Tears, Fear, and Stay

1.8K 256 30
                                    

Suara brankar beradu dengan lantai rumah sakit. Jihoon dengan segera membawa tubuh penuh luka milik Jeongwoo ke ruang Unit Gawat Darurat. Pikirannya berkecamuk, ia takut jika putra sahabatnya itu memilih untuk menyerah.

Tak lama setelah brankar berhasil dimasukan ke dalam ruang UGD, terlihat beberapa tenaga medis mendekat ke arah Jeongwoo, namun Jihoon segera menahannya.

"Biar saya sendiri yang menanganinya." ujarnya seraya menyiapkan beberapa alat yang ia butuhkan.

Tanpa membuang waktu, Jihoon segera memakai latex gloves juga mengambil stetoskop miliknya. Mengecek denyut nadi dan juga detak jantung Jeongwoo. Setelahnya, ia bergegas memasangkan masker oksigen pada Jeongwoo. Ia juga memastikan bahwa infusannya terpasang dengan baik. Barulah ia mengecek seluruh kondisi luka di tubuh Jeongwoo. Memeriksa beberapa lebam di tubuh putra sahabatnya, lantas memberikan anestesi untuk menjahit beberapa bagian yang sedikit sobek. Tak hanya itu, ia juga memberikan gips pada kaki Jeongwoo. Sebab ia takut ada sedikit retakan pada kaki Jeongwoo, mengingat ada lebam kebiruan dengan sedikit darah di area tulang keringnya.

Setelahnya, baru lah Jihoon menggantikan baju Jeongwoo. Ia sedikit tersenyum lega mengetahui jika Jeongwoo tidak mengalami masa kritis. Jika saja ia terlambat sedikit, maka bisa fatal akibatnya.

Jihoon melepaskan latex gloves di tangannya, lantas menaruh kembali stetoskop nya. Ia membiarkan seluruh rekan medisnya pergi meninggalkan ruangan. Sedangkan dirinya sendiri memilih untuk menarik sebuah bangku dan duduk tepat di samping Jeongwoo.

Tangannya bergerak menaikan selimut hingga sebatas dada Jeongwoo. Ia mengusap lembut surai Jeongwoo. Sedikit meringis kala melihat wajah babak belur pemuda manis di hadapannya. Dia saja yang hanya melihat bisa merasakan sakitnya, lantas bagaimana dengan Jeongwoo.

"Ji?"

Jihoon tersentak. Ia menoleh ke belakang, mendapati istrinya disana. Choi Hyunsuk, pasangan dari Park Jihoon itu berjalan mendekati brankar. Jihoon tersenyum melihat sang istri. Ia pun bangun dari duduknya, membiarkan Hyunsuk mengambil alih tempat duduknya.

Kini Hyunsuk menggantikan posisi Jihoon. Ia menggigit bibirnya sendiri, menahan tangis kala melihat wajah manis milik Jeongwoo yang kini penuh luka.

Tangan mungilnya menggenggam jemari Jeongwoo, meletakannya di pipi, seolah tengah menyalurkan kekuatan tersendiri untuk Jeongwoo.

"Jeje.." Hyunsuk mengecup lamat punggung tangan Jeongwoo. Air matanya menetes tepat di atas tangan Jeongwoo.

Tidak pernah ia bayangkan akan bertemu dengan Jeongwoo dalam keadaan seperti ini.

"Jeje, bangun yuk. Ada Bunda sama Ayah Ji lho."

Sungguh, Jihoon hanya bisa diam melihat bagaimana lembutnya tutur Hyunsuk pada Jeongwoo yang masih memejamkan matanya. Ia sebenarnya masih sedikit takut. Sejak ia membawa tubuh ringkih Jeongwoo dalam gendongannya, ia hanya bisa berharap bahwa Jeongwoo masih kuat bertahan disini bersamanya dan juga Hyunsuk. Iya, setidaknya mereka berdua bisa membuat Jeongwoo bahagia nantinya.

Hyunsuk menidurkan kepalanya disamping lengan Jeongwoo. "Jeje, Bunda bobo disini ya. Nemenin Jeje sampai besok. Sampai Dobby hyung datang, biar Jeje ngga sendirian ya."

"Ji, aku nemenin Jeje, ya.." ucapnya tanpa melihat ke arah Jihoon.

Tadi, saat ia menghubungi Jihoon, ponsel Jihoon ternyata tidak aktif, jadilah Hyunsuk menghubungi asisten Jihoon. Namun begitu terkejutnya ia ketika mendapati kabar bahwa Jihoon sedang menangani pasien yang bernama Yoon Jeongwoo. Hingga akhirnya, Hyunsuk memutuskan untuk pergi ke rumah sakit dan menunggu Jihoon memeriksa Jeongwoo.

HelloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang