24. Pengorbanan

2.1K 211 5
                                    

Air matanya tak berhenti untuk terus keluar, kepalanya terus tertunduk menatap wajah orang terkasih yang kini tengah terbaring berbantal kedua pahanya di kursi belakang.

"Kak Mark, sakit." Rintihan menyuarakan akan kesakitan yang dirasakannya kembali masuk dalam gendang telinga Mark.

"Sebentar lagi sampai rumah sakit, Jeno bertahan, ya. Kakak mohon." Hanya kalimat itu yang terus Mark berikan. Tangan kiri tak pernah lepas dari bagian perut yang kini terlihat bersimbah darah, berusaha keras menghentikan darah segar itu keluar semakin banyak dari tubuhnya.

"Jeno, masih dengar kakak, 'kan? Jeno jangan tidur." Tangan yang satunya tadinya Mark gunakan untuk mengelus rambut hitam Jung Jeno beralih untuk menepuk-nepuk pipi sang adik. Mark tidak akan membiarkan Jeno tak sadarkan diri meski wajahnya kini nampak sangat pucat akibat kehilangan darah terlalu banyak.

"UNCLE LEBIH CEPAT LAGI JALANNYA! KASIHAN JENO!" Tak sabar dengan Johnny yang Mark rasa mengendarai mobilnya terlalu pelan. Ia pun sampai berteriak.

Bukan hanya Mark saja yang panik, takut dan segala macam perasaan cemas lainnya. Johnny pun demikian.

"Kak..." Panggilan dengan suaranya yang begitu pelan dan lemah kembali Mark dapatkan dari sang adik.

Menundukkan kepala, menatap dengan mata dan wajah yang basah, Mark berusaha untuk tetap memberikan senyum meski sangat sulit. Hati dan pikirannya begitu takut, keselamatan dan nyawa Jeno sekarang sedang diujung tanduk.

"Jeno senang kak Mark nggak apa-apa." Jeno berucap, sesekali mata sipit itu akan terpejam sembari meringis menahan sakit dan perih menyerang bagian perutnya tepat disisi kiri.

"Jeno sayang kakak, sayang Bubu juga. Bilangin itu sama Bubu nanti, ya."

Tak kuasa air mata kesedihan itu Mark bendung, menggeleng kuat guna menyingkirkan segala pikiran buruk yang kini bersarang dalam otaknya.

"Maaf, Jeno udah jadi anak nakal. Bikin Bubu kecewa. Nggak bisa buat Bubu bangga." Senyuman tipis itu menghiasi wajah tampan Jeno.

"Daddy sebentar lagi bebas, ya, kak?" Anggukkan kepala Mark berikan. Mulutnya terasa berat untuk terbuka karena begitu banyak air mata yang dikeluarkannya.

"Boleh bilang sesuatu kalau Daddy bebas dari penjara nanti?" Tatapan kakak beradik itu kemudian saling bertemu. Sangat jelas terlihat pancaran mata Jeno begitu sayu. Sedikit membuat Mark pupus akan harapan bahwa nyawa Jeno bisa terselamatkan.

"Adek kesayangan kakak harus kuat. Jeno pasti selamat. Sebentar lagi kita bakal berkumpul kaya dulu. Jeno harus kuat," kata Mark dengan suara gemetar, air matanya turun begitu deras sampai menetes ke wajah Jeno tepat di bagian pipi.

Perlahan kedua mata sipit yang selalu membentuk bulan sabit jika tersenyum itu, tertutup. Napasnya masih dapat dirasa tapi begitu pelan. Terlalu lama baginya untuk bertahan, Jeno tidak sanggup.

Tangisannya Mark semakin menjadi-jadi dan meraung keras di dalam mobil. Dalam diam pun Johnny menangis sembari dengan cepat melajukan mobilnya dalam hati menguntaikan kalimat doa agar Jeno masih bisa diselamatkan. Karena jika tidak—

🐯

"Sayang, ke rumah Taeyong sekarang dan bawa dia ke rumah sakit." Tanpa basa-basi, Johnny yang sedang berbicara lewat telepon dengan Ten, sang istri langsung memberi perintah.

Terdengar beberapa pertanyaan Ten lontarkan, "Jeno, dia di rumah sakit. Nanti aku jelasin. Sekarang susul aku sama Mark di rumah sakit dan bawa Taeyong," jelas Johnny sebelum panggilan telepon tersebut diputus olehnya secara sepihak.

(✔) Pertama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang