Razan memasang wajah lesu kala melihat sang istri tengah sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.
Mereka sebentar lagi akan LDR, jadwal Zetta rupanya dimajukan. Yang awalnya diperkirakan setelah Razan wisuda, ternyata bahkan saat setengah perjalanan skripsi Razan sedang dikerjakan.
"Daripada diem gitu mending bantuin aku aja sini."
Razan kemudian maju menghampiri istrinya. Bukannya membantu, laki-laki itu justru memeluk sang istri dari belakang.
"Nggak bisa diundur ya? Kamu kenapa tega banget sama aku?"
"Kalo bisa udah aku undur sejak lama kali. Maaf aku nggak bisa ngelakuin apa-apa." Ucap Zetta mengusap tangan Razan yang masih memeluknya.
"Tega banget ninggalin aku skripsian sendiri."
Zetta kemudian menghentikan aktivitas packingnya dan berbalik memeluk sang suami.
"Masih ada dua hari. Kamu mau aku ngapain?" Tanya Zetta.
Bukannya menjawab, Razan malah mengangkat tubuh Zetta dan menjatuhkannya ke kasur mereka.
"Udah ah. Mau tidur. Peluk sampe sore pokoknya."
Katanya sih mau tidur ternyata Razan malah menangis. Zetta hanya bisa tertawa sembari menenangkan suaminya itu.
Dua hari kemudian.
Akhirnya hari keberangkatan Zetta tiba. Istri dari Razan itu sudah bersiap untuk berangkat.
Ia akan berangkat bersama Razan. Namun yang menyetir bukan suaminya. Melainkan sahabat sang suami, Zain.
"Nggak ada yang ketinggalan kan?" Tanya Razan setelah melihat bagasi mobil.
Meskipun dua hari belakangan lebih pendiam, namun Razan hari ini begitu memperhatikan istrinya.
Memastikan istrinya bangun tepat waktu, menyiapkan sarapan dan kali ini memeriksa ulang barang bawaan sang istri.
Zetta menggenggam tangan suaminya. Terlihat sedih, namun Razan selalu bisa menutupi hal itu.
"Udah kok. Ayo berangkat."
Akhirnya keduanya masuk mobil. Didepan, Zain tidak sendirian. Ada Bryan.
Agatha tidak bisa ikut mengantar Zetta dikarenakan ada jadwal pemotretan di luar kota. Sedangkan Vale ikut mengantar Zetta bersama Mahesa dan Ayleen.
Sepanjang perjalanan, Razan tidak bersuara. Ia melihat keluar jendela mobil dengan tangannya yang terus menggenggam tangan sang istri. Tiba-tiba Zetta jadi sedih melihat suaminya.
Pikirannya juga tiba-tiba membayangkan bagaimana jika Razan sendirian.
Yang ia khawatirkan adalah bagaimana ketika suaminya itu sakit dan ia tidak berada disisinya. Bagaimana tiba-tiba Razan mendapat masalah saat dirinya tidak bisa datang membantunya.
"Jangan diliatin gitu. Aku udah nggak apa-apa."
Dua orang yang didepan sana menengok ke belakang. Razan memang slengean, namun melihat sahabatnya sedih, Zain dan Bryan juga sedih.
Razan hendak tertawa melihat istri dan sahabatnya memasang wajah seperti itu. Namun ia urungkan. Bisa-bisa nanti ia menangis lagi.
Kan jadi malu.Tak terasa mereka sudah sampai bandara. Rombongan Vale, Mahesa dan Ayleen sampai duluan. Mereka bertiga sudah duduk diruang tunggu sejak sepuluh menit yang lalu.
"Macet. Sorry." Ucap Zain sembari membawa koper Zetta.
Zetta segera menghampiri Vale yang sudah memasang wajah galak.
"Sorry beneran nggak bisa dateng ke wisudaan lo. Tapi kalo misal boleh izin, gue dateng hehe."
Vale memeluk Zetta sebelum perempuan itu berpisah karena ternyata informasi penerbangan pesawat yang Zetta naiki akan segera berangkat. "Nggak usah dipikirin. Lo baik-baik disana ya. Agatha bilang salam buat lo, hati-hati disana. Makan yang teratur."
"Iyaa makasih. Lo juga. Move on nggak? Kalo nggak bener sih. Balikan aja." Bisik Zetta seraya melirik Bryan yang sedari tadi tak melepas pandangan dari Vale.
"Dia ngeliatin lo mulu."
Vale senyum terus melepaskan pelukannya.
Zetta juga memeluk sahabatnya yang lain, dan tak lupa mengucapkan terima kasih karena sudah ikut mengantar dirinya ke bandara.
Bumil juga tidak mau melewatkan kesempatan untuk berpisah dengan sahabatnya.
"Baik-baik lo disana Zet. Selalu kabarin kita, terutama suami lo."
"Iya. Makasih ya bumil. Lo juga sehat-sehat."
Zetta menunduk agar bisa mengusap perut Alin yang sudah membesar. "Tante pergi dulu ya dek. Maafin Tante kalo nanti kamu lahir, mungkin
tante belum dateng. Kamu sehat sampe lahir didalem sini ya. Jangan bikin bunda sakit.""Makasih Tante. Udah sana ke suami lo."
Ayleen mundur dan membiarkan Zetta untuk berpamitan dengan suaminya. "Aku pergi ya. Kamu baik-baik disini. Aku bakal ngabarin terus. Kamu jangan sampe sakit. Nanti aku sedih."
"Iya. Kamu juga jangan sampe sakit." Rasan merapikan rambut istrinya, memandang lekat wajah sang istri hingga kemudian dengan cepat mencuri ciuman di bibir Zetta dan segera memeluk sang istri.
"Waduh. Jangan bikin iri dong bro." Ucap Mahesa membuat Bryan yang berdiri disampingnya memasang wajah datar.
"Udah ya. Aku pergi."
Zetta melepaskan pelukannya dan berjalan mundur. Tak lupa melambaikan tangan pada orang-orang yang sudah
mengantarnya.Razan tersenyum dan ikut melambaikan tangannya.
Razan nggak apa-apa kok. Sudah menangis waktu kemarin Zetta bertanya "kamu mau apa".
Tapi sampai rumah, laki-laki itu kayaknya bakal nangis lagi.
Cengeng banget Razan kalo udah ditinggalin Zetta. Soalnya dulu pernah.
Lama banget.
Makanya dia tidak pernah pacaran dengan perempuan manapun meski memiliki kebiasaan flirting ke banyak perempuan di kampus.
Karena sejak kecil, perasaannya hanya milik seseorang, yaitu Zettaya Abrisam
buat yang lagi LDR, sabar yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Hidup [End]
Fiksi Penggemar~Memahami adalah bagian dari hidup. Tanpa memahami kita tidak bisa hidup bersama orang lain.~ Cerita tentang kehidupan Vale dan Bryan. Ditambah dengan bumbu-bumbu dari orang-orang terdekatnya. ©evelynday