Is It a Dream?

1.4K 201 12
                                    

Audi RS7 berwarna hitam milik Jaehyuk berhenti di depan pelataran rumah. Jaehyuk turun dari balik kursi kemudinya, lantas melangkah menuju kursi penumpang. Membuka seat belt yang melingkar di tubuh Jeongwoo. Membawa sang putra ke dalam gendongannya, membuat Jeongwoo melingkarkan lengannya di leher Jaehyuk.

Tak peduli dengan tatapan para pekerjanya, Jaehyuk terus melangkah menuju kamar Jeongwoo. Bahkan tanpa ia sadari, ada anak bungsunya juga disana. Iya, Yoon Junghwan yang menatap sinis pada sang kakak dalam gendongan ayahnya.

Langkah Jaehyuk terhenti di depan ranjang Jeongwoo. Diletakannya tubuh sang putra.

"Kamu istirahat dulu ya, Je. Papa mau mandi dulu. Eh, atau kamu mau mandi dulu, baru istirahat?" tanyanya.

Jeongwoo tersenyum. Ia menggerakan tangannya dengan pelan.

"Nanti, Pa. Badan Je sakit.."

Jaehyuk mengusap lembut surai Jeongwoo. "Yaudah, Papa mandi dulu. Kamu istirahat, ya. Nanti Papa balik kesini lagi."

Satu kecupan Jaehyuk berikan pada Jeongwoo, sebelum ia keluar dari kamar anaknya.

Selepas sang ayah pergi, Jeongwoo menatap ke arah langit kamar. Kamarnya saat ini berbeda dengan kamarnya dulu. Dulu ia hanya berada dalam sebuag ruangan yang sempit dan pengap, bahkan seperti ruangan tak layak pakai. Dan sekarang, ia berada dalam sebuah ruangan berukuran 3 kali lipat dari ukuran kamarnya dulu, juga beberapa peralatan lengkap memenuhi seisi ruangan.

Jeongwoo menoleh, menelisik pada setiap isi ruangan, sampai netranya terpaku pada beberapa bingkai di atas nakas. Dengan susah payah ia mencoba bangun dari posisi tidurnya. Senyumnya terbit setelah melihat beberapa figura di hadapannya.

Ada fotonya ketika ia kecil, saat mengenakan jaket berwarna hitam dengan sebuah makanan dalam genggamannya, menampilkan kesan lucu nan menggemaskan. Entah kapan foto itu diambil, tapi sepertinya kala itu ia masih sangat kecil, bahkan untuk sekedar mengingat pun Jeongwoo tidak bisa. Tapi dalam benaknya ia bertanya, siapakah yang mengabadikan momennya saat itu? Apakah Asahi? Ataukah Jaehyuk?

Tatapan Jeongwoo beralih pada foto selanjutnya. Ah, ada dua buah foto dalam satu figura ternyata. Iya, foto kecilnya dan juga foto Junghwan. Fotonya ketika menyandarkan tubuhnya pada sebuah meja cafe, dan foto Junghwan saat mengenakan kostum penguin. Ia tersenyum geli melihatnya. Keduanya terlihat sangat menggemaskan.

Namun tatapan Jeongwoo terhenti pada figura selanjutnya. Figura tersebut dibagi menjadi 3 bingkai. Bingkai bagian atas terdapat foto pernikahan Jaehyuk dan Asahi. Dalam foto tersebut, jelas terlihat bagaimana keduanya melaksanakan pernikahan dengan sangat terpaksa. Sedangkan pada dua bingkai dibawahnya, terdapat foto Jeongwoo di bagian kanan, dan Junghwan di bagian kiri. Foto ketika keduanya sudah beranjak dewasa, keduanya sama-sama memakai hanbok namun dengan warna dan motif yang berbeda. Jeongwoo ingat kapan foto itu diambil, dan oleh siapa foto tersebut diabadikan.

Cklek-

Senyum Jeongwoo seketika luntur dan berubah menjadi tatapan sendu kala melihat siapa yang datang memasuki kamarnya.

Yoon Junghwan.

Si bungsu keluarga Yoon itu melangkah menghampiri Jeongwoo. Sedikit terkekeh mendapati ekspresi terkejut sang kakak.

"Sorry karena ngga ngetuk pintu dulu," Junghwan duduk tepat di hadapan Jeongwoo. Memerhatikan dengan saksama beberapa luka di wajah kakaknya.

Ia menghela napasnya, sebelum mencoba menggenggam tangan Jeongwoo. Jujur saja, Junghwan merasa tidak pantas berada di depan Jeongwoo, bahkan setelah semua perbuatannya.

