Memuaskan Om Sendiri - Kenny
Naas bagi gue, di usia gue yang menginjak 17 tahun ini, gue harus kehilangan kedua orang tua gue dalam sebuah kecelakaan disebabkan oleh pengemudi truk mengantuk yang menabrak mobil orang tua gue. Gue yang saat itu sedang sekolah diberi kabar tentang kecelakaan tersebut langsung dipanggil ke rumah sakit untuk melihat kedua orang tua gue terakhir kalinya.
Nama gue Kenny, lahir dari keluarga Jawa-Chinese dimana Bapak adalah orang Jawa dan Mama adalah keturunan Chinese. Dari pihak keluarga Mama sendiri, Mama sudah tak dianggap anak karena pernikahannya. Sejak gue lahir sampai sekarang ini, tak pernah sekalipun gue bertemu dengan kerabat dari Mama gue. Hingga sekarang, tak ada satu pun keluarga dari pihak Mama yang datang ke rumah sakit ini.
"Kenny? Kenny kamu gapapa?" Ujar seorang pria yang bergegas lari menghampiri gue yang duduk di kursi panjang rumah sakit. Gue mengenali pria itu sebagai om gue, kakak dari Bapak, om Amar.
"Om... Omm Kenny udah ga punya siapa-siapa..." Gue memeluk om gue, air mata mengalir deras mengenai kemejanya itu.
-
Setelah sesi pemakaman kedua orang tua gue selesai, gue diminta om Amar untuk tinggal bersamanya di desa. Keluarga Bapak memang berasal dari desa salah satu kota di Jawa Timur dan 6 tahun terakhir ini, om Amar memutuskan tinggal di desa bersama anak pertamanya, Anto, semenjak perceraian dengan istrinya. Ia mulai mengelola sebuah badan usaha yang membangun para petani di desa ini agar bisa menjual hasil tani dengan lebih baik. Oleh karena itu, dengan cepat namanya menjadi harum di desanya karena ia telah banyak membantu perekonomian di desa ini menjadi lebih baik.
Sebagai seorang yang mewarisi hampir seluruh gen dari Mama, tentu penampilan fisik gue ini benar-benar berbeda sekali dengan om gue, maupun dengan warga sekitar di desa. Gue memiliki perawakan atletis, tinggi dan berat badan ideal, 174 cm dengan berat 69 kg. Kulit gue putih dengan mata yang cukup sipit. Bahkan ketika gue datang ke desa tempat tinggal om Amar sekarang ini, banyak warga yang menanyakan siapa gue sebenarnya karena bentuk fisik gue yang sangat berbeda dengan beliau.
Sedang om Amar sendiri memiliki fisik yang tak jauh beda dengan Bapak sebenarnya. Perawakannya tinggi besar, dengan kulit gelap dan otot-otot yang tercetak jelas hasil kerja kerasnya di lapangan selama ini. Wajahnya pun nampak garang, berbeda pula dengan wajah gue yang cenderung 'kalem' karena menurun dari Mama gue.Pada saat perpindahan gue kesini, Anto, anak om Amar masih berkuliah di luar kota. Terakhir gue bertemu dengannya adalah 7 tahun lalu, seorang pria yang hanya berbeda 2 tahun lebih tua dari pada gue. Badannya kurus kering kala itu, tipikal anak nakal yang selalu sukses mengajak gue bermain hingga larut malam sampai kami berdua pasti selalu kena amukan kedua orang tua kami. Sejenak gue melihat beberapa foto keluarga yang terpajang di dalam rumah om Amar ini. Terdapat foto jelas saat kelulusan Anto waktu SMA. Badannya sudah sangat berubah, ia jauh lebih mirip dengan Bapaknya sekarang, berbadan tinggi tegap bagai anggota militer dengan kulit hitam eksotis mirip om Amar.
Dalam hati, gue sungguh takjub dengan perubahan yang terjadi pada diri Anto. Dia benar-benar telah menjadi seorang pria gagah perkasa. Wajahnya yang rupawan, diwarisi dari om Amar. Dan kali ini, melihat foto Anto, juga om Amar sekarang membuat gue merasa takut. Takut jika gue tak bisa menahan gejolak yang ada dalam diri gue.
Gue yang sudah sadar bahwa gue berbeda. Gue yang sudah mengerti apa yang gue inginkan. Gue adalah seorang Gay yang takut akan menyukai kedua orang saudara gue sendiri, om dan sepupu gue.
-
Selama tinggal disini gue masih belum mengurus kepindahan sekolah gue karena om Amar rasa lebih baik gue untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Jadinya masih ada waktu sekitar 3 bulan sampai masuk ke tahun ajaran baru dan gue kembali memulai sekolah gue di desa ini.
"Nanti paling 2 bulan lagi Anto pulang ke sini, kamu bisa ketemu sodara mu dan yaa main-main lah sama dia." Kata om Amar tersenyum.Dulu sewaktu masih tinggal di kota, gue cukup sering eksplore tentang sexualitas gue dengan bertemu para pria yang sama-sama membutuhkan pelampiasan nafsu. Namun semenjak pindah di desa ini, tak lagi bisa gue lakukan hal tersebut karena tak bisa gue temui pria yang sama seperti gue ini disini.
Sampai pada suatu malam, gue yang hampir setiap hari bertemu dengan om gue sendiri juga melihat beberapa pria di desa ini yang dengan santainya melepaskan baju, mempertontonkan badan kekar mereka, tak tahan lagi untuk menahan gejolak nafsu gue. Meski baru beberapa hari lalu gue melampiaskan nafsu gue ini dengan mengocok kontol gue sendiri, namun dorongan birahi gue kali ini meminta gue untuk melakukan hal yang sama. Gue ingin kembali membayangkan sosok pria-pria desa ini, sosok om gue sendiri, yang mungkin bisa memberikan sebuah kepuasan bagi gue.
Di dalam kamar gue di rumah om Amar, gue menelanjangi diri gue. Laptop gue sudah menyala dan gue putar sebuah video gay sebagai bahan tambahan gue untuk berfantasi. Gue raih kontol 12 cm milik gue ini dan gue kocok sambil membayangkan bahwa aktor yang berada dalam video itu adalah gue dan om Amar, atau beberapa pria lain di desa yang gue jatuhkan pandangan gue pada mereka.
Gue tahu jika gue sedang berada di rumah sendirian karena om Amar sendiri sedang berada pada meeting di rumah kepala desa untuk membahas kepentingan desa. Jadinya gue cukup berani untuk menyalakan suara di laptop dengan sedikit lebih kencang, begitu pun dengan desahan yang gue keluarkan saat gue sedang memuaskan diri sendiri.
"Ooohh.. Mmmmpp oomm.. Omm aahh teruss omm aahh.. Oom Amaar." Gue menyerukan namanya, bayangan gue sudah semakin liar sekarang.Tiba-tiba saja, terdengar suara pintu kamar terbuka dengan kencang dan saat gue menoleh ke sana gue melihat om Amar yang sudah menatap gue dengan pandangan tajam. Gue bergidik takut, segera gue tutup laptop gue dan menyelimuti diri gue dengan selimut.
"Kenny, pake bajumu terus keluar dulu. Om mau ngomong sama kamu." Ujarnya tegas, baru kali ini gue dengar om Amar berkata dengan nada seperti ini pada gue.Segera gue menuruti perkataannya, dengan penuh takut gue kini keluar dari kamar dan menuju ke ruang tengah dimana om Amar sudah duduk di sofa panjang di depan TV.
"Sini duduk sebelah om." Ujarnya kembali dan langsung gue lakukan perintahnya.
Kami masih berdiam diri, gue tak tahu harus berkata apa pada om dan gue rasa om Amar pun sama. Tak lama setelahnya ia mulai menarik nafas panjang."Kamu kenapa tadi teriak-teriak panggil nama om? Mana kamu sambil coli lagi." Tanyanya sekarang.
"Akuu.. Aku ga tau om. Aku... Aku." Jawab gue terbata-bata, benar-benar tak tahu harus berkata dan bersikap apa sekarang.
****
Terimakasih atas dukungan kalian selama ini! Melalui pesan pendek disini, Author ingin menyampaikan rasa bahagia Author atas antusiasme dari para pembaca setia semua. Oleh karena itu, Author akan terus berkarya demi memberikan kepuasan bagi kalian semua melalui cerita-cerita yang Author lahirkan.
Semoga dari cerita-cerita Author seluruhnya bisa membuat kalian terbawa oleh suasana dan tentunya kalian bisa selalu Coli dengan puas hingga tenaga terkuras!
Kisah lengkap "Perjalanan Birahi" kini dapat kalian akses melalui https://karyakarsa.com/rakarsag
Begitu pula dengan kisah lain milik Author seperti "Keluarga Berbeda" ; "Para Pejantan" ; "Ero-Mantica" ; "Para Pejantan II" ; "Terapi 'Kejantanan'" ; "Laki-Laki Perkasa" ; "Pemijat Sensasional" ; "Top Series #1 - InterSext" ; "Bot Series #1 - Petualangan Anak Kembar" ; "Vers Series #1 - Petualangan Anak Kembar" ; "Bot Series #2 - Desahan penuh Desahan" dapat kalian akses di situs karyakarsa milik Author.
Untuk cerita lengkap dan update terbaru dalam kisah ini dapat anda baca dan nikmati di sana.
Terimakasih dan selamat membaca!
Regards,
Rakarsag
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Birhi
CasualeMohon pengertiannya - Cerita mengandung Konten 21++ dengan Tema LGBT Sehubungan adanya musibah yang saya alami pada akun Karyakarsa, saya pun membuat akun baru dengan ALIAS berbeda menjadi "Deansius" dimana kalian bisa menemukan cerita saya pada ht...