Junghwan as His Guardians

1.6K 224 19
                                    

Berbeda dari hari biasanya, hari ini sekolah dibuat heboh dengan Junghwan yang datang bersama Jeongwoo. Biasanya, Junghwan hanya akan bersama Jeongwoo, ketika ia butuh pelampiasan emosi. Namun pagi ini, si bungsu Yoon itu datang bersama Jeongwoo. Tak hanya itu, Junghwan bahkan dengan posesifnya merangkul bahu Jeongwoo, seolah memberitahukan pada mereka semua untuk tidak mengganggu sang kakak.

Dengan wajah datarnya, Junghwan mengacuhkan segala macam tatapan mereka. Berbeda dengan Jeongwoo yang melangkah dengan kepala tertunduk. Ia takut. Takut dengan asumsi dan juga cemoohan mereka.

"Angkat kepala lo. Jangan biarin mereka semua nganggap lo lemah. Jeongwoo hyung ngga selemah itu. Ayo, tunjukin wajah manis lo ke mereka."

Jeongwoo mendongak mendengar ucapan Junghwan. Senyum manisnya terbit di ranumnya, membuat Junghwan ikut tersenyum melihatnya.

"Senyum lo manis, hyung. Gue suka. Jangan pernah berhenti tersenyum lagi mulai sekarang."

Jeongwoo hanya bisa mengangguk singkat menjawab ucapan Junghwan.

"Wah, selamat pagi, Yoon Junghwan. Ada apa nih, kok lo bisa datang bareng si bisu?" itu Haruto, yang baru saja datang bersama Riki.

"Selera lo sekarang rendah banget ya, Hwan? Biasanya datang bareng cewek cantik, atau uke manis. Eh, sekarang malah bareng uke cacat," sahut Riki yang disambut gelak tawa oleh Haruto.

Diam-diam, tangan Junghwan mengepal. Ia sangat membenci perkataan dua manusia, yang sialnya adalah sahabatnya sendiri. Dan disaat itu pula, Jeongwoo mengusap lengan Junghwan, menatapnya lembut seolah mengatakan bahwa Junghwan tidak boleh terpancing dengan ucapan mereka.

"Hwan, Hwan, tega banget lo khianatin persahabatan kita cuma karena anak cacat ini."

"Harusnya lo biarin aja anak ini terbuang, Hwan. Udah cacat, anak haram, ngga diharapin kehadirannya pula."

Bugh!

Cukup. Cukup sudah Junghwan menahan rasa geramnya. Ia kembali melayangkan beberapa pukulan di wajah Haruto, sarat akan emosinya setelah mendengar perkataan tak layak untuk sang kakak.

"Bajingan sialan. Lo boleh bilang semua hal jelek tentang gue. Tapi jangan pernah sekalipun lo gunain mulut sampah lo buat ngehina kakak gue. Lo itu cuma sampah, Haruto. Sampah."

Ditindihnya tubuh Haruto, hingga lelaki Jepang itu tidak lagi bisa melawan. Hingga akhirnya satu tarikan berhasil membuat Junghwan lepas dari Haruto.

Jeongwoo menggeleng, lantas menarik Junghwan menjauh dari sana, menyelamatkannya dari guru yang kemungkinan akan datang kesana.

Keduanya melangkah menuju taman belakang sekolah. Duduk di salah satu bangku.

"Maaf, hyung. Gue kelepasan."

Jeongwoo hanya tersenyum maklum, dan mengusap pundak kokoh Junghwan. Tidak, Jeongwoo tidak marah pada adiknya. Jeongwoo hanya khawatir jika Junghwan akan mendapat masalah lebih besar setelah ini.

Junghwan menoleh, menatap sendu ke arah Jeongwoo. "Kita pindah sekolah aja yuk, hyung. Gue yang baru dengar cacian mereka buat lo aja udah ngerasa sakit banget. Lo kenapa diam aja waktu mereka berlaku begitu ke lo? Lo harusnya lawan, hyung. Lo-"

Jeongwoo menggeleng. Ia mengeluarkan alat tulisnya, lantas menuliskan balasan atas ucapan Junghwan.

"Aku ngga punya kuasa sebesar itu, Hwanie. Kalaupun bisa, aku ngga akan pernah mau melawan Haruto. Aku sayang sama dia."

Junghwan menghela napas lelah. "Iya, lo sayang sama dia. Tapi dia? Putusin aja, hyung. Kita pindah ke manapun lo mau, asal lo ngga dapat perlakuan menyedihkan lagi. Jujur, gue sakit banget lihat lo digituin. Gue ngga bakal segan mukulin siapapun yang lukain hati lo."

"Hwanie, udah, ya. Ngga boleh kemakan emosi. Hyung juga ngga papa kok. Kita ngga perlu pindah. Waktu hyung di sekolah ini juga udah ngga banyak lagi."

"Yaudah lah terserah lo. Tapi yang pasti, mulai sekarang gue ngga akan pernah biarin lo sendirian lagi. Dan, lo harus bilang ke gue apapun dan siapapun yang ngeganggu ketenangan lo."

Jeongwoo mengangguk. Lantas memeluk tubuh sang adik yang lebih besar darinya itu. Dalam hati, Jeongwoo bersyukur karena Junghwan sudah berubah. Berubah menjadi sosok yang sangat menyayanginya, juga pelindungnya. Iya, setidaknya rasa takut dan khawatir Jeongwoo sedikit mereda karena kehadiran Junghwan.

Junghwan hanya diam membalas pelukan sang kakak. Ia usap rambut hitam Jeongwoo, seraya mengecupnya beberapa kali.

"Gue sayang sama lo, hyung. Apapun bakal gue lakuin biar lo selalu ada disini, disamping gue dan Papa. Gue ngga akan biarin siapapun nyakitin lo. Dan kalaupun itu gue sendiri yang nyakitin lo, maka izinin gue buat ngehukum diri sendiri."

Jeongwoo hanya mengangguk, menikmati hangatnya pelukan sang adik. Menikmati rasa sayang yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Dosakah Jeongwoo, jika ia mengatakan, kecelakaan terakhirnya yang disebabkan oleh Jaehyuk, membuatnya bahagia?

"Tuhan, jangan suruh Mama jemput Jeje lebih cepat. Jeje masih mau disini, di rumah ini bersama mereka. Jeje mohon, Tuhan.."

HelloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang