Hari berlalu secepat membalikkan lembaran buku usang, selang tiga hari setelah pertikaian tiga anak adam tempo itu, Papa dan Mama pulang dengan perasaan bahagia.
Entah Mama dan Papa sadar atau tidak, jarak antara Yuane dan Haru terasa berbeda. Pengabaian dilakukan lebih dulu oleh Yuane. Ia bersikap tak acuh seperti kala Haru mengungkapkan perasaan tak biasa pemuda itu beberapa tahun silam.
Yuane bingung harus bersikap seperti apa. Ia pusing ketika sadar Jojo tak lagi menghubunginya, tak lagi merecoki hidupnya, ia diabaikan bahkan ketika keduanya tengah berpapasan didalam kelas.
"Ane kamu gapapa?"
Yuane mengerjap mendengar pertanyaan Papa, ia mengangkat wajah tersenyum dan mengangguk cepat.
"Aku gapapa, emangnya kenapa Pa?" tanyanya masih berusaha menyugingkan senyum ceria.
"Berantem sama Haru?"
Yuane refleks menggeleng. "Enggak kok, aku sama Haru baik-baik aja. Cuma lagi banyak tugas aja dikampus, jadinya keliatan agak frustasi gitu." jawabnya penuh alasan.
Papa meneguk air putih, menyimpan kembali cangkir itu dan melihat Yuane secara seksama. "Jangan banyak berantem sama adik kamu, udah cukup tiga tahun kalian pisah dengan keadaan saling marah satu sama lain. Gak baik Ane, kamu jadi kakak harus mengayomi adik kamu dong."
"Emangnya keliatan banget berantemnya ya Pa?"
"Tanya aja sama Mama kamu." jawab Papa seraya mengangkat kepala, menunjuk Mama. "Baru aja Haru mau ngomong kamu malah pergi gitu aja, anaknya jadi sedih sekarang, curhat sama Papa sambil ngerengek minta kamu buat jangan nyuekin dia."
Yuane meringis dibuatnya, ia meneguk ludah, terdiam selama beberapa saat sebelum menangkap suara Papa kembali.
"Jangan suka marahan sama orang lain Ane, kalian coba omongin semuanya baik-baik. Kalian juga udah sama-sama dewasa, udah bukan waktunya lagi buat ngedepanin ego."
Yuane hanya bisa menggaruk tengkuk, rasa pening mendera, kepalanya tambah memberat memikirkan masalah diantara ia dengan Haru.
Andai Papa tahu apa yang tengah terjadi diantara mereka, entah akan seberapa besar perasaan kecewa itu muncul pada benak pria berkepala empat itu.
Langkah Yuane terhenti sejenak, ia terdiam mencoba mencerna tentang kehadiran kekasihnya secara tiba-tiba. Dobby memang menghubunginya lusa kemarin, menanyakan kabar, lalu menghilang kembali seolah ditelan lautan.
Memikirkannya saja mampu membuat Yuane sakit kepala, mengingat betapa tidak wajarnya kesibukan Dobby yang nyaris tak pernah ada waktu untuknya.
Selama dua tahun terakhir, terhitung sejak Dobby menjadi mahasiswa diperguruan tinggi, pemuda itu jauh lebih sibuk daripada saat mereka masih mengenyam pendidikan dibangku SMA.
Pertemuan yang bisa dihitung jari, kabar yang tak pernah menentu dan perhatian yang kurang membuat perasaan Yuane memudar perlahan.
Pikirannya berhasil diambil alih oleh Haru, entah apa yang sudah Haru lakukan padanya. Meski selama tiga tahun tidak berkomunikasi, perasaan itu lambat laun muncul setelah Haru menyatakan rasa sukanya pada Yuane. Ia bahkan tak mengerti mengapa hatinya berubah seperti ini.
"Kenapa gak ngabarin aku dulu?" tanya Yuane ketika ia sudah ada duduk diatas sofa.
Dobby tersenyum manis, menggenggam jari jemari Yuane kemudian. "Aku mau ngasih kejutan dong buat kamu."
"Emangnya kamu gak lagi sibuk? bukannya sekarang fakultas kamu lagi musim ujian ya?"
Tak ada jawaban dari mulut Dobby, sebelum pemuda itu menggenggam semakin erat jari jemari Yuane.
"I miss you Ane." lirih Dobby. "Maaf karena gak pernah ada waktu buat kamu."
Yuane menghela nafas, menggigit bibir dengan hati bimbang. "It's okay, aku tahu kamu sibuk. Aku juga tahu kuliah dijurusan kesehatan itu bukan perkara yang mudah, ada kabar dari kamupun itu udah cukup bagi aku."
Dobby menunduk sedih. "Mata kamu gak pernah bisa bohong Ane, aku tahu kamu pasti kecewa."
Memaksakan senyum, Yuane lantas membalas genggaman Dobby. "Kecewa itu wajar. Tapi aku juga bahagia ngeliat kamu bisa ngejar cita-cita kamu tanpa ada hambatan."
"Kamu pasti kesepian kan?"
"Kenapa sih nanyain hal yang kayak gitu? kamu ngerasa bersalah?"
Dobby balas mengangguk, kembali menundukkan kepala. "Sejak kita keluar sekolah, rasanya semuanya berubah. Aku berubah, kamu pun berubah."
Yuane mengernyit, mengeratkan genggaman dengan alis menyatu. "Apanya yang berubah? kita cuma sama-sama sibuk dan gak ada yang berubah."
Dobby terdiam selepas Yuane bersuara, pikirannya melayang dengan mulut yang kelu. Fakta yang ia terima beberapa waktu lalu kembali memenuhi benak dan pikirannya. Mengacaukan segala fokus, dan hati yang mulai dilanda api kegelisahan.
"Gak ada yang berubah dari kita By, kamu hanya terlalu lelah dengan tumpukan tugas kamu yang selalu menggunung. Tolong jangan bikin aku khawatir dengan pertanyaan kamu yang tak berdasar itu."
Ucapan Yuane begitu menenangkan, Dobby tahu sang kekasih begitu pandai untuk membuat lawan bicaranya merasa nyaman. Akan tetapi kali ini berbeda, bukan rasa tenang yang ia terima, namun perasaan sakit ketika ucapan Dobby kembali menelusuk masuk kedalam telinganya.
"Hati kamu yang berubah Ane, hati kamu bukan untuk aku lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Homescapes
Teen FictionHaru tak pernah menyangka seseorang yang disukainya sejak lama akan berakhir satu atap dengannya. Jika saja waktu bisa diputar, ia akan menentang acara sakral itu dan mengungkapkan perasaannya secara gamblang.