[ N A D O L ]

356 58 18
                                    

Hari kelima perjalanan mereka, perbekalan mereka yang telah menipis memaksa mereka untuk memasuki kota kecil penuh penduduk, jenis tempat yang selama ini sebisa mungkin mereka hindari.

"Kita harus mencari pekerjaan," kata War ketika mereka beristirahat di sebuah penginapan malam itu.

Yin mengangguk, "Oke, besok kita cari di sekitar kota."

"Atau..." War melirik kantong kain berisi pakaian mereka, "kita bisa menjual bajuku."

"Apa?! Jangan!" Yin tidak menyetujuinya, "Baju kamu udah diperbaiki! Nanti pasti bakalan dipakai!"

"Tapi—"

"Nggak ada tapi!" Tegas Yin, "Baju itu kebanggaan kamu sebagai pangeran. Nggak ada kata dijual. Aku nggak setuju."

War menghela nafasnya, tapi bibirnya merekah, "Keras kepala sekali."

Yin mencebik.

Keesokan harinya, mereka memutuskan akan mendedikasikan waktunya untuk bekerja di sebuah toko kerajinan kayu. Yin sebenarnya mendapatkan bagian membungkus kerajinannya dengan kertas dan War memotong kayu di belakang. Tetapi Yin tidak setuju.

"Lukaku sudah kering, Anan," protes War ketika Yin memberikan alasan mereka harus bertukar tugas.

"Iya, luarnya, dalamnya gimana?" Kata Yin sambil mengambil kapak dari tangan sang pangeran.

War bertolak pinggang, "Aku tidak selemah itu."

"Aku nggak bilang kamu lemah, kok. Kamu kuat. Buktinya kamu selamat dari tusukan beracun itu. Aku cuma mau kamu sembuh lebih cepat aja. Ayolah, War, biarin aku mengkhawatirkan kamu sedikit aja."

Sang pangeran melipat lengannya, "Ya sudah, terserah kau saja."

Yin tersenyum lebar dan membawa kapak itu ke belakang bengkel kayu itu.

Sebenarnya, War merasa sedikit berbunga-bunga juga diperhatikan seperti itu. Tapi pikirannya ia tepis jauh-jauh. Yin seorang lelaki, dirinya pun seorang lelaki, War tidak mau sampai membuat teman perjalanannya itu risih. Yin sudah banyak membantunya, jangan sampai ia membalas kebaikan pemuda itu dengan sesuatu yang tidak seharusnya.

War duduk di sebuah bangku kecil dan mulai bekerja. Tangannya memang bergerak, tapi pekerjaan seperti itu tidak harus menggunakan otaknya seluruhnya, maka ia membiarkan pikirannya sedikit melayang ke hal lain, atau lebih tepatnya, ke seseorang.

War mengetahui ada hal yang tidak biasa pada dirinya semenjak ia remaja. Ya, wanita dengan kulit kuning langsat dan bibir sensual memang membangkitkan gairahnya, tetapi sama halnya pula dengan seorang lelaki dengan tubuh kuat dan lebih tinggi darinya. Yin termasuk ke dalam kriteria tersebut, belum lagi siapapun dengan mata yang berfungsi dengan baik pasti setuju bahwa Yin adalah pemuda yang sangat tampan. Mata dan garis rahang tajamnya menyempurnakan wajahnya.

War harus mengakui, ia sedikit merasakan getaran di hatinya setiap kali Yin menunjukkan kepedulian atau perhatiannya kepada War. Apalagi, War tidak memungkiri ia merasakan ketertarikan secara fisik. Tapi ia ragu jika Yin memiliki ketertarikan yang sama dengan yang ia miliki. Semua kebaikan dan perhatian yang Yin tunjukkan adalah bentuk dasar hubungan sesama manusia. Ya, War yakin hanya itu. Tidak ada maksud lainnya.

"Aku memiliki ide," kata War malam itu, ketika mereka sudah membaringkan tubuh mereka di penginapan murah yang mereka sewa.

"Kalau itu ngejual baju kamu lagi, lupain aja," potong Yin.

War mendengus dan melempar Yin dengan potongan buah kering, "Dengarkan aku dulu."

Tertawa kecil, Yin mengubah posisinya menjadi berbaring di sisi kirinya dan menumpu kepalanya dengan tangannya, "Iya, iya, apa?"

Maharaja [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang