[9] Selayaknya Suami Istri

28 4 0
                                    

Setelah dosen mata kuliah Algoritma dan Pemrograman melewati pintu kelas, Gara buru-buru mengemasi barangnya dan mencangkolkan tas di bahu kanannya.

"Lo mau kemana Gar? Buru-buru amat dah." Rama terheran menyaksikan kelakuan temannya yang tak biasa.

"Gue buru-buru, soalnya sebentar lagi mau masuk kerja."

"Lo udah dapet kerja, Gar?" tanya Ari.

"Udah."

"Dimana?" sahut Rama penasaran.

"Kepo."

"Sialan!" Rama berdecak menatap punggung Gara yang tergesa-gesa meninggalkan kelas.

Jam lima kurang lima belas motor Gara memasuki halaman sebuah bangunan yang bertuliskan Agnia Store & Service Center. Bangunan itu cukup luas, karena tak hanya tempat service tapi di sana juga menjual berbagai jenis laptop, notebook, dan komputer. Bahkan ada juga perangkat pendukung lainnya.

Gara memarkirkan motornya di halaman samping toko yang diperuntukkan untuk karyawan. Dari halaman Gara menuju ke pintu samping yang langsung mengarah ke bagian belakang toko. Di sana dapat terlihat beberapa meja dan kursi di mana beberapa karyawan tengah berkumpul. Ada yang bersiap untuk pulang, dan ada juga sebagian yang baru datang untuk melanjutkan sif.

"Wah, Gara udah dateng aja nih. Calon-calon karyawan teladan kayaknya ini." Hardi menyambut Gara ketika tiba di depan pintu.

Gara tersenyum tipis. "Kebetulan jam kuliahnya udah selesai dari tadi, Bang."

"Oh iya gue lupa kalau lo kuliah dulu. Jadi, nanti yang bakalan bareng sama lo ada dua orang, Gar. Ada si Anton sama Rega. Orangnya belum pada dateng sih, mungkin masih di jalan." Hardi menggaruk tengkuknya sembari menatap jam. "Soal job desc kayaknya udah dijelasin kan sama Pak Danu?"

"Iya udah kemaren, Bang."

"Oke berarti bisa gue tinggal ya? Nanti kalau ada yang perlu ditanyain lo tanya aja ke si Rega."

"Oke, siap bang."

Setelah sedikit mengobrol dengan beberapa karyawan lain Gara segera menuju meja kerjanya, meja yang sebelumnya ditempati oleh rekannya di sif pertama.

Tak canggung, semua rekan kerja Gara nampak asyik dan membaur satu sama lain. Bahkan karyawan lain pun tak segan beradu canda dengan Hardi yang merupakan seorang manajer.

***

Sementara Nayara sejak tadi fokus menekuni layar laptop miliknya, ia bahkan tak sadar sudah dua jam menghabiskan waktu di depan layar persegi itu.

"Kak, laki lo nggak pulang?" tegur Aksa.

Pasalnya jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan tak ada tanda-tanda kedatangan Gara sejak tadi.

"Nggak tau," jawab Nayara cuek. Dia bahkan tak mengalihkan pandangan dari layar yang ada di depannya.

"Lo masih nggak terima sama kejadian itu, Kak?"

Nayara bergeming, tak berniat membalas pertanyaan adiknya.

"Gue tau lo mungkin masih kesel sama Bang Gara, tapi dia juga nggak sengaja, Kak." Aksa menatap sendu sang kakak, "Gue harap kalian mau saling menerima keadaan, saling menghargai satu sama lain. Karena gimanapun juga kalian udah terikat."

Nayara tertegun, ia memang sempat kesal dan juga kecewa. Tapi dia sudah berusaha ikhlas, meskipun sulit. Dia akan mencoba walaupun ia sendiri tak tau akan bagaimana akhirnya. Tapi itu semua tak mudah, terlebih ia dan Gara tak pernah saling mengenal sebelumnya.

Kalau ditanya apa dia membenci lelaki itu? Jawabannya tidak. Ia memang kesal tapi dia juga menyadari kesalahannya. Kalau bukan karena kecerobohannya mungkin hal itu tak akan terjadi. Untuk saat ini dia masih bingung, tak tau harus bersikap bagaimana dengan lelaki itu.

LIMITLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang