PB - Kebinalan Ayah dan Anak (Ruben) 3

1K 15 1
                                    

Kebinalan Ayah dan Anak - Ruben 3

Lahir dari keluarga Chinese, nama gue adalah Ruben Harsono.
Papi menjelaskan tentang masa lalunya, saat dimana ia menjadi seorang penyuka sesama jenis seperti sekarang ini. Setelah menjelaskan kisahnya tersebut, ia berharap kejadian kemarin di vila dimana gue yang disodomi oleh penjaga vila dan teman-temannya ini hanyalah menjadi sebuah pengalaman salah sekali seumur hidup, ia tak ingin hidupnya terulang kembali pada gue, anak semata wayangnya.

Dibalik itu semua, gue sendiri tak bisa memungkiri apa yang sudah berubah dari diri gue sendiri. Mau bagaimanapun kuatnya gue menahan gejolak itu, namun hasrat birahi gue terhadap seorang pria tak akan pernah hilang sekarang. Orientasi gue sekarang sudah menjadi seorang Gay, penyuka lelaki dengan kriteria yang sama seperti kriteria Papi, seorang pria yang mirip kang Sapto, Faras, ataupun Arif.

-

Tak jarang gue melampiaskan hasrat gue yang melonjak-lonjak ini di tempat gym dimana gue melatih otot gue. Dengan berolahraga ekstra, memukul samsak berkali-kali, gue menyalurkan nafsu gue yang sedang gue coba tahan mati-matian meski gue sadar diri bahwa gejolak itu akan ada lagi esok harinya ketika gue bangun pagi dan tenaga gue sudah pulih kembali.

Buuggh.. Bug.. Poow.. Brukk.

Dipukulan gue yang terakhir, gue sempat terpeleset dan terjatuh. Gue menatap langit-langit tempat gym gue ini yang tinggi, hingga tiba-tiba muncul seorang pria yang berdiri di samping gue, melihat gue sambil menjulurkan tangannya.
"Gapapa bro?" Tanyanya sambil mengangkat badan gue.

"Gapapa bro, thanks ya." Senyum gue. Rupanya pria yang membantu gue bangun ini adalah sosok pria berkulit coklat, sawo matang, yang dulu sempat gue lihat sedang bertelanjang dada sambil bermain dumbell.

"Ah okay kalau gitu. Ati-ati bro, lo mukul samsaknya macem lagi ada dendam kesumat gitu sama samsak." Senyumnya begitu manis. Gue hanya bisa membalas dengan senyuman kecut karena tak tahu harus berbuat apa.

"Gue Sadi." Ia kembali menjulurkan tangannya dan gue balas sambil menyebutkan nama gue.
Akhirnya kami memutuskan untuk menepi ke pinggir dan berbincang-bincang. Sadi merupakan anak rantau dari Sumatera yang berkuliah dan sedang menempuh semester akhir, hanya tinggal menunggu sidang skripsi saja. Lama berbasa-basi dengan Sadi ini, akhirnya kami berdua memutuskan pergi ke kamar mandi untuk beberes diri.

Suasana kamar mandi di tempat gym gue ini sangat sepi karena memang sudah malam dan tak banyak orang yang sedang berolahraga tadi. Kami berdua sama-sama membuka kaos olahraga kami, berusaha mengeringkan badan yang penuh keringat sebelum menuju ke bilik shower.

"Wah badan lo bagus banget Di, emang ngegym udah berapa lama?" Tanya gue yang memang kagum dengan kekokohan badannya itu. Terlihat keras penuh otot, tak lebay, sangat pas dan proporsional.

"Di Da Di aja. Panggil abang dong, kan kamu lebih muda." Sadi memukul kepala gue pelan. Setelahnya, ia langsung kembali memamerkan badannya, terlebih tangannya kini ia kencangkan sehingga urat-urat disana tertampak jelas.

Sejenak kami hanya terdiam, lebih tepatnya gue yang terdiam menatap urat-urat di tangannya tersebut. Sungguh sangat menggiurkan sekali, ingin rasanya gue jamah tangan penuh urat itu. Setelah memamerkan tangannya itu, Sadi kembali tertawa dan mengacak-ngacak rambut gue. Ia bergegas meminta gue untuk mandi dan segera pulang dari tempat ini.

Selama beberapa minggu ke depan, gue dan Sadi berada dalam komunikasi intense dimana hampir setiap hari kami akan saling bertukar pesan hanya untuk membicarakan hal-hal tak penting. Tak jarang pula ia mengirimkan foto saat sedang shirtless di tempat gym, atau di kamar kosannya. Beberapa kali pun kami juga turut berolahraga bersama saat memang waktu kami sama-sama cocok. Bisa dibilang, gue dan Sadi sudah langsung cocok secepat itu dilihat dari pertemuan kami yang singkat.

Perjalanan BirhiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang