Delapan Belas

4K 866 136
                                    

Angga berdeham kecil. "Jadi ... gimana?"

"Jangan Titanic. Parasite aja, saya belum nonton," tunjuk Elara ke layar televisi. "Kamu sudah nonton?"

"Belum, sih. Tapi, saya maunya Titanic."

"Ya sudah, nonton aja sendiri," Elara langsung berdiri.

"Tunggu dulu." Angga menarik tangan Elara hingga perempuan itu terduduk kembali. "Gimana kalau kita suit saja?"

"Males banget, Dok." Elara memasang tampang cemberut. "Kamu yang ngajak saya nonton tapi filmnya nggak bisa milih. Gimana, sih?"

"Kita suit dulu biar lebih adil. Kalau kamu menang, kita nonton Parasite," katanya berharap dirinya yang menang dan adegan romantis dalam film Titanic mampu membuat mereka terbawa suasana.

Otakmu tolong dikondisikan! bentak Angga pada dirinya sendiri.

Elara tertegun menatap uluran tangan Angga. Bersama Beno, ia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Tidak pernah Beno menolak kemauannya, ajakannya, ataupun pilihan yang ia tawarkan. Beno cenderung penurut. Bahkan sekadar melayangkan protes pun tidak pernah. Elara pikir Beno selalunya suka mengalah.

Kini Elara dihadapkan pada pria yang tidak mengizinkan dirinya mendominasi, melainkan menawarkan pilihan yang adil. Pun ketika Elara tidur di kamar Angga, pria itu tidak mengalah dengan tidur di tempat lain, melainkan meminjamkan sleeping bag sebagai solusi. Sangat sederhana, tetapi impact–nya besar bagi Elara.

Tiba-tiba saja Elara tercekik. Bayangan raut wajah pasrah Beno mulai merasuki. Apakah benar selama ini dirinya terlalu dominan sehingga Beno memilih pergi? 

"El?"

Elara tergeragap. "Y–ya?"

"Mikirin apa?" tanya Angga lembut. "Kamu sakit?" tangannya refleks meraba kening Elara.

"Nggak apa-apa." Elara memundurkan tubuhnya sedikit, menghindari kontak fisik. "Ayo kita suit," katanya dengan suara serak.

"Oke. Rock, scissor, paper, shoot!" Angga mengeluarkan tanda gunting. Elara pun sama. "Rock, scissor, paper, shoot!" ulangnya.

Elara geleng-geleng kepala. Usianya sudah berkepala tiga tetapi masih melakoni hal-hal kekanakan seperti ini.

"Yaay! Saya menang!" Elara bersorak kegirangan seperti anak kecil setelah tanda kertasnya membungkus tanda batu Angga.

Dengan suka rela Angga menuruti kemauan Elara menonton Parasite. Senyuman hangat terlukis di bibirnya. "Yours," katanya sembari mengulurkan remote control.

Elara sigap menentukan pilihan.

Secara garis besar, Parasite menceritakan kesenjangan sosial antara dua keluarga. Keluarga Kim sebagai si miskin dan keluarga Park sebagai si kaya. Dibalut dengan komedi, adegan demi adegan tentang prasangka serta keserakahan mengisi jalan cerita.

Keduanya menikmati film berdurasi dua jam lebih yang memenangkan Academy Award untuk kategori film terbaik itu. Selama film berlangsung, kening Elara berkerut-kerut, sedangkan Angga sesekali tampak gelisah. Apalagi ketika selama beberapa detik layar televisi menampilkan adegan panas. Ia melirik samar pada Elara. Namun, Elara tampaknya tidak terpengaruh suasana. 

"So, what do you think?" tanya Angga setelah layar menampilkan credit di akhir cerita.

"Apanya?" Elara balik bertanya.

"Menurutmu, filmnya gimana?"

"Ada yang janggal."

"Maksudmu?"

Quid Pro Quo (END - Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang