[8] Perhatian

32 9 3
                                    

Selepas subuh Gara tak langsung tidur lagi, karena memang tadi malam ia tidur tak terlalu malam, tak seperti yang biasa ia lakukan. Hal itu membuat waktu tidurnya jadi lebih lama, alhasil begitu selesai subuh matanya langsung segar tak mau terpejam lagi. Padahal ini hari sabtu, entah kenapa kalau hari libur ia justru semangat bangun pagi.

Akhirnya Gara pun beranjak bangun dan berjalan keluar rumah. Udara pagi terasa menusuk kulit kala ia membuka pintu, hawa dingin sisa hujan tadi malam rupanya membuat ia sedikit menggigil.

Sesampainya di halaman lelaki itu melakukan beberapa peregangan, bunyi gemeretuk dari otot lehernya yang kaku membuat Gara mengerang puas. Rasanya sudah lama sekali ia tak melakukan kegiatan itu, biasanya setiap pagi ia akan berolahraga di sekitar rumah bersama abang dan keponakan lucunya. Entah kenapa beberapa hari terakhir dia malas sekali melakukan rutinitas itu.

Secara impulsif tangannya bergerak menyatukan kedua ruas jemari di depan dada, kemudian melentingkan telapak tangan sampai bunyi bersahutan dari jari jemarinya terdengar kuat. Saat lelaki itu melebarkan kedua tangan sambil memutar tubuh, barulah ia menyadari jika di seberang jalan sana seorang perempuan tengah memerhatikan dirinya.

Gara sampai bergidik melihat senyumnya yang begitu lebar. Bukannya terpesona ia justru khawatir, takut mulut perempuan itu robek saking lebarnya ia tersenyum.

Suara langkah kaki dari dalam rumah membuat perhatian Gara teralihkan.

"Mau kemana?" tanya Gara begitu mendapati Nayara berjalan keluar rumah seraya mengikat rambut panjangnya.

"Mau beli sayur. Kamu pengen dimasakin apa?"

"Terserah, gue nggak pilih-pilih makanan." Entah kenapa tiba-tiba hatinya menghangat mendapat perlakuan seperti itu dari Nayara. Selama seminggu menikah baru kali ini gadis itu melibatkan dirinya dalam urusan makan. Ya meskipun hanya hal kecil, tapi dia senang dan merasa dihargai.

"Nayara mau beli sayur juga?" tanya salah satu ibu-ibu yang kini berkerumun mengelilingi gerobak sayur diseberang rumah Gista.

"Eh iya, Bu." Nayara tersenyum menanggapi.

"Sekarang mah rajin ya masaknya tiap hari, nggak kayak kemaren-kemaren yang masak kalau lagi pengen aja," ujar salah satunya.

"Iyalah, Bu. Kan sekarang udah punya suami, itung-itung nyenengin perut suami ya, Nay?"

Kata-kata penuh godaan itu dilontarkan bersahut-sahutan, membuat Gara yang masih berada di tempatnya mendengus geli. Dasar emak-emak!

Beberapa tetangga Nayara memang mengetahui perihal Nayara yang sudah menikah. Tapi tak ada yang tau kejadian sesungguhnya yang mendasari pernikahan mereka.

Tangan Nayara tarangkat hendak meraih seikat kacang panjang, tapi tak jadi keburu ada tangan lain mendahuluinya. Perempuan muda akhir 20-an itu menatap tak suka kepada Nayara.

"Eh Mbak Ajeng, bukannya itu udah ada kacang panjangnya ya? Kok nambah lagi?" tanya wanita setengah abad di samping Nayara. Ia kemudian menunjuk kantong belanjaan si perempuan muda yang dipanggil Ajeng itu.

"Saya mau beli banyak. Yang tadi masih kurang," ucapnya ketus.

"Loh, kenapa nggak sekalian dari tadi saja ngambilnya? Nayara jadi nggak kebagian."

"Suka-suka saya dong, Bu. Kan beli juga nggak minta bayarin Ibu!" sewotnya lagi.

Beberapa orang yang ada di sana melirik bingung ke arahnya. Pasalnya tadi perempuan itu terlihat baik-baik saja, kenapa setelah ada Nayara dia jadi judes begitu?

"Nggak apa-apa, Bu. Saya bisa beli yang lain kok." Nayara tersenyum menanggapi. Ia tak mau berdebat, toh masih banyak jenis sayuran lain yang bisa dia masak.

LIMITLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang