Suara air terdengar dari luar kamar mandi. Di dalamnya ada Asahi yang masih bersusah payah mengeluarkan cairan perutnya. Sungguh, rasanya mual dan kepalanya sangat pusing sekarang. Tubuhnya juga terasa sangat lemas jika saja Jaehyuk tidak menahan pinggangnya. Dominan dari Asahi itu memijat pelan tengkuk Asahi.
"Kita ke dokter ya, Sa?"
Asahi menggeleng. "Ngga. Aku cuma kecapekan, Jae."
Walau dalam hati, Asahi hanya takut. Takut jika pikirannya ternyata benar. Ia belum siap untuk memiliki anggota baru dalam keluarganya dan Jaehyuk.
"Semoga ngga beneran ada kehidupan lain di rahim gue."
Atas paksaan Jaehyuk, akhirnya Asahi bersedia untuk diperiksa oleh dokter. Ia pun memberitahukan semua keluhannya selama 1 minggu ini pada dokter.
Dokter tersebut memberikan sebuah alat pengecek kehamilan, testpack, untuk digunakan Asahi. Mau tak mau ia mencobanya. Hatinya berharap cemas.
Kini ia tengah menunggu hasil pengecekan. Tangannya bertaut dengan tangan Jaehyuk.
Dokter tersebut tersenyum menatap pasangan didepannya. Ia memberikan foto pemeriksaan pada rahim Asahi.
"Selamat ya, sebentar lagi kalian akan menjadi orangtua. Janinnya masih kecil, usianya baru dua minggu. Untuk kedepannya, tolong dijaga pola makan dan aktivitasnya ya."
Deg.
Hancur sudah harapan Asahi. Kenapa Tuhan jahat padanya? Ia belum mau memiliki anggota baru dalam keluarganya. Ia masih ingin bekerja dan menikmati dunianya sendiri. Tapi mengapa bebannya justru bertambah dengan hadirnya satu kehidupan dalam rahimnya?
Bukan hanya Asahi yang keberatan, namun Jaehyuk juga. Ia mengeratkan genggamannya pada Asahi.
"Sialan, kenapa lo harus hadir sekarang sih?!"
Tujuh bulan terlewati, Asahi masih belum bisa menerima kehadiran si janin. Ia selalu menyalahkan kehadiran janin dalam perutnya. Karena kehadiran janin tersebutlah Asahi jadi tidak bisa menghabiskan masa mudanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello
أدب المراهقينYoon Jeongwoo, si manis yang selalu mempertanyakan bagaimana indahnya rasa kasih sayang seorang ayah