42. Untukmu Humairaku

5.6K 500 43
                                    

"Tentang swadaya yang asmara pada prisha namun terpaksa harus lupa bagai sandyakala."
- Ayna Azkayr -

Happy reading.

Gus Latif menggendong Ayna di ranjang, setelah itu ia menuliskan sesuatu di buku diary nya. Hingga berujung Gus Latif terlelap dalam tidurnya di atas meja.

"Mas bangun Mas," Gus Latif merasakan tubuhnya yang bangunkan oleh istrinya.

"Heum, sayangggg." Lenguh Gus Latif sambil menarik pinggang Ayna, Ayna mengusap lembut rambut Gus Latif dan mengelus pipinya.

"Sholat dulu yuk, udah subuh... Atha hari ini pengen jalan-jalan pagi,"

"Iya sayanggg, lima menit lagi yaa?" Jawab Gus Latif yang masih nyenyak di dalam tidurnya.

"Masssss," Mendengar suara Ayna yang sedikit meninggi, Gus Latif merengkuh badan Ayna, memindahkan kepala nya di perut Ayna sambil mendusel-duselkan nya.

"Iya sayanggg ku cintakuuu," Gus Latif mendongak dan berdiri mencubit kecil pipi Ayna yang merajuk, "Ini berangkat wudhu yangg,"

Matahari mulai menampakkan sinarnya, diiringi tawa dari keluarga kecil itu, Ayna yang sabar menengahi pertengkaran antara anak dan Ayah itu yang kerap terjadi di pagi hari.

"Abii, ayok buruan nanti keburu terik!" Teriak Gus Atha.

"Iya sayang, sebentar." Jawab Gus Latif sambil menyisir rambutnya serta Ayna yang masih memakai daster batik keluar dari dapur membawa sarapan.

"Sarapan dulu sebentar, udah Ummi siapin." Tak lupa Ayna menyajikan di atas meja, susu yang masih hangat di gelas dan secangkir teh untuk suaminya.

"Aaaa gak mau! Ayok sekarang!" Rengek Gus Atha sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Ayna hampir menghampiri Gus Atha, tetapi di cegah oleh Gus Latif dan menyuruhnya duduk. "Biar Mas yang nasehatin Mas Atha, bunny sarapan dulu, habis itu siap-siap." Ayna mengangguk menurut.

Gus Latif berjalan sambil merentangkan tangannya, berharap Gus Atha segera memeluknya, tetapi dugaannya salah. Ternyata menenangkan anak kecil tidak semudah yang ia kira. Gus Atha semakin menangis karena permintaannya yang di abaikan, Gus Latif menarik nafas panjang.

"Huft, Mas Atha," ucap Gus Latif sambil memegang kedua pundak Gus Atha yang masih menangis. "Enggak boleh gitu, enggak semua yang Mas mau bisa Mas Atha miliki. Sabar, Allah suka sama orang yang bersabar. Contoh, kalau nanti Mas Atha jalan-jalan terus perutnya sakit, lemes karena belum sarapan, siapa yang panik? Ummi pasti panik, mulai sekarang harus belajar menghargai Ummi, mencintai Ummi oke? Ummi udah dari pagi siapin keperluan Mas Atha, mandiin Mas Atha, siapin sarapan, bersih-bersih, bikinin susu. Apa Mas Atha enggak kasihan sama Ummi udah capek-capek bikin tapi enggak di makan sama Mas Atha? Katannya sayang sama Ummi?"

Tangis Gus Atha mereda, Gus Atha memang keras kepala, tetapi ketika dinasehati dengan lembut ia cepat luluh. Seperti sekarang, ia berlari kecil ke arah Ummi nya, memeluk Ummi nya, meski tingginya masih setinggi meja makan. Ayna terkekeh kecil, bagaimana ia ingin marah jika setiap hari ia melihat tingkah gemas putranya?

"Ummi, maafin Mas Atha. Janji Mas Atha enggak kayak gitu lagi Ummi." Gus Atha mendongak kearah Ayna dengan bibir, hidung dan mata yang merah membuat nya lebih terlihat lucu.

"Iya sayangnya Ummi," Ayna mendudukkan Gus Atha dipangkuan nya sekaligus menciumi gemas, "Mas Atha sarapan dulu sama Abi, Ummi siap-siap dulu. Habis itu janji langsung berangkat. Oke?" Tanya Ayna sambil menggepalkan tangan dengan jari kelingking diatas tanda perjanjian.

"Oke Ummi."

Keluarga kecil itu keluar dari rumah dengan senyum yang cerita, sekali-kali menyapa masyarakat yang berpapasan. "Abi, kenapa Abi selalu tersenyum kalau ada orang? Kan kita enggak kenal sama orang itu Abi," tanya Gus kecil sambil menarik-narik ujung baju Gus Latif.

Gus Latif menggendong Gus Atha sambil mengusap kepala nya. "Senyum itu ibadah sayang, enggak harus kenal sama orang itu. Harus rendah hati sama orang, enggak boleh sombong, Allah tidak suka sama orang yang sombong. Begitupun kita, kalau kita ramah sama orang, berbalik orang itu bakal ramah sama kita. Kalau orang itu enggak ramah, ya biarin aja. Doain yang baik buat orang itu. Kalau kita bantu orang, kita pasti di bantu orang juga, meski bukan orang yang sama. Jadi jangan pernah lelah berbagi kebaikan maupun kebahagiaan kepada orang lain. Mas Atha paham apa yang disampaikan Abi?" Gus Atha mengangguk lalu memeluk leher Abinya, "Sedikit paham Abi, Atha pengen, kalau Atha sudah besar bisa kayak Abi."

"Sudah waktunya pulang, yuk pulang. Bentar lagi Abi mau pergi ke luar negeri. Kamu jaga Ummi baik-baik ya, seperti pesan Abi oke?"

"Oke."

Seluruh santriwan santriwati turut mengantarkan Gus Latif sampai gerbang pondok pesantren. Banyak yang terharu, melihat keluarga kecil itu. Gus Latif berjalan di paling depan dengan Ayna disampingnya dan Gus Atha yang berada di gendongannya.

Sesampainya di bandara, Ayna tak kuasa meneteskan air matanya, ia terus menggelengkan kepalanya, menepis pikiran buruk yang bersarang dipikirannya. Gus Latif memeluk erat Ayna, menempelkan bahunya di pundak, serta mengusap punggung Ayna yang terus menangis. "Sayang, jaga dirimu baik-baik. Jaga putra kecil kita, didik dia dengan benar selama aku tidak ada disisimu." Ucap nya dan diakhiri dengan kecupan cinta di pipi dan keningnya.

Gus Latif juga menggendong Gus Atha, memeluknya erat, menciumnya. Pertanyaan kecil dari bibir putranya kini lolos begitu saja, "Abi nggak akan lama kan disana? Abi nggak akan ninggalin Atha kan?" Gus Latif langsung menggeleng, "Enggak dong, Mas Atha belajar yang pinter, Sholeh, harus inget terus pesan Abi. Oke?" Gus Latif merenggangkan tangannya tanda tos yang disambut oleh Gus kecil.

"Sayang, Mas masuk dulu. Kamu beneran  baik-baik ya, jangan nangis terus. Senyum dong. Masa Mas mau pergi istrinya nangis. Mas Atha juga, ih." Gus Latif tersenyum tulus melihat kedua  kesayangannya yang tersenyum paksa.

"Hati-hati sayang, berdo'a selalu. Kabarin Ayna terus." Pesan Ayna dan diangguki Gus Latif. Ayna menunggu Gus Latif masuk kedalam pesawat hingga batang hidung nya tidak kelihatan, setelah itu ia pulang bersama Gus Atha. Galau, Ayna terus melamun diperjalanan, tak henti-hentinya air mata nya keluar.

Sesampainya di rumah, Ayna membereskan rumah, menidurkan Gus Atha dan tak lupa memberi makan Bubub-kucing kesayangan Gus Latif. Putih bersih, bermata biru, bulu yang lebat dan suara yang indah. Ayna menggendong dan menciumnya sekilas, lalu menaruhnya kembali.

Tak terasa sudah satu jam ia menyibukkan diri hingga lupa mengecek ponsel, berharap suaminya memberi kabar meskipun tidak mungkin, karena perjalanannya memakan lebih dari satu jam.

Ponsel yang digenggamnya jatuh, Ayna terjatuh, tak sanggup menahan badannya yang lemas, ia langsung menelpon Ummi nya, dengan air mata dan perasaan yang campur aduk menjadi satu. Debaran jantungnya berdetak sangat kencang, tangannya gemetar tidak karuan, keringat membasahi tubuhnya. Ia tidak kuat lagi, hingga telpon kini terangkat. "Halo, kenapa nduk?" Tanya Ummi Ima.

"Mas Latif Ummi, Mas Latif nggak mungkin kan? Ummi ini mimpi kan?" Tanya Ayna sambil menangis tidak karuan memukul-mukul dadanya yang terasa sangat sesak. Ummi Ima buru-buru menghampiri Ayna yang kebetulan tidak jauh dari rumah menantunya karena mendengar isakan itu menggema di telfon genggam nya, perasaan khawatir ikut menjalar di tubuh sang mertua. Abi Azril yang melihat istrinya tergesa-gesa tanpa pamit, langsung ikut menyusulnya.

TBC....

....

Mau kasih informasi, yang kemarin belum kebagian novel Imam Impian (Cerita Iqlima dan Gus Azril, Ummi Abinya Gus Latif). Bisaaa beli di di shoppe Aepublishing yaaa! Terimakasih.
Jangan lupa baca ceritaku yang lain yeyeyy😚❤️

Jangan lupa follow
Aqidatul09

- Jum'at, 03 Maret 2023 -

Revisi
Kamis, 23 November 2024

Untukmu Humairaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang