dipenuhi.

Jawaban membawa kata sabar dan sabar selalu Mark maupun Taeyong berikan meski ujungnya dihadiahi tangisan dari si bungsu, Jung Sungchan yang tak terima akan jawaban itu.

🐯

"Suruhnya libur satu hari berujung libur berhari-hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Suruhnya libur satu hari berujung libur berhari-hari." Dalam diam, memandangi layar ponsel yang tengah menampilkan isi pesan singkat yang sempat Mingyu kirimkan pada Mark.

Daripada kehilangan pekerjaan, Mark lebih baik kehilangan pacar. Karena untuk saat ini yang lebih penting adalah pekerjaan guna menyambung hidup dan membiayai banyak kebutuhan. Tapi, semua itu telah hilang dari genggaman. Pacar dan pekerjaan hilang dalam waktu yang nyaris bersamaan.

Tak banyak kata atau kalimat yang dapat Mark ucapkan selain hanya bisa terdiam.

Taman.

Menjadi salah satunya tempat dimana Mark dapat menenangkan diri sejenak meski otak terus memikirkan banyaknya beban yang hingga kini belum berkurang.

"Sekarang, darimana gue bisa dapat uang kalau pekerjaan aja gue nggak ada."

Jika ada seorang yang berada di posisi Mark saat ini pasti perasaan pertama yang akan dirasakan ialah, lelah batin.

"Kak Mark," tegur seorang secara tiba-tiba mengagetkan sang pemilik nama.

Ia mendongak guna mengetahui siapa sosok yang mengenali dirinya bahkan berani memanggilnya.

(✔) Pertama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang