[ A N A N & W A R ]

629 77 24
                                        

Perjalanannya, yah, sepertinya sudah dikatakan oleh Paman Lek dan Bibi Aom, sangat terjal. Rutenya berbatu-batu dan mengharuskan Yin untuk memanjat-manjat bukit. Ia tidak dapat membayangkan seandainya ia membiarkan Paman Lek yang pergi.

Setengah hari perjalanan, akhirnya Yin menemukan desa di atas bukit, di sana pulalah tanda kain kuning itu berhenti.

Desa di atas bukit itu terlihat ramai, jauh lebih ramai dari desa Paman Lek. Selain itu, sepertinya sedang ada festival di desa itu, karena orang-orang banyak yang sedang menari dan bernyanyi.

"Hai, anak muda! Silahkan, silahkan coba kue ini!" Seorang wanita paruh baya menawarkan kue di tangannya.

"Ah, saya nggak punya uang buat beli," tolak Yin halus.

"Bukan menjual!" Wanita itu terkekeh, "Ini bentuk kebahagiaan kami!"

Akhirnya Yin mengambil kue itu, "Perayaan apa kalau boleh tahu, Bu?"

"Perayaan atas diangkatnya Pangeran Phiravich menjadi maharaja dan bangkitnya kerajaan Attachitsataporn!"

Perasaan Yin mendadak berubah menjadi kecut. Ia teringat pangeran muda yang tergeletak lemah tengah berjuang mempertahankan hidupnya di gubuk Bibi Aom. Sepertinya desa ini adalah desa yang mendukung penggulingan kerajaan Ratsameerat.

"Di mana Pak Tua Gan?" Tanya Yin buru-buru, ia tidak ingin menghabiskan waktu terlalu lama dengan wanita itu.

"Ah, kau mau berobat? Tapi hati-hati, ia pengkhianat. Kalau saja bukan tabib yang handal, sudah kami usir dari desa ini," bisik wanita itu sambil menunjukkan gubuk tua yang berada di pojok desa.

"Pengkhianat?" Tanya Yin.

"Antek-antek Ratsameerat," dengus wanita itu tidak suka.

Yin memaksakan diri untuk berterima kasih kepada wanita itu dan segera menuju gubuk yang ditunjukkan.

"Pak Tua Gan! Permisi!" Seru Yin sambil mengetuk pintu gubuk itu.

Pintu itu terbuka menunjukkan seorang lelaki yang... sama sekali tidak terlihat tua, melainkan tegap, tinggi dan berotot.

"Ada apa mencariku?" Tanya lelaki itu ketus.

"Ah, Bibi Aom yang kirim saya," Yin menjawab dan memberikan kantong kainnya.

"Untuk apa?" Tanya Pak Tua Gan curiga.

Yin tidak yakin apakah ia bisa memberikan jawaban yang jujur, mengingat bahwa desa tersebut adalah pendukung kerajaan Attachitsataporn. Walaupun wanita tadi mengatidakan bahwa Pak Tua Gan adalah pendukung kerajaan Ratsameerat, Yin merasa ia tidak boleh begitu saja percaya.

"Menolong orang yang terluka," jawab Yin jujur tanpa memberitahukan identitasnya.

Pak Tua Gan melihat kertas yang Bibi Aom berikan kemudian menyuruh Yin masuk ke dalam.

"Tunggu di sini," Pak Tua Gan segera memasukkan tanaman yang digambarkan kemudian membawa juga topi anyamannya, "ayo kita pergi."

Yin melihat lelaki itu bingung, "Pak Tua ikut juga?"

"Kau benar-benar polos," Pak Tua Gan menghela nafasnya, "kau bahkan tidak tahu apa maksud dari gambar yang Bibi Aom berikan padamu."

"Tahu, kok," jawab Yin kesal, "obat buat luka!"

Pak Tua Gan menggelengkan kepalanya, "Ini artinya ia memanggilku karena ia tidak sanggup menangani orang yang terluka itu. Sudahlah, ayo cepat. Kemungkinan besar kita harus segera sampai atau orang itu akan tewas."

Yin buru-buru mengikuti Pak Tua Gan. Penduduk desa yang tadinya sedang bersenang-senang mendadak menjadi hening ketika Pak Tua Gan keluar dari gubuknya. Tapi lelaki tinggi itu tidak memperdulikan mereka dan segera menuruni bukit.

Maharaja [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang