Cklek-
Jaehyuk membuka sedikit pintu kamar putranya. Seulas senyum terukir di bibirnya melihat bagaimana si bungsu dan si sulung saling mendekap hangat dalam lelap mereka.
Tungkainya melangkah, mendekat ke arah ranjang, lantas mendudukan bokongnya di tepi ranjang, dekat si sulung. Tangannya bergerak mengusap surai Jeongwoo, juga Junghwan. Keduanya sangat lelap, sepertinya Jaehyuk ketinggalan banyak hal semalam. Dan sepertinya keduanya asik bermain hingga larut malam.
"Kenapa jadi gemesin gini sih? Kayak anak kembar. Asa, kamu bisa lihat kan? Lucu banget anak-anak kita," ucapnya lirih.
Ada rasa sesak dan sesal dalam diri Jaehyuk. Sesak ketika melihat momen manis seperti ini untuk pertama kalinya, dan merasakan sesal karena baru kali ini ia bisa melihat si sulung merasakan dekapan hangat sang adik, begitupun sebaliknya.
Ah, andai saja dulu ia tidak termakan oleh ego dan emosinya, pasti semua akan baik-baik saja. Kala itu, Jaehyuk seharusnya sudah bisa menerima bahwa semua yang terjadi adalah takdir. Terlepas dari campur tangan Jihoon dalam kejadian naas tersebut, harusnya Jaehyuk paham, suatu hari kalaupun saat itu Asahi selamat, cepat atau lambat istrinya juga akan pergi, bukan?
Diam-diam Jaehyuk mengamati wajah putra sulungnya. Pipi yang dulu berisi, kini kian menirus. Ia jadi berpikir, apakah Jeongwoo tidak pernah mengisi perutnya dengan gizi yang benar dan tercukupi? Apakah Jeongwoo selalu melupakan jatah makannya?
Hah.. Rasa bersalah itu kian menyerangnya.
"Je, maafin Papa. Seandainya Papa ngga abai ke kamu, keluarga kita pasti baik-baik aja. Je, apapun yang terjadi selanjutnya, tetap disisi Papa ya. Papa akan jadi garda terdepan untuk jagain Jeje," ia tinggalkan sebuah kecupan di pipi Jeongwoo.
Sedetik kemudian, tidur si sulung sepertinya terganggu. Terlihat dari matanya yang mulai mengerjap, dan terbuka sempurna. Jaehyuk tersenyum melihatnya. Seolah ditarik mundur ketika ia melihat Jeongwoo ketika bayi.
"Selamat pagi, kesayangan Papa. Ayo bangun, Papa udah siapin makanan untuk Jeje dan Hwanie."
Jeongwoo yang belum sepenuhnya sadar pun hanya mengangguk, dan bangkit dari tidurnya. Dibantu oleh sang ayah tentunya.
"Pa, apa setelah ini Jeje boleh bermain game dengan Hwanie? Hwanie sudah berjanji untuk mengajari Jeje bermain game semalam. Boleh kan, Pa?"
Jaehyuk tersenyum setelah membaca gerakan tangan sang putra. "Iya, boleh. Kalian boleh bermain game sepuasnya. Tapi, sarapan dulu ya. Kamu mandi duluan, biar nanti Papa bangunin Hwanie."
Raut bahagia tercetak jelas di wajah Jeongwoo. Dengan perlahan ia turun dari ranjangnya dan melangkah menuju kamar mandi. Ah, kakinya masih terasa nyeri ternyata. Tapi tak apa, ia tidak mau menyusahkan Jaehyuk lagi. Sudah bagus sang ayah mau menerima kehadirannya disini.
Sedangkan Jaehyuk, ia bergegas membangunkan Junghwan. Bungsu keluarga Yoon ini memang sedikit sulit untuk dibangunkan dari tidurnya. Butuh waktu cukup lama untuk membuat Junghwan terbangun dari mimpi indahnya.
"Pa, aku masih ngantuk. Nanti aja deh sarapannya." ucapnya masih dengan mata terpejam.
"Bangun, Hwan. Kamu udah janji mau ajarin kakakmu main game lho. Ingat ngga?"
Mendengarnya, membuat si bungsu berlari meninggalkan ranjang Jeongwoo, berlari menuju kamarnya.
Jaehyuk hanya bisa menggeleng pasrah melihat kelakuan dua putranya. "Untung anak sendiri. Kalau bukan mah, udah aku donasiin mereka."
Suara tawa Junghwan terdengar dari ruang tengah. Ia benar-benar menepati ucapannya, mengajari Junghwan bermain game. Sejak tadi keduanya hanya sibuk dengan konsol game masing-masing. Dan ya, saking serunya, canda tawa mereka menguar begitu saja.
Jika kalian bertanya dimana Jaehyuk, jawabannya adalah.. Ada, bahkan sejak tadi ia menonton kedekatan dua putranya. Mulai dari Jeongwoo yang kesal karena terus menerus kalah dari Junghwan, juga Junghwan yang bahagia bisa mengerjai sang kakak, semuanya tak luput dari pandangan Jaehyuk.
Seketika Jaehyuk teringat akan sesuatu. Ia pun turun dari sofa, ikut duduk di atas karpet berbulu bersama sang putra.
"Je?" Jeongwoo hanya menaikan kedua alisnya.
"Je?" kali ini, ia hanya melirik sekilas pada sang ayah.
Jaehyuk menghela napasnya. "Je, Papa mau ngomong sebentar, boleh?"
Mendengar nada datar keluar dari bilah bibir sang ayah, jelas membuat Jeongwoo dan Junghwan menghentikan permainan mereka. Keduanya bergegas mendekat ke arah Jaehyuk.
Jaehyuk tersenyum lembut. "Gini, Papa udah konsultasi ke teman Papa. Ternyata, Jeje bisa jadi normal lagi. Bisu yang Jeje alami itu bukan selamanya, tapi sementara. Jeje cuma shock waktu itu dan pita suara Jeje sedikit bermasalah. Jadi, apa Jeje mau ikut terapi? Biar nantinya Jeje bisa sembuh, terus cerita banyak-banyak ke Hwanie. Mau?"
Jeongwoo terdiam, membuat Jaehyuk dan Junghwan menatap penuh harap pada Jeongwoo.
Sungguh, ia jadi bingung. Haruskah ia mengikuti ucapan sang ayah? Apa dengan kembalinya suara Jeongwoo, semua kebahagiaannya juga akan kembali seperti sebelumnya?
Menyadari bahwa putra pertamanya sedang bimbang, Jaehyuk menyentuh pundak Jeongwoo.
"Je? Apa Jeje mau ikuti saran Papa?"
Jeongwoo masih diam.
"Papa ngga akan maksa kamu untuk ikut terapi. Tapi kapanpun kamu berubah pikiran, kamu bisa bilang ke Papa. Kita sembuhin bareng-bareng. Biar kamu ngga berjuang sendirian lagi. Okay, sayangnya Papa Jae?"
Jeongwoo menundukan kepalanya, dan mengangguk. Jujur saja ia belum sanggup untuk menjalani terapi. Pasti akan terasa sedikit menyakitkan, bukan?
"Its okay, Je. Perlahan, ya. Ada Papa dan Hwanie disini."
Kepalanya kembali terangkat, menatap ke arah Jaehyuk dan Junghwan yang tersenyum lembut ke arahnya. Senyuman yang membuat Jeongwoo yakin bahwa ia pasti bisa, sebab kali ini ia tidak sendiri, melainkan ditemani oleh 2 orang hebat lainnya.
"Mama.. Jeje harus gimana? Jeje bingung.. Jeje mau sembuh, tapi Jeje takut jika waktu Jeje habis setelah Jeje berjuang untuk sembuh, Ma.."
•
•Teu-haaaaa!!
Special update. Harusnya hiatus, tapi gapapa. Berhubung pagi ini aku dapat notif soal Mashi, so, this is for u guys..
Maaf ya, kalau kurang ngefeel. Aku belum revisi lagi soalnya hehe..
See u on the next chapter, guys 🙆♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello
Teen FictionYoon Jeongwoo, si manis yang selalu mempertanyakan bagaimana indahnya rasa kasih sayang seorang ayah