[4] Terikat

35 16 13
                                    

Kedua anak muda itu duduk di kursi teras rumah dengan muka pias. Di depan mereka ada lima orang bapak-bapak yang salah satunya adalah pak RT yang tadi sempat dipanggil ke rumah Nayara.

"Benar kalian berbuat mesum?" Pak RT menatap menyelidik kedua anak muda itu. Dia mengenal salah satunya, tapi meskipun begitu dia tetap tak bisa mempercayai begitu saja.

"Pak, saya nggak berbuat mesum! Kami nggak sengaja jatuh tadi." Gara sudah frustasi dengan keadaan mereka saat itu. Mereka seperti sedang diadili, dan dia sudah berulang kali menjelaskan tapi tetap saja tak ada yang percaya.

"Kami sempat melihat kamu yang nggak sabaran masuk ke rumah Nayara, apa itu namanya kalau bukan sengaja!" Bapak berbaju kuning yang dikenali Nayara bernama Roni itu menyahuti.

"Dia benar, Pak. Kami bukan pasangan mesum. Tadi saya memang sedang tidur, lalu setelah itu--"

"Kemudian lelaki ini datang, dan kalian berciuman kan!? Saya nggak menyangka ternyata kelakuan kamu begini, Nayara."

"Saya nggak mencium dia!" teriak Gara seperti kesetanan, mukanya merah padam menahan kesal.

"Sudah sudah, tak baik emosi begini." Pak RT menahan lengan Gara yang mengepal hendak memberikan tinju kepada ketiga orang yang ada di depannya.

"Siapa nama kamu?" tanya Pak RT.

Gara yang ditanya meronta meminta di lepaskan. Ia tak terima diperlakukan seperti itu.

"Lebih baik kamu telpon orang tua kamu," ujar Pak RT lagi.

"Nggak! Saya nggak harus bawa-bawa orang tua saya. Sudah saya bilang, tadi saya di kejar polisi dan nggak sengaja masuk ke sini. Saya sama sekali nggak berbohong!" Urat-urat di leher Gara seperti akan keluar. Geram sekali dia kepada pak RT yang juga tak mempercayai ucapannya.

"Lebih baik kamu suruh orang tua kamu ke sini, biar diselesaikan secara kekeluargaan," ucap salah satu pemuda yang tadi datang bersama pak RT.

Mendesah frustasi, Gara menonjok tembok di sampingnya. Sedangkan Nayara sudah menangis tersedu melihat kemarahan Gara.

Nayara pun sudah berulang kali menjelaskan kronologis versi dirinya kepada mereka, tapi mereka tetap pada pendiriannya. Memang tak ada bukti apapun yang bisa menunjukan kalau keduanya tak bersalah. Tapi Nayara tak terima dituduh begitu, dia punya harga diri.

"Siapa nama kamu?" ucap pemuda tadi.

"Gara," ucapnya ketus.

"Bisa kamu hubungi orang tua kamu? Kita akan menyelesaikan masalahnya bersama-sama."

"Orang tua saya jauh," dengus Gara. Keringatnya sudah bercucuran membasahi dahinya.

"Kalau begitu, ada kerabat yang bisa dihubungi di sekitar sini? Paman mungkin?" Pemuda itu terlihat tenang menghadapi kemarahan Gara.

"Kakak saya tinggal di sini."

"Kalau begitu bisa hubungi Kakak kamu sekarang? Biar masalah ini bisa cepat di selesaikan!"

Dengan kesal Gara beranjak ke samping rumah Nayara, membuka ponsel miliknya dan menghubungi Arsen.

Tiga puluh menit kemudian Arsen datang tergopoh-gopoh bersama dengan istrinya.

"Gar ... Ada apa ini?" Dengan cepat Arsen menghampiri Gara yang berdiri di apit oleh pak RT dan seorang pemuda seumuran dirinya.

"Begini, Mas. Tadi ketiga warga saya melaporkan kalau Adik Anda telah berbuat mesum dengan Nayara. Mereka melihat Adik ini sedang berpelukan di dalam rumah Nayara." Pak RT mencoba menjelaskan.

"Gar ... " Arsen menatap adiknya tak percaya.

"Nggak Bang, gue nggak sengaja peluk dia. Tadi kami jatoh waktu dia mau nolongin Gara," jawab Gara lirih.

LIMITLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang