Brak!
Pintu kamar inap Jeongwoo dibuka dengan paksa, membuat keempat orang disana terkejut dan menatap ke arah si pelaku pembuka pintu, Yoon Jaehyuk.
Jaehyuk melangkah mendekati Jeongwoo, menatap penuh amarah. Ditariknya tangan sang putra, bahkan hingga selang infusnya berubah menjadi warna merah.
"Jaehyuk, apa-apaan sih kamu. Jeje lagi sakit." Hyunsuk menahan pergerakan Jaehyuk.
Jihoon dan Doyoung juga yang semulanya duduk di sofa, kini beralih berdiri di samping brankar Jeongwoo.
Jaehyuk menatap remeh ke arah Hyunsuk. "Atas dasar apa lo larang gue bawa anak gue sendiri, Choi Hyunsuk?"
"Jeje lagi sakit, Jaehyuk. Kamu-"
"Justru karena dia lagi sakit, gue mau bawa dia pulang ke rumah. Gue mau rawat dia dengan baik."
Jihoon tertawa mendengar jawaban Jaehyuk. Lantas menepuk beberapa kali pundak Jaehyuk. "Anda yakin bisa menjaga Jeongwoo dengan baik, Tuan Yoon?"
Senyum miring tercetak jelas di bibir Jaehyuk. "Saya tidak akan pernah membiarkan Jeongwoo berdekatan dengan pembunuh sepertimu, Park Jihoon."
Tubuh Jihoon seketika menegang, sedangkan Jeongwoo hanya bisa menatap keduanya bingung. Apa maksudnya? Apa maksud dari Papanya yang mengatakan bahwa Jihoon adalah seorang pembunuh?
Jaehyuk menepis tangan Jihoon dari pundaknya. "Dengar, Park Jihoon, aku tidak akan pernah melupakan seberapa obsesinya kamu pada mendiang istriku."
Si lelaki Yoon bergegas mendekati Jeongwoo, membuka infusan dengan perlahan, lantas menggendong tubuh putranya. Membawanya keluar menyisakan Jihoon, Hyunsuk, dan Doyoung disana.
"Ji?"
Jihoon menoleh, mendapati Hyunsuk yang sedang menatapnya penuh tanda tanya. Ia tidak lagi bisa mengelak sepertinya.
"Aku minta maaf, Hyun."
Hyunsuk menoleh ke arah lain, tawa pedihnya terdengar. "Jadi, ini alasannya kenapa kamu lebih sering keluar rumah? Alasannya fokus di kantor? Dan ini, alasan kenapa kamu lebih peduli sama Jeongwoo dan Junghwan, dibanding Doyoung?"
Jihoon hanya terdiam, menatap lantai rumah sakit, sama sekali tidak berani menatap sang istri.
"Kamu masih memendam rasa sama sahabatku ternyata. Kenapa ngga bilang, Ji? Dan kenapa harus Asahi? Jangan bilang, kecelakaan Asahi itu bukan murni kecelakaan?" Hyunsuk terus saja memojokkan Jihoon dengan berbagai pertanyaan dalam benaknya.
Perlahan, Jihoon mengangguk. Membuat Hyunsuk juga Doyoung terdiam melihatnya. Tidak, mereka tidak menyangka jika kebaikan Jihoon selama ini semata-mata bukan karena rasa sayang pada Jeongwoo dan Junghwan.
"Aku dalang dibalik kecelakaan Asahi. Aku yang menyuruh orang untuk celakain Asahi. Aku pikir, dengan kecelakaan itu, Asahi akan kehilangan Jeongwoo. Dan setelahnya, dia bakal bercerai dari Jaehyuk. Tapi-"
Plak!
Satu tamparan mendarat keras di pipi Jihoon. Hyunsuk menatapnya getir. Tidak pernah ia sangka, jika Jihoon yang selalu menjadi figur suami untuknya ternyata sekeji ini. Menghilangkan nyawa seseorang hanya demi perasaan dan egonya.
"Aku kecewa, Ji. Kenapa harus menghancurkan keluarga ornag lain, Ji? Ada salah apa keluarga Jaehyuk sama kamu? Lihat, karena keegoisan kamu, Jeongwoo dan Junghwan kehilangan Ibu mereka. Dan karena keegoisan kamu, Jeongwoo ngerasain banyak penderitaan."
Hyunsuk beralih mengambil tas nya, lantas menggenggam tangan Doyoung. "Minta maaf sama Jeongwoo. Jelasin semuanya ke mereka. Aku ngga mau punya suami pembunuh kayak kamu."
Hancur sudah pertahanan Jihoon. Tidak ia sangka, semuanya akan seperti ini. Ia benar-benar menyesal sekarang. Lelaki bermarga Park itu terduduk di atas lantai, mengusap wajahnya frustasi.
"Aku minta maaf, Sa.. Aku nyesal.."
Berbeda dengan keadaan di rumah sakit, Jaehyuk dan Jeongwoo sudah berada di dalam mobil. Jaehyuk memasangkan seat belt pada Jeongwoo, memastikan agar putranya aman.
Diambilnya kotak P3K dari dashboard mobil, ia balut luka Jeongwoo dengan perlahan. Sedangkan Jeongwoo hanya bisa melihat betapa lembut perlakuan sang ayah padanya. Sangat berbeda dengan Jaehyuk yang lalu.
"Papa minta maaf, Je. Karena Papa, kamu jadi banyak luka gini," ucapnya seraya menyimpan kembali kotak P3K tersebut.
Jeongwoo menatap tepat di manik Jaehyuk. Ia bisa melihat ketulusan disana. Tidak ada kebohongan sama sekali disana.
"Papa minta maaf untuk semua perbuatan jahat Papa ke Jeje. Papa sadar, perbuatan Papa bukan hal mudah untuk dimaafkan," Jaehyuk menggenggam tangan Jeongwoo. "Tapi, Papa mohon, kasih Papa kesempatan untuk buktiin ke Jeje, kalau Papa bisa jadi seorang Ayah yang baik untuk Jeje."
Netra kembar Jeongwoo mulai berkaca-kaca. Benarkah ini Papanya? Ia tidak sedang bermimpi, bukan? Papanya yang kasar, Papanya yang membencinya, kini berubah menjadi sosok yang baik?
Jaehyuk menarik sang putra ke dalam dekapan dengan lembut, seolah takut menyakiti Jeongwoo. Diusapnya punggung itu. Putra yang sama sekali tidak pernah ia harapkan kehadirannya, kini berada dalam dekapannya, menangis tanpa suara. Jujur, ada rasa sesak dalam diri Jaehyuk kala mendengar suara tertahan Jeongwoo.
Setelah beberapa menit berselang, Jaehyuk melonggarkan pelukannya. Menangkup pipi Jeongwoo, mengusap sisa air mata sang anak. "Papa minta maaf, Je. Papa minta maaf. Jeje mau maafin Papa? Kita buka lembaran baru. Papa, Jeje, dan Hwannie. Jeje mau?"
Tanpa menunggu lagi, Jeongwoo mengangguk dan kembali meminta pelukan dari sang ayah. Jaehyuk tersenyum senang melihatnya. Dibawanya lagi sang putra ke dalam dekapan. Dikecupnya surai Jeongwoo berkali-kali, membiarkan tangis bahagianya meluruh tanpa tertahan lagi.
Pun dengan Jeongwoo. Ia bergerak membalas dekapan Jaehyuk. Meremat kemeja sang ayah, merasakan betapa nyamannya pelukan seorang Yoon Jaehyuk yang selalu ingin ia rasakan.
"Terima kasih, Je. Papa janji, akan menebus semua dosa Papa.."
Jeongwoo memejamkan matanya, merasakan usapan lembut di surainya.
"Ma.. Papa Jae baik. Papa janji ngga akan nyakitin Jeje lagi.. Jangan jemput Jeje dulu ya, Ma.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello
Teen FictionYoon Jeongwoo, si manis yang selalu mempertanyakan bagaimana indahnya rasa kasih sayang seorang ayah