"Gue buatin sarapan buat Lo, Kak."
Langkah Yuane terpaksa terhenti sebelum ia menyentuh daun pintu, membalikkan badan dan mengernyit menerima sebuah kotak sedang berwarna ungu.
"Dibawa ya, gue rela buat ini dari jam enam pagi demi lo." ucap Haru tak lupa tersenyum manis.
Yuane berdecak sebal, matanya mengedar keseluruh ruangan, takut-takut Mama melihat dan mendengar perbincangan mereka. "Ngapain capek-capek buat ini sih?"
"Emangnya kenapa? takut gue racunin?" tanyanya datar.
Demi apapun yang ada didunia ini, Yuane bergidik ngeri melihat Haru yang tiba-tiba seperti ini. Pikirannya kembali melayang pada apa yang telah pemuda itu lakukan kemarin malam, saat lelaki didepannya ini berubah menjadi singa yang menyeramkan.
"Lain kali jangan repot-repot lagi ya, lo juga harus mikirin diri lo sendiri, emangnya kuliah lo libur sampe sempet-sempetnya bikin ini?" tanya Yuane berusaha mencairkan suasana.
"Gue kuliah siang. Karena waktunya masih lama, gue buatin lo ini."
Yuane tak membalas lebih, ia merapatkan bibir, menyentuh knop besi hendak membuka pintu dan menerima kotak bekal tersebut tanpa mau berlama-lama lagi. "Makasih ya, semoga lo gak kasih racun dimakanan ini."
Haru lantas menampilkan senyum saat kotak bekalnya diterima Yuane, ia tak melepaskan Yuane begitu saja, langkahnya perlahan mendekat, menahan tangan gadis didepannya dan mempersempit jarak diantara mereka.
Tak ada yang bisa Yuane lakukan saat itu, Yuane hanya bisa mematung dengan tangan melayang membentuk sebuah jembatan terputus. Ciuman dipipinya terlalu tiba-tiba, Haru mengecup bulatan putih itu sebanyak dua kali, menciptakan perasaan debar dan perut yang mulai dipenuhi oleh jutaan kupu-kupu.
Yuane berani bersumpah, pemuda didepannya ini pandai sekali mengobrak-abrik ruang hatinya.
"Lo gila gimana kalau ada yang liat?!" alis Yuane menyatu garang.
"Bagus dong, semua orang jadi tahu bahwa kita saling suka."
"Gila lo, lo bener-bener nyari mati!" sentaknya seraya membalikan badan dan meninggalkan Haru kemudian.
Yuane membuang nafas kasar, langkahnya benar-benar diiringi oleh banyak kekhawatiran. Ia mengumpat banyak, menyumpahi nama Haru dengan hati yang bergetar secara bersamaan.
"Haru sialan!" umpat Yuane sambil membuka gerbang.
Hari ini ia berangkat kembali bersama Jojo, agak lama menunggu pemuda itu datang sampai ia harus berdiri dipinggir jalan selama lima belas menit lamanya. Entah apa alasannya mengapa pemuda itu telat tidak seperti biasanya.
"Sorry gue ada urusan dulu tadi."
Yuane mengangguk memaklumi, ia kemudian memasuki kendaraan beroda empat itu dan duduk disamping Jojo.
"Muka lo kenapa ditekuk gitu?"
Gelengan Yuane berikan. "Gapapa gue cuma pusing aja." jawabnya seadanya.
"Lo sakit?"
"Enggak Jo, gue gapapa, udah jalan aja sana nanti keburu telat." Jojo hanya mengedikan bahu tak acuh, mungkin Yuane sedang datang bulan, pikirnya mencoba berpikir positif.
Keduanya hanya diam dengan khayalan masing-masing, mengabaikan segala keheningan dan memilih menyelami jalanan yang mulai padat merayap.
Sampai ketika lampu merah menyelami diperempatan jalan ibukota, Jojo menoleh dan melipat tangan diatas kemudi.
"Waktu gue pulang dari rumah lo, gue lihat pacarnya si Haru nangis dipinggir jalan."
Yuane mengernyitkan dahi, menyimak secara seksama cerita Jojo.
"Dia jadi sorotan orang-orang. Awalnya gue ada niatan buat nyamperin dia, tapi keburu keduluan sama orang lain. Menurut lo tuh cewek kenapa?"
Kesunyian menjeda, Yuane menggeleng lalu mengulum bibir. "Gue gak tau. Apa mungkin mereka putus, atau karena hal lain?"
"Kalau beneran putus, benar-benar parah sih si Haru, gue gak paham lagi sama dia. Padahal pacarnya cantik gitu."
Yuane mendongakan kepala, matanya berubah menjadi sayu. "Gue jadi merasa bersalah sama dia."
"Ya harusnya gitu sih, kalian emang salah." tanggap Jojo dan mulai menarik pedal membelah kembali jalanan yang padat
"Jahat banget ya gue?"
"Kalau gue bilang iya, lo sakit hati gak?"
Hembusan nafas kasar kembali Yuane keluarkan. "Kejujuran lo emang kadang nyakitin sih, tapi disisi lain gue merasa sadar bahwa apa yang gue lakuin itu salah."
"Gue gak tahu harus nanggapin lo apa lagi."
"Lo jangan capek ya ngingetin gue, semenjak Yiesha pergi gue gak tahu harus nyari solusi kesiapa lagi."
Jojo meneguk ludah, mengalihkan gigi dan kembali fokus pada jalanan. "Tergantung sih, kalau masuk telinga kanan keluar telinga kiri kayaknya gue gak bakal sesabar temen lo yang satu itu."
Percakapan keduanya terhenti sampai disitu, Yuane memilih tak membalas lebih selain melemaskan bahu dan merilekskan perasaan yang terus bergemuruh kacau. Belum juga matahari sampai keperaduan, Yuane sudah merasa raga dan hatinya lelah tak karuan.
Rasanya ingin sekali menghilang dari pandangan orang-orang, tapi ia tak bisa apa-apa, selain menjalani segalanya dengan pikiran yang berubah seolah menjadi seuntai tali kusut yang semakin berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Homescapes
Teen FictionHaru tak pernah menyangka seseorang yang disukainya sejak lama akan berakhir satu atap dengannya. Jika saja waktu bisa diputar, ia akan menentang acara sakral itu dan mengungkapkan perasaannya secara gamblang.