"Aku minta maaf, hyung.."

Jeongwoo mengangkat kepalanya, menatap ke arah sang adik dengan tatapan bingung.

"Aku tau, semua perbuatan aku bahkan ngga pantas untuk dimaafin. Tapi, aku beneran minta maaf, hyung. Maafin Hwanie, Jewoo hyung.."

Bungkam. Jeongwoo total bungkam. Otaknya bahkan berusaha mencerna semua kejadian hari ini. Setelah Jaehyuk, sekarang Junghwan? Ada apa sebenarnya? Apa takdir sedang mempermainkannya lagi?

"Hyung, aku ngga bercanda. Aku beneran minta maaf. Tolong kasih aku kesempatan untuk perbaiki semuanya. Bahkan kalau hyung mau, hyung bisa balas pukul Hwanie."

Seulas senyum akhirnya terbit di bibir Jeongwoo. Ia merentangkan tangannya, bermaksud agar Junghwan memeluknya. Beruntung Junghwan mengerti maksud Jeongwoo, jadilah ia memeluk Jeongwoo dengan hati-hati.

Junghwan tersenyum senang. Benar kata Asahi dalam mimpinya, Jeongwoo itu hatinya lembut. Dan sekarang, Junghwan merasakannya. Merasakan betapa lembutnya hati sang kakak, juga merasakan ketakutan tersendiri dalam benaknya. Takut jika setelah ini, Jeongwoo memilih untuk menyerah.

Tangan besarnya mengusap lembut punggung Jeongwoo, memberikan kenyamanan tersendiri pada sosok yang selalu mendapat perlakuan keji darinya itu.

"Hyung, sembuh ya. Nanti kita makan ramyeon, makan apapun yang hyung suka. Hwanie bakal temenin hyung jalan-jalan juga." ucapnya disela kegiatan mari mengusap punggung Jeongwoo.

Jeongwoo melepaskan pelukannya, menatap lekat netra kembar Junghwan. Menyodorkan kelingkingnya, membuat yang lebih muda tertawa gemas melihat tingkahnya. Namun di detik berikutnya, Junghwan menautkan kelingkingnya dengan kelingking Jeongwoo, membuat janji diantara keduanya.

"Hwanie ngga lagi mimpi kan ya? Kenapa hyung gemesin banget sih?"

Jeongwoo mengerucutkan bibirnya, merasa kurang setuju dengan ucapan Junghwan. Ia tidak lucu dan tidak pula menggemaskan. Betul, kan?

Diacaknya surai sang kakak, lalu digendongnya tubuh yang lebih kecil darinya itu, membuat si empunya melingkarkan tangan di leher Junghwan. Junghwan pun melangkah menuju ruang makan, tempat dimana Jaehyuk sudah menunggu keduanya.

Setelah memastikan sang kakak duduk dengan posisi nyaman, Junghwan memilih duduk disamping Jeongwoo, sedangkan Jaehyuk hanya bisa menatap hangat kedua putranya. Ia pikir, Junghwan akan marah pada Jeongwoo, tapi ternyata tidak. Rupanya bocah berusia 17 tahun itu kesal karena tidak diajak menjemput Jeongwoo. Ah, sungguh menggemaskan.

Netra Jeongwoo memancarkan raut bingung melihat banyaknya makanan di atas meja. Hei, ia kan tidak pernah ikut makan dengan ayah dan adiknya.

Junghwan yang memang peka dengan keadaan sang kakak pun beranjak mengambilkan beberapa lauk kesukaan Jeongwoo.

"Nah, silakan dimakan. Masakan Bibi Lee itu enak, hyung. Hyung juga harus banyak makan, biar cepet sembuh, biar ngga kurus banget," ujar si bungsu seraya menyantap makan malamnya.

Jeongwoo tersenyum dan mulai ikut menyantap makanannya. Benar kata Junghwan, masakan Bibi Lee seenak itu ternyata. Hampir mirip dengan masakan ibu mereka.

Keduanya tak luput dari tatapan Jaehyuk. Ah, hangat rasanya hati Jaehyuk melihat keakuran dua putranya. Ia jadi berpikir, andai saja Asahi masih ada disini, pasti semuanya akan jadi lebih indah.

"Asa, lihat, mereka sangat menggemaskan. Setelah ini, aku janji akan menjaga dua permata kita dengan baik, tanpa ada luka lagi untuk mereka."



END




Tapi bohong hehehe

Masih ada beberapa chapter lagi, guys. Sekedar mengingatkan, stok tisu jangan sampai habis ya 🙆‍♀️🙆‍♀️🙆‍♀️

HelloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang