[ P U T T H I P O N G & K R I T ]

230 36 13
                                    

Berbeda jauh dengan cuaca hari kemarin yang agak berawan, cuaca hari ini sangatlah terik. Bahkan walaupun matahari belum tinggi, panasnya sudah membakar bumi. Rindangnya pohon tidak sanggup melindungi kulit mereka dari sengatannya.

"Panas banget, ya?" Tanya Yin waktu ia melihat War mengipas-ngipas wajahnya.

"Hm..." gumam War sambil mengangguk.

Yin tahu, ditambah dengan penutup wajahnya, pasti War sangat kepanasan di dalam pakaiannya. Maka ia mengambil topi bambu yang digantung di punggungnya dan mulai mengipasi War.

War melirik ke belakang, matanya menyipit manis, tanda bahwa ia sedang tersenyum dibalik penutup wajahnya. Yin yakin lesung pipinya terbentuk sempurna sekarang.

"Terima kasih," ujar War.

"Sama-sama," jawab Yin dengan senyumnya juga.

Keduanya tidak sadar utusan Pangeran Putthipong sedang memperhatikan mereka dari samping.

Menurut Nadol, interaksi antara sang pangeran dan teman perjalanannya terlalu manis untuk disebut teman. Ia sudah mengamati sejak awal mereka bertemu, selalu ada senyum kecil ketika mereka beradu pandang, selalu ada sentuhan yang terlalu lama dari yang semestinya. Bahkan dari tempat Nadol melihat, ia bisa merasakan ada percikan-percikan yang membuatnya merasa sedang melihat momen pribadi yang tidak seharusnya ia ketahui.

Nadol melirik pemuda yang duduk di belakang Pangeran Wanarat, Yin. Ia seorang pemuda tampan dengan mata yang tajam tetapi selalu melembut setiap kali melihat sang putra mahkota kerajaan Ratsameerat. Ia penasaran bagaimana mereka bisa bertemu. Apakah Yin menemukan Pangeran Wanarat dalam pelariannya? Ataukah mereka sudah kenal jauh dari sebelum kudeta yang dilakukan Pangeran Phiravich terjadi dan Pangeran Wanarat pergi mencari Yin?
Belum lagi, aksen dan kosakata yang digunakan Yin terdengar agak asing walaupun Nadol masih bisa mengerti. Dari manakah pemuda itu berasal? Apa hubungannya dengan Pangeran Wanarat sehingga ia bisa duduk begitu intim di belakang sang pangeran?

Ketika mereka melangkah keluar dari hutan, terlihatlah bangunan lebar dengan aksen warna kayu dan merah hati, itulah kediaman Assaratanakul.

Nadol melihat Yin turun terlebih dulu dari atas kuda, walaupun terlihat terlalu hati-hati dan takut jatuh, kemudian ketika pemuda itu telah berdiri di atas tanah, ia menawarkan tangannya untuk membantu Pangeran Wanarat turun.

Ah, lagi-lagi pandangan dan senyuman kecil itu, pikir Nadol ketika War menyambut tangan Yin dan juga turun dari kuda.

Terlalu banyak pertanyaan yang tidak bisa Nadol utarakan dan entah di mana jawabannya, tapi yang pasti, asalkan Yin dapat membuat Pangeran Wanarat merasa aman dan nyaman, Nadol akan mempercayainya. Sejujurnya ia merasa sangat kagum ketika Yin tetap mencurigainya walaupun Pangeran Wanarat sudah memastikan bahwa Nadol memang benar utusan Pangeran Putthipong. Itu adalah kualitas yang diperlukan penasihat kerajaan, walaupun Nadol ragu Yin hanya bertindak sebagai penasihat dalam hal ini, sepertinya arti kehadirannya lebih dari itu untuk sang pangeran. Walaupun Yin adalah pemuda yang aneh dan tidak biasa, sepertinya Pangeran Wanarat memiliki seseorang yang setia mendukungnya.

"Mari," Nadol berkata, "akan aku antarkan ke bangunan utama di mana Pangeran Putthipong tinggal."

Yin dan War mengangguk dan mengikuti utusan keluarga Assaratanakul itu melewati gerbang. Para penjaga memberikan jalan ketika Nadol menunjukkan sebuah lempengan batu kepada mereka, sepertinya itu identitas atau tanda pengenalnya sebagai utusan Pangeran Putthipong.

Setelah mengambil jalan memutari gedung lebar di bagian depan, mereka sampai di sebuah taman indah di tengah komplek bangunan itu. Di bagian belakang, ada bangunan yang lebih kecil tapi terlihat lebih seperti rumah tradisional dan ada seseorang yang duduk tegak di terasnya. Matanya terlihat berbinar ketika melihat ketiganya dan ia segera berdiri. Ia membuka pintu rumah itu dan mempersilahkan ketiganya masuk.

Maharaja [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang