Ma..
Apa kabar?
Surga itu, indah ya, Ma?Ma..
Jeje disini. Jeje kangen Mama..Ma..
Kapan ya, Jeje bisa peluk Mama lagi?
Kapan ya Jeje bisa dipeluk dengan hangat sama Papa Jae?
Kapan Jeje bisa ngerasain rasanya jadi Junghwan?Ma..
Apa Jeje seburuk itu dimata Papa?
Apa Jeje ngga pantas untuk bahagia?Ma..
Kapan bawa Jeje pergi?
Pemuda manis itu menutup buku hariannya. Merapikannya seperti semula, dan menatap ke arah sebuah figura kecil berisikan foto dirinya, juga keluarga kecilnya.
Ia terkekeh miris. "Dulu kita sebahagia ini ya ternyata?"
Iya, memang kenyataannya, hidup seorang Yoon Jeongwoo yang dulu sangatlah sempurna. Memiliki orangtua yang sangat menyayanginya, juga seorang adik yang selalu bermanja padanya. Sungguh tidak bisa dibayangkan lagi bagaimana bahagianya Jeongwoo kala itu.
Jeongwoo, putra sulung di keluarga Yoon itu melangkah keluar kamar. Samar-samar ia mendengar suara tawa dari ruang makan. Langkahnya terhenti di anak tangga terakhir, kepalanya menoleh, menatap ruang makan dengan sendu. Kapan ya ia bisa berada disana bersama ayah dan adiknya?
"Mereka bahagia banget, Ma. Junghwan bisa tertawa selepas itu, Papa juga bisa sebahagia itu sama Junghwan. Jeje iri, Ma. Jeje juga mau.."
Ia tidak berbohong, ia juga ingin seperti Junghwan. Melihat bagaimana Jaehyuk mengusap rambut Junghwan, menyuapi Junghwan, Jeongwoo juga mau. Mau merasakan semua itu.
"Heh, bisu. Ngapain lo disitu? Pergi deh, ganggu aja."
Jeongwoo menunduk mendengar ucapan Junghwan. Sebegitu menjijikannya Jeongwoo dimata mereka?
Mau tidak mau, ia berjalan keluar rumah. Beruntung jam masih menunjuk ke arah angka 6, jadi ia tidak akan mungkin terlambat ke sekolah, bukan?
Langkah Jeongwoo kembali terhenti saat sebuah bus berhenti di depannya. Jeongwoo langsung menaikinya. Mengambil tempat dekat jendela, menatapi pemandangan diluar sana.
Ia jadi membayangkan bagaimana rasanya diantar oleh sang ayah. Pasti sangat menyenangkan, ya? Atau mungkin naik motor besar milik adiknya. Itu juga menyenangkan, bukan? Ah, kapan ya Jeongwoo bisa merasakannya?
Kaki jenjangnya mulai melangkah, memasuki area sekolah. Beruntung sekolah masih sepi, jadi kemungkinan Jeongwoo akan lebih tenang dari biasanya. Iya, dari mulut jahat para siswa disini tentunya.
"Wow, Yoon Jeongwoo. Apa kabar, bisu? Gimana liburannya?" itu Haruto, Kim Haruto, kekasih Jeongwoo sejak tiga tahun lalu.
Biar ku jelaskan sedikit, Haruto itu baik. Sangat baik. Dia juga sangat mencintai Jeongwoo. Iya tapi itu dulu, sebelum kecelakaan yang dialami keluarga Yoon merenggut pita suara si manis.
Jika ditanya bagaimana perasaan Haruto sekarang, jawabannya berbanding terbalik dengan Haruto yang dulu. Haruto kini lebih sering memaki Jeongwoo, bahkan bertindak kasar pada kekasihnya itu.
Jeongwoo tersenyum, tangannya dengan gesit mengambil sebuah buku kecil dan menulis beberapa kata disana.
"Menyenangkan, Haru. Bagaimana dengan liburan Haru?"
Haruto tertawa ringan melihat tulisan Jeongwoo.
"Menyenangkan? Yakin lo menyenangkan? Bukannya justru menyiksa? Ngeliat Junghwan liburan bareng Papa lo, dan lo cuma bisa diem. Jeongwoo, Jeongwoo, munafik banget lo jadi manusia." sarkasnya.
Jeongwoo tidak menjawab, ia hanya tersenyum. Yang dikatakan Haruto benar kok. Jadi dia ngga akan marah akan kalimat Haruto.
Tangannya kembali bergerak menuliskan kata-kata di buku kecilnya.
"Haru, semangat untuk hari ini. Sebentar, Jeje punya susu sama roti untuk Haru. Harus di habisin, ya."
Haruto membaca tulisan rapi milik Jeongwoo. Dilihatnya, si manis sibuk mengambil sebuah paper bag dalam tas nya, lalu diberikan pada Haruto.
Haruto menautkan alisnya, namun tangannya tetap tergerak untuk mengambil paper bag itu. Bukannya apa, dia hanya tidak mau membuang makanan, takut dosa.
Dirasa tidak ada yang perlu dilakukan lagi, Jeongwoo menggerakan tangannya.
"Aku duluan ya, Haru. Semangat belajarnya!"
Si manis pergi lebih dulu meninggalkan Haruto disana. Sedangkan Haruto hanya menatap ke arah paper bag di tangannya.
Senyum tipisnya terulas. "Kayaknya Tuhan lagi bahagia deh waktu nyiptain lo, Je. Sebaik itu hati lo? Padahal gue udah sering jahatin lo, Je. Dan lo masih berlaku baik ke gue?"
Haruto menggelengkan kepalanya setelah menyadari ucapannya. "Dih, apa sih, Ru. Si cacat itu ngga pantas buat lo puji. Udahlah, mending gue ke kantin."
Tampan bermarga Kim itu membuang paper bag pemberian Jeongwoo, yang tanpa ia sadari, si manis melihatnya dibalik pilar sekolah dengan tatapan miris.
"Haru.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello
Teen FictionYoon Jeongwoo, si manis yang selalu mempertanyakan bagaimana indahnya rasa kasih sayang seorang ayah