A/N:
Vote dulu ya sayang 😘———
Yin mengulum buah keringnya di mulut, matanya masih nyalang melihat keadaan sekitarnya.
Ia bangun pada keesokan harinya setelah ia kehilangan kesadaran karena pukulan keras di kepalanya. Jika ia tidak salah hitung, ini sudah hari ketiga semenjak ia tersadar dan ia masih dalam keadaan terikat. Ia mengenali orang yang memimpin penculikannya, walaupun ia lupa namanya, ia masih hapal dengan wajahnya. Benar firasatnya, ada mata-mata di daftar tamu yang Putthipong undang. Tapi beruntungnya, ia tidak melihat sang putra mahkota di mana pun, sepertinya War masih aman di kediaman Assaratanakul.
"Bisakah aku minum sedikit air?" Tanya Yin ketika buah keringnya sudah habis.
Salah satu anak buah penculiknya menempelkan selongsong bambu di bibirnya dan ia meminum air dari sana sebanyak yang ia bisa.
Walaupun perutnya tidak sepenuhnya terisi, paling tidak mereka masih membiarkan ia hidup dengan memberinya asupan makanan.
Yin menghela nafasnya dan kembali menyandarkan punggungnya ke kotak kayu. Ia tidak tahu berapa lama lagi perjalanan mereka, tapi ia memiliki firasat ke mana tujuan akhirnya.
Istana, pikir Yin. Ia tahu Phiravich pasti ingin mencari tahu tentang keberadaan War lewat dirinya. Ia yakin caranya tidak akan lembut.
Ketika petang menjelang, kereta kuda yang ia naiki melaju lebih pelan sebelum akhirnya berhenti. Yin melihat benteng tinggi yang menjadi pembatas antara dunia rakyat jelata dengan keluarga kerajaan.
Setelah melewati pemeriksaan, kereta kembali berjalan masuk melewati gerbang benteng itu ke pelataran terbuka. Ada pasukan yang berbaris di sana, menyambut kedatangan rombongan yang membawa Yin.
"Sesuai yang telah kusebutkan dalam suratku untuk Pangeran Phiravich, Penasihat Jirayu, aku membawakan lelaki asing itu. Ia bernama Yin," ujar pemimpin dari rombongan.
Yin melirik ke arah lelaki yang dipanggil Jirayu itu, akhirnya ia bisa melihat wajahnya setelah cukup lama hanya mengetahui namanya.
Jirayu tersenyum, "Pangeran Phiravich sangat senang dengan hasil penemuanmu, Tuan Chantavit. Izinkan kami menjamu Tuan dan rombongan Tuan dengan fasilitas terbaik kami."
Chantavit mengangguk, "Terima kasih."
"Tunjukkan Tuan Chantavit beserta orang-orangnya ke bangunan tamu," titah Jirayu kepada anak buahnya, kemudian ia menoleh ke arah Yin, "bawa lelaki asing itu, ikuti aku."
Dua orang anak buah Jirayu memutus tali di kakinya dan memaksa Yin untuk berdiri. Dengan cengkraman erat di kedua bahunya, ia dipaksa untuk mengikuti Jirayu ke arah bangunan besar di tengah komplek istana.
Yin terus mengamati koridor yang ia lalui, berusaha mencari jalan untuk keluar, tetapi sampai pada saatnya mereka berhenti di sebuah pintu besar, ia masih tidak dapat melarikan diri.
Jirayu mendorong pintu tersebut dan mereka memasuki sebuah aula besar. Ada sebuah panggung di bagian tengah aula itu, di atasnya ada dua buah singgasana, yang satu lebih besar dari yang lainnya, terlapis emas dan kain sutra. Tapi bukan hanya itu yang menarik perhatian Yin, ada seseorang yang memunggungi mereka menggunakan baju yang sangat megah lengkap dengan mahkota di atas kepalanya.
"Pangeran Phiravich," Jirayu berlutut.
Yin juga dipaksa untuk berlutut di belakangnya dan kepalanya ditekan ke bawah agar menunduk.
"Sepertinya Tuan Chantavit tidak berbohong, hm?" Ucap Pangeran Phiravich.
"Tidak, Yang Mulia," jawab Jirayu, "Lelaki ini sesuai dengan yang telah dilukiskan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Maharaja [Complete]
FanfictionSejujurnya Yin tidak mengerti mengapa dirinya bisa terdampar di masa lampau, belum lagi ia menemukan putra mahkota kerajaan Ratsameerat yang baru saja dikudeta beberapa jam setelah ayahnya meninggal dunia, tergeletak bersimbah darah yang mengalir da...